Denpasar (Antara Bali) - Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengingatkan para bupati/wali kota di daerah itu agar dalam membuat dan menjalankan program pemerintah harus terintegrasi sehingga dapat lebih cepat mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
"Yang menerima DIPA di Istana Negara itu saya, kemudian diteruskan ke SKPD dan bupati/wali kota di sini. Jadi setiap rupiah APBN dan APBD juga tanggung jawab saya, meskipun dijalankan oleh bupati atau wali kota," kata Pastika saat memimpin Rapat Evaluasi Program Pembangunan Semester II/2015, di Denpasar, Senin.
Dalam rapat tersebut, Pastika mengingatkan kembali posisi gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah untuk mengkoordinasikan sekaligus mengevaluasi seluruh pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota dan instansi vertikal yang ada di Provinsi Bali.
Orang nomor satu di Bali itupun mengatakan membutuhkan laporan penggunaan uang rakyat tersebut serta akan mengevaluasi sejauh mana efektivitas program yang telah berlangsung.
"Saya wajib tahu jalannya semua program, serta mengevaluasinya supaya tidak ada tumpang tindih juga. Jika program antara pusat, provinsi dan kabupaten tidak `nyambung`, tidak usah diteruskan, cuma `ngabisin` uang rakyat," ujar Pastika.
Dia juga menggarisbawahi beberapa butir penting yang menjadi pokok bahasan 2016. Tahun ini pemprov setempat memfokuskan pengembangan infrastruktur. Diantaranya pembangunan "shortcut" yang akan memperpendek jarak dan waktu dari Denpasar ke Singaraja begitu juga sebaliknya dengan total anggaran senilai Rp622 miliar.
Selain "shortcut", dalam bidang infrastruktur, Pemprov Bali juga sedang serius menggarap bandara baru yang rencananya akan dibangun di daerah Kubutambahan, Buleleng. Proyek yang diperkirakan memerlukan dana sebesar Rp30 triliun itu rencananya bekerja sama antara pemerintah, BUMN dan swasta.
Infrastruktur tahun ini digenjot dalam upaya untuk meminimalkan ketimpangan sosial antara Bali utara dan Bali selatan. "Jika jalannya bagus dan perekonomian berjalan, maka jarak ketimpangan sosial akan akan semakin menipis," ujarnya.
Selain masalah infrastruktur, dalam kesempatan itu, Pastika juga menitikberatkan masalah integrasi program Jaminan Kesehatan Bali Mandara ke Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola oleh BPJS dan implementasi UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah terkait pengelolaan SMA/SMK ke pemerintah provinsi.
Sementara itu, Kepala Bappeda Provinsi Bali Putu Astawa memaparkan permasalahan yang paling krusial dihadapi provinsi setempat pada 2015, yaitu masalah kesenjangan pembangunan di Bali.
Menurutnya rentang kesenjangan pembangunan sebesar 0,34 persen masih cukup tinggi yang secara tidak langsung menambah jumlah penduduk yang mencari kerja ke kota semakin meningkat.
Astawan menambahkan, berdasarkan data BPS terakhir, posisi Bali sebagai peringkat nomor 2 dengan tingkat kemiskinan terendah sudah turun menjadi peringkat nomor 4, persentase itu meningkat dari 4,74 persen menjadi 5,25 persen. Hal itu disebabkan oleh badai El Nino yang menyebabkan panen buruk.
Namun, lanjut dia, Bali masih bisa berbangga karena tetap menjadi provinsi dengan inflasi paling kecil di Indonesia sejak tahun 1986 yaitu hanya sebesar 2,75 persen jauh lebih rendah dari tingkat nasional sebesar 4,97 persen.
"Angka-angka tersebut memerlukan kerja sama dengan pemerintah kabupaten/kota untuk segera ditindaklanjuti," ujar Astawa. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Yang menerima DIPA di Istana Negara itu saya, kemudian diteruskan ke SKPD dan bupati/wali kota di sini. Jadi setiap rupiah APBN dan APBD juga tanggung jawab saya, meskipun dijalankan oleh bupati atau wali kota," kata Pastika saat memimpin Rapat Evaluasi Program Pembangunan Semester II/2015, di Denpasar, Senin.
Dalam rapat tersebut, Pastika mengingatkan kembali posisi gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah untuk mengkoordinasikan sekaligus mengevaluasi seluruh pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota dan instansi vertikal yang ada di Provinsi Bali.
Orang nomor satu di Bali itupun mengatakan membutuhkan laporan penggunaan uang rakyat tersebut serta akan mengevaluasi sejauh mana efektivitas program yang telah berlangsung.
"Saya wajib tahu jalannya semua program, serta mengevaluasinya supaya tidak ada tumpang tindih juga. Jika program antara pusat, provinsi dan kabupaten tidak `nyambung`, tidak usah diteruskan, cuma `ngabisin` uang rakyat," ujar Pastika.
Dia juga menggarisbawahi beberapa butir penting yang menjadi pokok bahasan 2016. Tahun ini pemprov setempat memfokuskan pengembangan infrastruktur. Diantaranya pembangunan "shortcut" yang akan memperpendek jarak dan waktu dari Denpasar ke Singaraja begitu juga sebaliknya dengan total anggaran senilai Rp622 miliar.
Selain "shortcut", dalam bidang infrastruktur, Pemprov Bali juga sedang serius menggarap bandara baru yang rencananya akan dibangun di daerah Kubutambahan, Buleleng. Proyek yang diperkirakan memerlukan dana sebesar Rp30 triliun itu rencananya bekerja sama antara pemerintah, BUMN dan swasta.
Infrastruktur tahun ini digenjot dalam upaya untuk meminimalkan ketimpangan sosial antara Bali utara dan Bali selatan. "Jika jalannya bagus dan perekonomian berjalan, maka jarak ketimpangan sosial akan akan semakin menipis," ujarnya.
Selain masalah infrastruktur, dalam kesempatan itu, Pastika juga menitikberatkan masalah integrasi program Jaminan Kesehatan Bali Mandara ke Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola oleh BPJS dan implementasi UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah terkait pengelolaan SMA/SMK ke pemerintah provinsi.
Sementara itu, Kepala Bappeda Provinsi Bali Putu Astawa memaparkan permasalahan yang paling krusial dihadapi provinsi setempat pada 2015, yaitu masalah kesenjangan pembangunan di Bali.
Menurutnya rentang kesenjangan pembangunan sebesar 0,34 persen masih cukup tinggi yang secara tidak langsung menambah jumlah penduduk yang mencari kerja ke kota semakin meningkat.
Astawan menambahkan, berdasarkan data BPS terakhir, posisi Bali sebagai peringkat nomor 2 dengan tingkat kemiskinan terendah sudah turun menjadi peringkat nomor 4, persentase itu meningkat dari 4,74 persen menjadi 5,25 persen. Hal itu disebabkan oleh badai El Nino yang menyebabkan panen buruk.
Namun, lanjut dia, Bali masih bisa berbangga karena tetap menjadi provinsi dengan inflasi paling kecil di Indonesia sejak tahun 1986 yaitu hanya sebesar 2,75 persen jauh lebih rendah dari tingkat nasional sebesar 4,97 persen.
"Angka-angka tersebut memerlukan kerja sama dengan pemerintah kabupaten/kota untuk segera ditindaklanjuti," ujar Astawa. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016