Denpasar (Antara Bali) - Berbagai menu tradisional Bali belakangan banyak diangkat dan dibangkitkan pelaku usaha kuliner dengan tujuan menyajikan makanan sehat sekaligus melestarikan budaya yang diwarisi dari nenek moyang.
"Kuliner tradisional Bali sengaja kami bangkitkan supaya tidak dilupakan masyarakat karena merupakan bagian dari budaya. Apalagi kandungan di dalam menu Bali kebanyakan ada unsur sayuran, sehingga lebih sehat dikonsumsi," ujar Made Mandra, pemilik usaha kuliner di kawasan Hayam Wuruk, Denpasar, Jumat.
Dia mengatakan, menu andalan yang menjadi pilihan favorit masyarakat di tempat usahanya adalah lawar biu batu. Dilengkapi nasi putih, sate lilit ikan, jejeruk, kerupuk ayam, jukut ares, kacang tanah dan sambal Bali, harga per porsi ini adalah Rp28 ribu.
Menu lain yang juga digemari adalah sup kepala ikan. Menggunakan ikan segar jenis bawal, baramundi dan jangki. Harga per porsi sup kepala ikan ialah Rp45 ribu.
"Kalau minuman, ada jenis khusus yakni cem-ceman dari daun-daunan yang sudah terbukti baik untuk kesehatan. Minuman ini kami datangkan dari Bangli," katanya.
Minuman cem-ceman ini disajikan dengan dicampur kelapa muda dan disukai pengunjung karena amat sesuai jika dinikmati dengan paket lawar biu batu.
Suasana lokasi usaha, lanjut Mandra, sengaja diformat sealami mungkin dan terletak di tengah pepohonan kamboja atau jepun. Sembari menikmati makanan pilihan, tentu bisa merasakan keasrian alam lingkungan yang semarak dengan bunga-bunga jepun yang bermekaran.
"Menu tradisional lebih sesuai jika dinikmati di tengah kebun. Konsep ini yang kami garap. Terbukti meski baru beberapa bulan buka, respon masyarakat sudah bagus," ujarnya.
Respon masyarakat, lanjutnya, sejauh ini termasuk positif karena dengan menikmati kuliner di tengah kebun, maka bisa membawa anggota keluarga dan anak-anak. Di mana anak-anak bebas bermain mengingat lahannya cukup lapang.
Dia meneruskan, hari-hari ramai jika musim liburan. Misalnya libur sekolah atau Sabtu - Minggu. Hari-hari biasa tetap ada pengunjung karena letaknya tidak berjauhan dari pusat kota dan perkantoran.
"Untuk omzet masih fluktuatif. Selanjutnya ada tambahan menu-menu tradisional baru agar pilihan kuliner masyarakat makin bertambah. Juga biar budaya kuliner tradisional tidak hilang," ucap dia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Kuliner tradisional Bali sengaja kami bangkitkan supaya tidak dilupakan masyarakat karena merupakan bagian dari budaya. Apalagi kandungan di dalam menu Bali kebanyakan ada unsur sayuran, sehingga lebih sehat dikonsumsi," ujar Made Mandra, pemilik usaha kuliner di kawasan Hayam Wuruk, Denpasar, Jumat.
Dia mengatakan, menu andalan yang menjadi pilihan favorit masyarakat di tempat usahanya adalah lawar biu batu. Dilengkapi nasi putih, sate lilit ikan, jejeruk, kerupuk ayam, jukut ares, kacang tanah dan sambal Bali, harga per porsi ini adalah Rp28 ribu.
Menu lain yang juga digemari adalah sup kepala ikan. Menggunakan ikan segar jenis bawal, baramundi dan jangki. Harga per porsi sup kepala ikan ialah Rp45 ribu.
"Kalau minuman, ada jenis khusus yakni cem-ceman dari daun-daunan yang sudah terbukti baik untuk kesehatan. Minuman ini kami datangkan dari Bangli," katanya.
Minuman cem-ceman ini disajikan dengan dicampur kelapa muda dan disukai pengunjung karena amat sesuai jika dinikmati dengan paket lawar biu batu.
Suasana lokasi usaha, lanjut Mandra, sengaja diformat sealami mungkin dan terletak di tengah pepohonan kamboja atau jepun. Sembari menikmati makanan pilihan, tentu bisa merasakan keasrian alam lingkungan yang semarak dengan bunga-bunga jepun yang bermekaran.
"Menu tradisional lebih sesuai jika dinikmati di tengah kebun. Konsep ini yang kami garap. Terbukti meski baru beberapa bulan buka, respon masyarakat sudah bagus," ujarnya.
Respon masyarakat, lanjutnya, sejauh ini termasuk positif karena dengan menikmati kuliner di tengah kebun, maka bisa membawa anggota keluarga dan anak-anak. Di mana anak-anak bebas bermain mengingat lahannya cukup lapang.
Dia meneruskan, hari-hari ramai jika musim liburan. Misalnya libur sekolah atau Sabtu - Minggu. Hari-hari biasa tetap ada pengunjung karena letaknya tidak berjauhan dari pusat kota dan perkantoran.
"Untuk omzet masih fluktuatif. Selanjutnya ada tambahan menu-menu tradisional baru agar pilihan kuliner masyarakat makin bertambah. Juga biar budaya kuliner tradisional tidak hilang," ucap dia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016