Denpasar (Antara Bali) - Lembaga swadaya masyarakat ForBali mendesak Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) bersikap tegas terhadap penolakan pembanguan reklamasi Teluk Benoa, Kabupaten Badung.
Koordinator Devisi Teknis ForBali Nyoman Mardika kepada media di Denpasar, Selasa mengatakan sebagai lembaga tertinggi umat Hindu harus bersikap tegas terhadap wilayah Teluk Benoa adalah kawasan yang disucikan.
"Kawasan suci di Pulau Bali sudah menjadi landasan dalam kehidupan masyarakat, sehingga harus diamankan dan dilestarikan dari pada hanya kepentingan investor semata. Apalagi desakan dari desa pakraman yang tergabung dalam `Pasubayan Desa Pakraman Bali` sudah jelas menolak reklamasi itu," katanya.
Ia mengatakan semestinya lembaga PHDI ada ketegasan dalam penolakan reklamasi Teluk Benoa dengan alasan budaya dan kepercayaan. Dan segera pemerintah mencabut Perpres Nomor 51 Tahun 2014.
"Begitu juga seorang pemimpin negara harus memikirkan kepentingan lebih besar, dalam hal ini desakan masyarakat setempat.
Karena penolakan reklamasi yang dilakukan oleh investor pasti punya alasan lebih besar pula," ujar pegiat LSM tersebut.
Mardika mengatakan pihaknya juga sudah melakukan kajian melalui tim kajian secara planologi dan budaya, bahwa kawasan Teluk Benoa adalah kawasan suci, dan merupakan bagian perjalanan suci Danghyang Nirata.
"Oleh karena itu tim riset menyimpulkan ada 70 titik kawasan suci, baik itu pura maupun `campuhan` atau pertemuan air sungai dari hulu bermuara di Teluk Benoa," ucapnya.
Selain itu, kata dia, dalam Perda Rencana Tata Ruang Provinsi (RTRWP) Bali, kawasan itu juga termasuk kawasan suci.
"Jadi Perda RTWP Bali sudah sangat jelas menyebutkan kawasan yang disucikan. Kalau memang investor berniat membangun Bali, mengapa tidak mencari kawasan alternatif lain, seperti di Kabupaten Jembrana, Karangasem dan Buleleng," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
Koordinator Devisi Teknis ForBali Nyoman Mardika kepada media di Denpasar, Selasa mengatakan sebagai lembaga tertinggi umat Hindu harus bersikap tegas terhadap wilayah Teluk Benoa adalah kawasan yang disucikan.
"Kawasan suci di Pulau Bali sudah menjadi landasan dalam kehidupan masyarakat, sehingga harus diamankan dan dilestarikan dari pada hanya kepentingan investor semata. Apalagi desakan dari desa pakraman yang tergabung dalam `Pasubayan Desa Pakraman Bali` sudah jelas menolak reklamasi itu," katanya.
Ia mengatakan semestinya lembaga PHDI ada ketegasan dalam penolakan reklamasi Teluk Benoa dengan alasan budaya dan kepercayaan. Dan segera pemerintah mencabut Perpres Nomor 51 Tahun 2014.
"Begitu juga seorang pemimpin negara harus memikirkan kepentingan lebih besar, dalam hal ini desakan masyarakat setempat.
Karena penolakan reklamasi yang dilakukan oleh investor pasti punya alasan lebih besar pula," ujar pegiat LSM tersebut.
Mardika mengatakan pihaknya juga sudah melakukan kajian melalui tim kajian secara planologi dan budaya, bahwa kawasan Teluk Benoa adalah kawasan suci, dan merupakan bagian perjalanan suci Danghyang Nirata.
"Oleh karena itu tim riset menyimpulkan ada 70 titik kawasan suci, baik itu pura maupun `campuhan` atau pertemuan air sungai dari hulu bermuara di Teluk Benoa," ucapnya.
Selain itu, kata dia, dalam Perda Rencana Tata Ruang Provinsi (RTRWP) Bali, kawasan itu juga termasuk kawasan suci.
"Jadi Perda RTWP Bali sudah sangat jelas menyebutkan kawasan yang disucikan. Kalau memang investor berniat membangun Bali, mengapa tidak mencari kawasan alternatif lain, seperti di Kabupaten Jembrana, Karangasem dan Buleleng," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016