Denpasar (Antara Bali) - Ketua Dewan Pengurus Daerah PDIP Bali Wayan Koster menyatakan siap menghadapi gugatan hukum Wayan Disel Astawa yang dipecat dari keanggotaan partai.
"Kami tidak gentar dengan gugatan hukum yang dilakukan saudara Wayan Disel Astawa. Itu adalah hak pribadi yang bersangkutan menempuh jalur hukum," kata Koster saat dikonfirmasi, Rabu.
Menurut Koster, Disel dipecat karena melawan intruksi partai pada Pilkada Badung tahun lalu. Proses pemecatan anggota Komisi III DPRD Bali ini sudah melalui prosedur sesuai AD/ART partai, seperti melalui investigasi dan sidang kehormatan partai.
Pihaknya mengambil sikap tegas tersebut untuk menjaga kewibawaan partai politik, dan memberi pelajaran kepada kader yang lainnya agar tidak melanggar aturan partai.
"Sebelum mengeluarkan surat keputusan (SK) pemecatan, sudah dilakukan investigas, dan diputuskan melalui sidang kehormatan partai. Proses pemecatan sudah sesuai prosedur dan AD/ART partai," kata Koster menegaskan.
Koster mengatakan, pemecatan Disel Astawa tidak ada kaitan dengan hasil perolehan suara pasangan calon yang diusung PDIP, Nyoman Giri Prasta-Wayan Suiasa (Giriasa) di TPS dan daerah pemilihan Wayan Disel.
Menurut Koster, kemenangan Giriasa di Dapil Disel bukan karena perjuangan Disel. "Pasangan Giriasa memang menang di desanya Disel. Di sana menang karena Ketua PAC PDIP Badung bersama kader lain bekerja maksimal, bukan karena Disel yang bekerja," katanya.
Ia mengatakan, Disel dipecat karena membelot dan secara aktif dengan timnya memenangkan pasangan lawan, padahal sudah dipanggil sebanyak dua kali untuk mengikuti garis partai, malah dia ngotot mau mengalahkan pasangan Giriasa, yang melawan instruksi Ketua Umum PDIP sehingga harus dipecat.
Sebelumnya, Disel membantah keras tuduhan pembelotan saat Pilkada Badung tahun 2015 sebagai alasan pemecatan dirinya.
Disel menjelaskan dalam perhelatan Pilkada Badung itu, setiap anggota partai menandatangani pakta integritas. Isinya, setiap anggota berkewajiban memenangkan pasangan calon yang diusung PDIP, paket Giriasa, di wilayah dapil masing-masing dengan ketentuan, apabila kalah akan mendapatkan sanksi pemecatan, dan apabila menang akan mendapat penghargaan.
Pakta Integritas itu ditandatangani Disel dihadapan Ketua DPD PDIP Bali. "Faktanya, Paket Giriasa menang di TPS saya, di Desa dan di dapil saya. Saya seharusnya mendapat penghargaan, bukan malah dipecat," ujarnya.
Disel membeberkan salah satu kisah perjuangannya memenangkan Paket Giriasa menjelang Pilkada. Ketika itu, Disel mengikuti upacara adat berupa "ngaben" besar mulai September hingga awal Desember 2015.
Disel menegaskan, kendati sedang ada upacara adat, dirinya tetap melaksanakan kewajibannya sebagai kader untuk melakanakan instruksi partainya dengan mengikuti setiap rapat yang dilaksanakan oleh DPC PDIP Badung dan DPD PDIP Bali.
"Ini dibuktikan dengan kemenangan di TPS dan Dapil Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan. Alasan pemecatan saya itu tak punya dasar hukum, hanya berdasarkan asumsi," ujarnya.
Disel menegaskan tidak bisa menerima pemecatan sebagai anggota partai dan kedudukannya sebagai anggota DPRD Bali, sebab proses pemecatan itu tanpa mekanisme partai termasuk AD/ART partai, dan bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, yaitu UU Nomor 2 Tahun 2008 yang direvisi dengan UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, serta UU Nomor 27 Tahun 2014 tentang MPR, DPR,DPD dan DPRD dengan PP Nomor 16 Tahun 2010.
Disel menduga ada rekayasa terstruktur, sistemik dan masif oleh oknum PDIP untuk memecatnya. Ia dizolimi oleh oknum partai tersebut.
Ia menuding pihak yang merekayasa pemecatannya merupakan oknum yang egosentris, mau memenangkan diri sendiri dan tidak mementingkan kebesaran partai, tapi justru tega melakukan perbuatan melawan hukum.
Dalam gugatannya ke PN Denpasar, Disel meminta majelis hakim menyatakan SK pemecatannya tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengembalikan haknya sebagai anggota PDIP dalam kedudukannya sebagai anggota DPRD Bali periode 2014-2019 dan menyatakan usulan pengajuan PAW (pergantian antarwaktu).
