Denpasar (Antara Bali) - Masyarakat Bali melakukan pemotongan ribuan ekor babi secara massal pada hari Penampahan Galungan, sehari menjelang hari raya umat Hindu terbesar di Pulau Dewata, Selasa.
Ribuan ekor babi yang dipotong dalam waktu bersamaan itu sebelumnya telah disiapkan dengan baik oleh masyarakat di masing-masing banjar (dusun), sehingga persediaan sangat mencukupi, demikian hasil pemantauan Antara di daerah pedesaan Kabupaten Tabanan dan Karangasem, Bali.
Babi yang siap potong dengan berat di atas 100 kg per ekor tersedia hampir secara merata di delapan kabupaten dan satu kota di Bali, sehingga menjelang Galungan tidak perlu terjadi perdagangan babi lintas kabupaten, walaupun ada persentasenya sangat kecil.
Pemerintah Kabupaten Tabanan, misalnya telah menjamin stabilitas harga daging babi seiring dengan meningkatnya kebutuhan umat Hindu menjelang Hari Raya Galungan tidak terjadi lonjakan yang signifikan.
Demikian pula kebutuhan daging babi untuk perayaan Hari Raya Galungan di Kabupaten Karangasem, terbilang surplus karena sejak enam bulan sebelumnya masyarakat sudah mempersiapkan dengan cara beternak di lingkuprumah tangga masing-masing.
Menurut Kepala Dinas Peternakan, Kelautan dan Perikanan (DPKP) Kabupaten Karangasem, I Ketut Artama, dari tahun ke tahun, nyaris masyarakat Karangasem tidak pernah mengalami kekurangan daging babi malahan berlebihan stoknya menjelang Galungan sehingga harga daging babi tidak mengalami lonjakan signifikan.
Menurut dia, sejak enam bulan sebelum hari raya, pada umumnya masyarakat sudah mempersiapkan dengan membeli bibit anakan babi untuk diternakkan di rumah.
"Jadi begitu hari raya, babi itu sudah cukup umur untuk dipotong dan dikonsumsi sebagai hidangan Galungan," katanya.
Sampai kini, lanjut dia, daerah sentra babi di Kabupaten Karangasem adalah Manggis dan Bebandem.
Pada dua daerah itu, mayoritas rumah tangga memiliki ternak babi antara 4-5 ekor.
Tak hanya untuk keperluan hari raya, babi pun dipandang memiliki nilai ekonomi yang potensial karena bisa dijual sewaktu-waktu jika ada kebutuhan mendadak.
"Harga babi per ekor dapat mencapai Rp3 juta, sehingga bisa dijual kalau ada kebutuhan mendesak. Kalau harga babi hidup di tingkat peternak saat ini mencapai Rp30 ribu per kilogram," ujar Artama.
Pemotongan bersama dengan istilah "mepatung" itu harganya akan jauh lebih murah dibanding membeli daging yang sudah bersiap di pasar-pasar tradisional.
Masyarakat Banjar Ole, Desa Marga Dauh Puri, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan sekitar 27 km barat laut Denpasar, misalnya melakukan pemotongan babi itu pada pagi hari, sehingga menjelang matahari terbit pemotongan itu sudah selesai.
Masing-masing Kepala Keluarga memperoleh bagian enam sampai tujuh kilogram daging babi itu selanjutnya bersama anggota keluarganya diolah dalam berbagai menu makanan khas Bali.
"Ada yang diolah menjadi lawar dan be balung untuk makan hari ini dan besok, maupun olahan urutan yang bisa tahan dalam beberapa hari hingga hari raya Kuningan," tutur Pan Santi (59), salah seorang warga setempat.
Ia menuturkan, seekor babi dengan berat 100 kg milik salah seorang warga dibeli secara patungan bersama sepuluh orang dengan pembagian sama rata.
Sementara masyarakat perkotaan, khususnya di Kota Denpasar hanya sebagian kecil yang melakukan pemotongan babi di rumah tangga.
Mereka kebanyakan membeli dalam bentuk daging babi yang sudah bersih siap diolah di pasar-pasar tradisional.
