Yogyakarta (Antara Bali) - Tim Program Kreativitas Mahasiswa
Universitas Negeri Yogyakarta dengan dosen pembimbing Kun Setyaning
Astuti meneliti jejak Dinasti Syailendra di Kabupaten Temanggung, Jawa
Tengah.
"Lokasi yang diteliti meliputi kawasan Desa Wisata Tlahab, Canggal, Kruwisan, Paponan, dan Petarangan yang dikenal dengan kawasan Dewata Cengkar," kata Kun Setyaning Astuti di Yogyakarta, Senin.
Menurut dia, tim yang terdiri atas Hanifah Nurunnikmah, Nurullia Fitri Chandrawati, Rati Ayu Pratiwi, Tejo Mukti Wibowo, dan Fathimah Dayaning Pertiwi itu meneliti situs yang dilatarbelakangi "masterplan" pengembangan Taman Syailendra di daerah tersebut.
"Didorong oleh rasa ingin tahu kebenaran keyakinan bahwa masyarakat daerah Dewata Cengkar merupakan wilayah kekuasaan Dinasti Syailendra, tim PKM yang didanai Dikti 2016 melakukan penelusuran jejak Dinasti Syailendra di Kabupaten Temanggung dan Wonosobo," katanya.
Hal itu didasari pemikiran bahwa kedua wilayah tersebut mempunyai kebudayaan yang sama dan dimungkinkan bahwa batas wilayah pada masa Syailendra berbeda dengan batas wilayah saat ini sehingga kabupaten Temanggung dan Wonosobo dahulu adalah satu wilayah.
"Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan metode etnografi. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi, wawancara mendalam, studi pustaka, dan teknik dokumentasi," katanya.
Menurut dia, observasi dilakukan pada peninggalan-peninggalan kuno yang banyak dijumpai di daerah tersebut, seperti Watu Ambal berupa tangga berundak 99, lingga dan yoni.
Selain itu, Prasasti Gondosuli, Patung Nandhi di reruntuhan candi dekat Prasasti Gondosuli, Candi Pring Apus, dan candi yang baru ditemukan di daerah Liyangan yang diperkirakan seluas 24 hektare dan berusia lebih tua jika dibandingkan Candi Borobudur.
Ia mengatakan, hasil penelitian sementara menunjukkan bahwa masyarakat Kecamatan Kledung memang merupakan keturunan Syailendra.
Hal itu ditunjukan oleh adanya seni tradisional yang melambangkan perkembangan Dinasti Syailendra, adanya adat masyarakat Kledung yang melambangkan budaya Syailendra, dan cerita legenda yang berkembang di masyarakat secara turun-temurun.
Selain itu juga ada benda-benda yang dimiliki masyarakat yang dianggap keramat seperti Kalung Budho dan Ondho Budho.
Namun, kata dia, berdasarkan peninggalan-peninggalan kuno yang dijumpai di daerah tersebut menunjukkan bahwa Dinasti Sanjaya mempunyai pengaruh yang lebih besar.
"Hal itu ditunjukkan dengan ditemukannya lingga dan yoni, patung Nandhi, arca Ganesha, dan patung Siwa yang lebih banyak dijumpai di daerah tersebut," katanya.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Lokasi yang diteliti meliputi kawasan Desa Wisata Tlahab, Canggal, Kruwisan, Paponan, dan Petarangan yang dikenal dengan kawasan Dewata Cengkar," kata Kun Setyaning Astuti di Yogyakarta, Senin.
Menurut dia, tim yang terdiri atas Hanifah Nurunnikmah, Nurullia Fitri Chandrawati, Rati Ayu Pratiwi, Tejo Mukti Wibowo, dan Fathimah Dayaning Pertiwi itu meneliti situs yang dilatarbelakangi "masterplan" pengembangan Taman Syailendra di daerah tersebut.
"Didorong oleh rasa ingin tahu kebenaran keyakinan bahwa masyarakat daerah Dewata Cengkar merupakan wilayah kekuasaan Dinasti Syailendra, tim PKM yang didanai Dikti 2016 melakukan penelusuran jejak Dinasti Syailendra di Kabupaten Temanggung dan Wonosobo," katanya.
Hal itu didasari pemikiran bahwa kedua wilayah tersebut mempunyai kebudayaan yang sama dan dimungkinkan bahwa batas wilayah pada masa Syailendra berbeda dengan batas wilayah saat ini sehingga kabupaten Temanggung dan Wonosobo dahulu adalah satu wilayah.
"Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan metode etnografi. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi, wawancara mendalam, studi pustaka, dan teknik dokumentasi," katanya.
Menurut dia, observasi dilakukan pada peninggalan-peninggalan kuno yang banyak dijumpai di daerah tersebut, seperti Watu Ambal berupa tangga berundak 99, lingga dan yoni.
Selain itu, Prasasti Gondosuli, Patung Nandhi di reruntuhan candi dekat Prasasti Gondosuli, Candi Pring Apus, dan candi yang baru ditemukan di daerah Liyangan yang diperkirakan seluas 24 hektare dan berusia lebih tua jika dibandingkan Candi Borobudur.
Ia mengatakan, hasil penelitian sementara menunjukkan bahwa masyarakat Kecamatan Kledung memang merupakan keturunan Syailendra.
Hal itu ditunjukan oleh adanya seni tradisional yang melambangkan perkembangan Dinasti Syailendra, adanya adat masyarakat Kledung yang melambangkan budaya Syailendra, dan cerita legenda yang berkembang di masyarakat secara turun-temurun.
Selain itu juga ada benda-benda yang dimiliki masyarakat yang dianggap keramat seperti Kalung Budho dan Ondho Budho.
Namun, kata dia, berdasarkan peninggalan-peninggalan kuno yang dijumpai di daerah tersebut menunjukkan bahwa Dinasti Sanjaya mempunyai pengaruh yang lebih besar.
"Hal itu ditunjukkan dengan ditemukannya lingga dan yoni, patung Nandhi, arca Ganesha, dan patung Siwa yang lebih banyak dijumpai di daerah tersebut," katanya.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016