Selain itu, Disel meminta majelis hakim menghukum para tergugat untuk membayar kerugian kepadanya sejumlah Rp35 miliar setelah perkara tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap, dan menghukum para tergugat untuk membayar paksa (dwangsoon) sebesar Rp5 juta setiap harinya apabila lalai melaksanakan putusan tersebut. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Kami tidak gentar dengan gugatan hukum yang dilakukan saudara Wayan Disel Astawa. Itu adalah hak pribadi yang bersangkutan menempuh jalur hukum," kata Koster saat dikonfirmasi, Rabu.
Menurut Koster, Disel dipecat karena melawan intruksi partai pada Pilkada Badung tahun lalu. Proses pemecatan anggota Komisi III DPRD Bali ini sudah melalui prosedur sesuai AD/ART partai, seperti melalui investigasi dan sidang kehormatan partai.
Pihaknya mengambil sikap tegas tersebut untuk menjaga kewibawaan partai politik, dan memberi pelajaran kepada kader yang lainnya agar tidak melanggar aturan partai.
"Sebelum mengeluarkan surat keputusan (SK) pemecatan, sudah dilakukan investigas, dan diputuskan melalui sidang kehormatan partai. Proses pemecatan sudah sesuai prosedur dan AD/ART partai," kata Koster menegaskan.
Koster mengatakan, pemecatan Disel Astawa tidak ada kaitan dengan hasil perolehan suara pasangan calon yang diusung PDIP, Nyoman Giri Prasta-Wayan Suiasa (Giriasa) di TPS dan daerah pemilihan Wayan Disel.
Menurut Koster, kemenangan Giriasa di Dapil Disel bukan karena perjuangan Disel. "Pasangan Giriasa memang menang di desanya Disel. Di sana menang karena Ketua PAC PDIP Badung bersama kader lain bekerja maksimal, bukan karena Disel yang bekerja," katanya.
Ia mengatakan, Disel dipecat karena membelot dan secara aktif dengan timnya memenangkan pasangan lawan, padahal sudah dipanggil sebanyak dua kali untuk mengikuti garis partai, malah dia ngotot mau mengalahkan pasangan Giriasa, yang melawan instruksi Ketua Umum PDIP sehingga harus dipecat.
Sebelumnya, Disel membantah keras tuduhan pembelotan saat Pilkada Badung tahun 2015 sebagai alasan pemecatan dirinya.
Disel menjelaskan dalam perhelatan Pilkada Badung itu, setiap anggota partai menandatangani pakta integritas. Isinya, setiap anggota berkewajiban memenangkan pasangan calon yang diusung PDIP, paket Giriasa, di wilayah dapil masing-masing dengan ketentuan, apabila kalah akan mendapatkan sanksi pemecatan, dan apabila menang akan mendapat penghargaan.
Pakta Integritas itu ditandatangani Disel dihadapan Ketua DPD PDIP Bali. "Faktanya, Paket Giriasa menang di TPS saya, di Desa dan di dapil saya. Saya seharusnya mendapat penghargaan, bukan malah dipecat," ujarnya.
Disel membeberkan salah satu kisah perjuangannya memenangkan Paket Giriasa menjelang Pilkada. Ketika itu, Disel mengikuti upacara adat berupa "ngaben" besar mulai September hingga awal Desember 2015.
Disel menegaskan, kendati sedang ada upacara adat, dirinya tetap melaksanakan kewajibannya sebagai kader untuk melakanakan instruksi partainya dengan mengikuti setiap rapat yang dilaksanakan oleh DPC PDIP Badung dan DPD PDIP Bali.
"Ini dibuktikan dengan kemenangan di TPS dan Dapil Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan. Alasan pemecatan saya itu tak punya dasar hukum, hanya berdasarkan asumsi," ujarnya.
Disel menegaskan tidak bisa menerima pemecatan sebagai anggota partai dan kedudukannya sebagai anggota DPRD Bali, sebab proses pemecatan itu tanpa mekanisme partai termasuk AD/ART partai, dan bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, yaitu UU Nomor 2 Tahun 2008 yang direvisi dengan UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, serta UU Nomor 27 Tahun 2014 tentang MPR, DPR,DPD dan DPRD dengan PP Nomor 16 Tahun 2010.
Disel menduga ada rekayasa terstruktur, sistemik dan masif oleh oknum PDIP untuk memecatnya. Ia dizolimi oleh oknum partai tersebut.
Ia menuding pihak yang merekayasa pemecatannya merupakan oknum yang egosentris, mau memenangkan diri sendiri dan tidak mementingkan kebesaran partai, tapi justru tega melakukan perbuatan melawan hukum.
Dalam gugatannya ke PN Denpasar, Disel meminta majelis hakim menyatakan SK pemecatannya tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengembalikan haknya sebagai anggota PDIP dalam kedudukannya sebagai anggota DPRD Bali periode 2014-2019 dan menyatakan usulan pengajuan PAW (pergantian antarwaktu).
Selain itu, Disel meminta majelis hakim menghukum para tergugat untuk membayar kerugian kepadanya sejumlah Rp35 miliar setelah perkara tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap, dan menghukum para tergugat untuk membayar paksa (dwangsoon) sebesar Rp5 juta setiap harinya apabila lalai melaksanakan putusan tersebut. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016