Jakarta (Antara Bali) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
menolak peraturan perundang-undangan tentang hukuman kebiri bagi pelaku
kejahanan seksual.
"Itu pelanggaran hak asasi manusia. Setidaknya terpidana harus dibina, bukan dikebiri," kata Wakil Ketua Internal Komnas HAM Siti Noor Laila di Jakarta Pusat, Senin.
Masalah kejahatan seksual terhadap anak sudah mencapai titik luar biasa dan memahami pula perlu ada langkah yang Iuar biasa untuk mengatasi masalah tersebut.
Namun, Komnas HAM mengingatkan bahwa perkembangan peradaban menuntun agar penghukuman tetap dilakukan dengan manusiawi dan diupayakan menjadi sebuah mekanisme rehabilitasi agar seseorang dapat kembali menjadi manusia yang utuh dan siap kembali dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.
Dengan demikian, pemberian hukuman, baik cara maupun tujuan, tetaplah harus berpedoman pada hak asasi manusia.
Hal tersebut berkaitan dengan rencana perubahan hukuman dengan penambahan kebiri pada pasal 81 dan 82.
"Etika dokter juga tidak bisa membenarkan sehingga lebih bijak untuk ditinjau ulang," katanya.
Pemberian hukuman melalui pengebirian dapat dikualifikasi sebagai penghukuman keji dan tidak manusiawi yang dengan demikian tidak sesuai dengan Konstitusi dan komitmen Indonesia dalam bidang hak asasi manusia.
Ketentuan Pasal 286 Ayat (2) Konstitusi Indonesia, kata Siti, menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk bebas dari penyikwan dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia.
Dengan demikian, hak tersebut merupakan hak yang bersifat konstitutusional dan pemajuan, perlindungan serta pemenuhannya menjadi komitmen kontituslional pula.
Menurut dia, Indonesia juga telah mengesahkan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Keji, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Itu pelanggaran hak asasi manusia. Setidaknya terpidana harus dibina, bukan dikebiri," kata Wakil Ketua Internal Komnas HAM Siti Noor Laila di Jakarta Pusat, Senin.
Masalah kejahatan seksual terhadap anak sudah mencapai titik luar biasa dan memahami pula perlu ada langkah yang Iuar biasa untuk mengatasi masalah tersebut.
Namun, Komnas HAM mengingatkan bahwa perkembangan peradaban menuntun agar penghukuman tetap dilakukan dengan manusiawi dan diupayakan menjadi sebuah mekanisme rehabilitasi agar seseorang dapat kembali menjadi manusia yang utuh dan siap kembali dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.
Dengan demikian, pemberian hukuman, baik cara maupun tujuan, tetaplah harus berpedoman pada hak asasi manusia.
Hal tersebut berkaitan dengan rencana perubahan hukuman dengan penambahan kebiri pada pasal 81 dan 82.
"Etika dokter juga tidak bisa membenarkan sehingga lebih bijak untuk ditinjau ulang," katanya.
Pemberian hukuman melalui pengebirian dapat dikualifikasi sebagai penghukuman keji dan tidak manusiawi yang dengan demikian tidak sesuai dengan Konstitusi dan komitmen Indonesia dalam bidang hak asasi manusia.
Ketentuan Pasal 286 Ayat (2) Konstitusi Indonesia, kata Siti, menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk bebas dari penyikwan dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia.
Dengan demikian, hak tersebut merupakan hak yang bersifat konstitutusional dan pemajuan, perlindungan serta pemenuhannya menjadi komitmen kontituslional pula.
Menurut dia, Indonesia juga telah mengesahkan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Keji, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016