Denpasar (Antara Bali) - Gubernur Bali Made Mangku Pastika meminta masyarakat yang menyampaikan pendapat terkait rencana revitalisasi Teluk Benoa, Kabupaten Badung, agar mengedepankan hati yang jernih.
"Saya harapkan, masyarakat bisa bertemu di sini, bicara dengan hati yang jernih, pakedek pakenyung (tertawa tersenyum bersama) seperti orang Bali pada umumnya. Hindari adu argumen yang keras, karena semakin keras kita bicara, semakin tidak ada yang mau dengar," kata Pastika saat berorasi pada Podium Bali Bebas Bicara Apa Saja (PB3AS) di Denpasar, Minggu.
Berbeda dengan ajang PB3AS minggu sebelumnya, untuk kali ini yang mempertemukan para pendukung dan penolak revitalisasi Teluk Benoa, tidak sedemikian seramai.
Pastika menyayangkan hal tersebut dan berharap agar kedua belah pihak yang menyatakan pro dan kontra revitalisasi Teluk Benoa bisa bertemu kembali di podium ini dan menyampaikan pendapatnya dengan pikiran yang jernih.
Dia kembali mengingatkan bahwa menghadirkan podium tersebut adalah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat Bali untuk menyatakan pendapatnya.
Menurutnya, semakin banyak yang memberikan pendapat, maka podium ini akan semakin bermutu dan makin tersaring mana pembicara bagus yang akan menjadi investasi Bali ke depan. "Stop bicara dengan emosional, karena tidak akan memberikan efek apa-apa," ucapnya.
Mengenai masukan agar revitalisasi Teluk Benoa dilakukan oleh pemerintah, tanpa ada campur tangan investor, Pastika sangat mengapresiasi. Namun,kendala biaya masih menjadi faktor utama.
"APBD kita saat ini Rp5,5 triliun, dari Rp1,5 triliun ketika saya baru menjabat gubernur di tahun 2008. Sebanyak 20 persen dari total APBD harus dialokasikan untuk pendidikan dan itu amanat UU, 20 persen sisanya untuk gaji, 20 persen lagi untuk kesehatan, 10 persen untuk infrastruktur, 10 persen untuk sharing dana ke kabupaten kota. Dan sisa 20 persen untuk menggerakkan program Bali Mandara, seperti Simantri, bedah rumah, Gerbangsadu, beserta BKK dan hibah ke desa pekraman dan subak, itulah perputaran uang kita," ujarnya.
Untuk itu, dia mengajak masyarakat untuk bicarakan rencana ini dengan mengedepankan logika. Mengenai wacana penghentian investasi di Bali, Pastika memilih untuk berpikir lebih jauh dan matang.
"Stop investasi berarti stop pembangunan, stop infrastruktur, maka stop juga lapangan kerja sehingga pendapatan masyarakat juga berkurang, itu salah satu dampaknya, maka pikirkan sekali lagi," ucapnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Saya harapkan, masyarakat bisa bertemu di sini, bicara dengan hati yang jernih, pakedek pakenyung (tertawa tersenyum bersama) seperti orang Bali pada umumnya. Hindari adu argumen yang keras, karena semakin keras kita bicara, semakin tidak ada yang mau dengar," kata Pastika saat berorasi pada Podium Bali Bebas Bicara Apa Saja (PB3AS) di Denpasar, Minggu.
Berbeda dengan ajang PB3AS minggu sebelumnya, untuk kali ini yang mempertemukan para pendukung dan penolak revitalisasi Teluk Benoa, tidak sedemikian seramai.
Pastika menyayangkan hal tersebut dan berharap agar kedua belah pihak yang menyatakan pro dan kontra revitalisasi Teluk Benoa bisa bertemu kembali di podium ini dan menyampaikan pendapatnya dengan pikiran yang jernih.
Dia kembali mengingatkan bahwa menghadirkan podium tersebut adalah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat Bali untuk menyatakan pendapatnya.
Menurutnya, semakin banyak yang memberikan pendapat, maka podium ini akan semakin bermutu dan makin tersaring mana pembicara bagus yang akan menjadi investasi Bali ke depan. "Stop bicara dengan emosional, karena tidak akan memberikan efek apa-apa," ucapnya.
Mengenai masukan agar revitalisasi Teluk Benoa dilakukan oleh pemerintah, tanpa ada campur tangan investor, Pastika sangat mengapresiasi. Namun,kendala biaya masih menjadi faktor utama.
"APBD kita saat ini Rp5,5 triliun, dari Rp1,5 triliun ketika saya baru menjabat gubernur di tahun 2008. Sebanyak 20 persen dari total APBD harus dialokasikan untuk pendidikan dan itu amanat UU, 20 persen sisanya untuk gaji, 20 persen lagi untuk kesehatan, 10 persen untuk infrastruktur, 10 persen untuk sharing dana ke kabupaten kota. Dan sisa 20 persen untuk menggerakkan program Bali Mandara, seperti Simantri, bedah rumah, Gerbangsadu, beserta BKK dan hibah ke desa pekraman dan subak, itulah perputaran uang kita," ujarnya.
Untuk itu, dia mengajak masyarakat untuk bicarakan rencana ini dengan mengedepankan logika. Mengenai wacana penghentian investasi di Bali, Pastika memilih untuk berpikir lebih jauh dan matang.
"Stop investasi berarti stop pembangunan, stop infrastruktur, maka stop juga lapangan kerja sehingga pendapatan masyarakat juga berkurang, itu salah satu dampaknya, maka pikirkan sekali lagi," ucapnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016