Jakarta (Antara Bali) - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana meminta pemerintah Indonesia untuk memperingatkan China dalam sengketa Laut China Selatan dengan menegaskan bahwa Indonesia bisa menarik diri sebagai mediator yang jujur dalam sengketa di laut itu bila pemerintah China bila kembali melanggar teritorial Indonesia.
"Pemerintah Indonesia juga harus memberikan peringatan kepada Pemerintah China agar kejadian serupa tidak terulang," kata Hikmahanto menyangkut insiden masuknya kapal penjaga pantai China dan kapal berbendera China KM Kway Fey 10078 di perairan Natuna, pada peluncuran sebuah buku di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, insiden yang terjadi di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di mana kapal berbendera China yang sedang ditarik otoritas Indonesia (Kementerian Kelautan Kelautan dan Perikanan/KKP) ke wilayah laut teritorial kemudian kapal berbendera China itu ditubruk oleh kapal penjaga pantai China harus disikapi tegas oleh pemerintah Indonesia.
Hikmahanto menegaskan, alasan China bahwa kapalnya menangkap ikan di perairan tradisional (traditional fishing ground) tidak dapat dibenarkan karena Konvensi Hukum Laut PBB tidak mengenal istilah itu, melainkan traditional fishing right.
"Ini pun diberlakukan atas wilayah tertentu yang disepakati antarnegara berdasarkan suatu perjanjian antarnegara. Sejauh ini Indonesia hanya mempunyai perjanjian tersebut dengan Malaysia, tidak dengan China," ujar Hikmahanto.
Ia menyayangkan pemerintah China justru melindungi kapal-kapal nelayan mereka yang mencuri ikan di wilayah laut Indonesia dan menyebut insiden ini akan mempengaruhi hubungan baik antara kedua negara.
"Bahkan pemerintah Indonesia dapat melakukan evaluasi atas kerja sama ekonomi kedua negara termasuk soal pembangunan infrastruktur dan dana pinjaman untuk itu. Dengan adanya kerja sama tersebut, China sangat diuntungkan," kata Hikmahanto.
Dia menegaskan China membutuhkan Indonesia dalam sengketa Laut China Selatan mengingat China hanya sendirian.
"Kalau China kembali merugikan Indonesia seperti insiden yang terjadi, maka rakyat Indonesia tidak akan tinggal diam. Kalau rakyat sudah marah, maka pemerintah bisa mengubah kebijakan luar negerinya dengan China, meski pemerintah Indonesia ingin bersahabat dengan China," tegas Hikmahanto.
Sabtu pekan lalu, Kementerian Kelautan dan Perikanan mendeteksi pergerakan kapal yang diduga menangkap ikan secara ilegal di perairan Natuna. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Pemerintah Indonesia juga harus memberikan peringatan kepada Pemerintah China agar kejadian serupa tidak terulang," kata Hikmahanto menyangkut insiden masuknya kapal penjaga pantai China dan kapal berbendera China KM Kway Fey 10078 di perairan Natuna, pada peluncuran sebuah buku di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, insiden yang terjadi di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di mana kapal berbendera China yang sedang ditarik otoritas Indonesia (Kementerian Kelautan Kelautan dan Perikanan/KKP) ke wilayah laut teritorial kemudian kapal berbendera China itu ditubruk oleh kapal penjaga pantai China harus disikapi tegas oleh pemerintah Indonesia.
Hikmahanto menegaskan, alasan China bahwa kapalnya menangkap ikan di perairan tradisional (traditional fishing ground) tidak dapat dibenarkan karena Konvensi Hukum Laut PBB tidak mengenal istilah itu, melainkan traditional fishing right.
"Ini pun diberlakukan atas wilayah tertentu yang disepakati antarnegara berdasarkan suatu perjanjian antarnegara. Sejauh ini Indonesia hanya mempunyai perjanjian tersebut dengan Malaysia, tidak dengan China," ujar Hikmahanto.
Ia menyayangkan pemerintah China justru melindungi kapal-kapal nelayan mereka yang mencuri ikan di wilayah laut Indonesia dan menyebut insiden ini akan mempengaruhi hubungan baik antara kedua negara.
"Bahkan pemerintah Indonesia dapat melakukan evaluasi atas kerja sama ekonomi kedua negara termasuk soal pembangunan infrastruktur dan dana pinjaman untuk itu. Dengan adanya kerja sama tersebut, China sangat diuntungkan," kata Hikmahanto.
Dia menegaskan China membutuhkan Indonesia dalam sengketa Laut China Selatan mengingat China hanya sendirian.
"Kalau China kembali merugikan Indonesia seperti insiden yang terjadi, maka rakyat Indonesia tidak akan tinggal diam. Kalau rakyat sudah marah, maka pemerintah bisa mengubah kebijakan luar negerinya dengan China, meski pemerintah Indonesia ingin bersahabat dengan China," tegas Hikmahanto.
Sabtu pekan lalu, Kementerian Kelautan dan Perikanan mendeteksi pergerakan kapal yang diduga menangkap ikan secara ilegal di perairan Natuna. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016