Masyarakat Bali, baik di kota maupun pedesaan pada hari Penampahan Galungan tetap melakukan tradisi "ngelawar" dan membuat aneka jenis masakan khas Bali. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
Ribuan ekor babi yang dipotong dalam waktu bersamaan itu sebelumnya telah disiapkan dengan baik oleh masyarakat di masing-masing banjar (dusun), sehingga persediaan sangat mencukupi, demikian hasil pemantauan Antara di daerah pedesaan Kabupaten Tabanan dan Karangasem, Bali.
Babi yang siap potong dengan berat di atas 100 kg per ekor tersedia hampir secara merata di delapan kabupaten dan satu kota di Bali, sehingga menjelang Galungan tidak perlu terjadi perdagangan babi lintas kabupaten, walaupun ada persentasenya sangat kecil.
Pemerintah Kabupaten Tabanan, misalnya telah menjamin stabilitas harga daging babi seiring dengan meningkatnya kebutuhan umat Hindu menjelang Hari Raya Galungan tidak terjadi lonjakan yang signifikan.
Demikian pula kebutuhan daging babi untuk perayaan Hari Raya Galungan di Kabupaten Karangasem, terbilang surplus karena sejak enam bulan sebelumnya masyarakat sudah mempersiapkan dengan cara beternak di lingkuprumah tangga masing-masing.
Menurut Kepala Dinas Peternakan, Kelautan dan Perikanan (DPKP) Kabupaten Karangasem, I Ketut Artama, dari tahun ke tahun, nyaris masyarakat Karangasem tidak pernah mengalami kekurangan daging babi malahan berlebihan stoknya menjelang Galungan sehingga harga daging babi tidak mengalami lonjakan signifikan.
Menurut dia, sejak enam bulan sebelum hari raya, pada umumnya masyarakat sudah mempersiapkan dengan membeli bibit anakan babi untuk diternakkan di rumah.
"Jadi begitu hari raya, babi itu sudah cukup umur untuk dipotong dan dikonsumsi sebagai hidangan Galungan," katanya.
Sampai kini, lanjut dia, daerah sentra babi di Kabupaten Karangasem adalah Manggis dan Bebandem.
Pada dua daerah itu, mayoritas rumah tangga memiliki ternak babi antara 4-5 ekor.
Tak hanya untuk keperluan hari raya, babi pun dipandang memiliki nilai ekonomi yang potensial karena bisa dijual sewaktu-waktu jika ada kebutuhan mendadak.
"Harga babi per ekor dapat mencapai Rp3 juta, sehingga bisa dijual kalau ada kebutuhan mendesak. Kalau harga babi hidup di tingkat peternak saat ini mencapai Rp30 ribu per kilogram," ujar Artama.
Pemotongan bersama dengan istilah "mepatung" itu harganya akan jauh lebih murah dibanding membeli daging yang sudah bersiap di pasar-pasar tradisional.
Masyarakat Banjar Ole, Desa Marga Dauh Puri, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan sekitar 27 km barat laut Denpasar, misalnya melakukan pemotongan babi itu pada pagi hari, sehingga menjelang matahari terbit pemotongan itu sudah selesai.
Masing-masing Kepala Keluarga memperoleh bagian enam sampai tujuh kilogram daging babi itu selanjutnya bersama anggota keluarganya diolah dalam berbagai menu makanan khas Bali.
"Ada yang diolah menjadi lawar dan be balung untuk makan hari ini dan besok, maupun olahan urutan yang bisa tahan dalam beberapa hari hingga hari raya Kuningan," tutur Pan Santi (59), salah seorang warga setempat.
Ia menuturkan, seekor babi dengan berat 100 kg milik salah seorang warga dibeli secara patungan bersama sepuluh orang dengan pembagian sama rata.
Sementara masyarakat perkotaan, khususnya di Kota Denpasar hanya sebagian kecil yang melakukan pemotongan babi di rumah tangga.
Mereka kebanyakan membeli dalam bentuk daging babi yang sudah bersih siap diolah di pasar-pasar tradisional.
Masyarakat Bali, baik di kota maupun pedesaan pada hari Penampahan Galungan tetap melakukan tradisi "ngelawar" dan membuat aneka jenis masakan khas Bali. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016