Denpasar (Antara Bali) - Suasana Provinsi Bali sebagai daerah tujuan wisata mengalami gelap gulita tanpa penerangan setitik cahaya lampu yang bersinar saat umat Hindu menunaikan ibadah Tapa Brata Penyepian menyambut Tahun Baru Saka 1938, Rabu malam.

Salah satu dari empat pantangan yang dilakukan Umat Hindu pada hari peralihan tahun baru dari Tahun Saka 1937 ke 1938 itu, adalah amati geni yakni tidak menyalakan api maupun lampu penerangan listrik.

Prosesi itu membuat suasana gelap gulita terjadi di mana-mana, dan masyarakat sejak pagi hari telah mengurung diri dalam rumah masing-masing dengan melaksanakan empat pantangan.

Pantangan lainnya adalah amati karya (tidak bekerja dan aktivitas lainnya), amati lelungan (tidak bepergian), dan amati lelanguan (tidak mengumbar hawa nafsu, tanpa hiburan/bersenang-senang).

Pada malam kegelapan itu, petugas keamanan desa adat (pecalang) dan tokoh masyarakat masing-masing desa adat (pekraman) melakukan pemantauan untuk keamanan setempat.

Bali pada malam Hari Suci Nyepi menjadi gelap gulita, karena seluruh penerangan listrik dipadamkan, baik di jalan, maupun rumah-rumah penduduk yang jumlahnya 1,3 juta pelanggan.

Sedangkan semua hotel yang tersebar di kawasan Sanur, Kuta, Nusa Dua, dan pusat-pusat kawasan wisata lainnya di Bali jauh sebelumnya telah diimbau agar sedapat mungkin tidak menyalakan listrik yang sinarnya sampai memantul keluar.

Hampir tidak ada lampu yang menyala, hanya kegelapan dan kesunyian yang nyaris menjadikan Pulau Seribu Pura itu bagaikan pulau mati tanpa penghuni.

Kondisi demikian menambah kekhusukan umat Hindu melaksanakan Catur Tapa Brata Penyepian.

Semua itu, menurut Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali Prof Dr I Gusti Ngurah Sudiana, pada hakikatnya merupakan tuntunan untuk mengheningkan pikiran dengan mengendalikan api nafsu indria (keserakahan).

Umat Hindu wajib mematuhinya, dan umat lain diimbau dapat melakukan hal yang yang sama, namun kalau harus menyalakan lampu diharapkan tidak mencolok, yakni sinarnya tidak sampai menyorot ke luar rumah.

Menurut Deputi Manajer Komunikasi dan Bina Lingkungan PLN Distribusi Bali Gusti Ketut Putra, konsumen listrik di Bali pada hari Suci Nyepi kali ini turun sekitar 40 persen pada saat beban puncak pada hari-hari biasa sekitar 800 MW.

Beban puncak konsumsi listrik selama ini terjadi pada pukul 18.00-21.00 WITA, dan konsumsi listrik tertinggi terjadi di Kabupaten Badung.

Dengan penurunan konsumsi listrik sebesar 40 persen itu, berarti ada pengurangan konsumsi listrik hingga 320 MW.

Di sisi lain, Gusti Putra menjamin pasokan listrik di Bali saat Nyepi dalam kondisi aman sebesar 1.280 MW, dan pihaknya tidak akan melakukan pemadaman listrik bagi masyarakat.

Pemadaman listrik hanya dilakukan untuk lampu penerangan jalan, mengingat jika listrik di rumah tangga dipadamkan tentu bisa merusak alat-alat elektronik, katanya.

Kepala Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bali Gede Suarjana mengatakan saat Nyepi rata-rata terjadi penurunan emisi gas CO2 (karbondioksida) hingga 20 ribu ton ppm.

Emisi CO2, ujar dia, selama ini disumbang oleh asap kendaraan bermotor dari penggunaan bahan bakar minyak, sampah hingga kegiatan pembakaran yang lainnya seperti kegiatan memasak. (WDY)

Pewarta: Pewarta: I Ketut Sutika

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016