Pontianak (Antara Bali) - Joko (48) Koordinator Kelompok eks Gafatar di Desa Sedahan, Kabupaten Kayong Utara mengaku bingung mau tinggal dimana lagi, terkait desakan warga yang memaksa mereka tidak lagi tinggal di desa tersebut paling lama 1 X 24 jam sejak Senin (18/1).
"Kami menyerahkan keputusan kepada pemerintah, karena kami tidak tahu mau pindah kemana lagi, karena sudah tidak punya apa-apa lagi," kata Joko saat dihubungi di Sukadana, Selasa.
Menurut Joko, dirinya pindah dari Lampung lantaran ingin mengembangkan pertanian dari lahan yang ada di Kabupaten Kayong Utara.
Modal yang diperolehnya dari menjual lahan dan harta benda miliknya sudah digunakan untuk pindah dan bercocok tanam di Desa Sedahan. Namun saat ini dirinya bingung mau ke mana dan menggunakan dana dari mana untuk pindah.
"Kami ikut apa keputusan pak kades saja," ujarnya.
Sementara itu, di Kabupaten Mempawah, eks Gafatar juga membentuk kelompok tani yang diberi nama Pasir Sejahtera, tepatnya di Desa Pasir, Kecamatan Mempawah Hilir, Kabupaten Mempawah. Mereka datang sejak Juli 2015 dan membeli sejumlah lahan di desa tersebut.
Dalam surat tertulis yang dikirim atas nama koordinator Kelompok Tani Pasir Sejahtera, Dwi Adiyanto menyatakan, mereka telah melaksanakan berbagai tahapan, seperti perizinan, sosialisasi serta bersilaturahmi dengan warga dan pihak terkait.
Ia mempertanyakan tuntutan agar mereka harus hengkang dari areal tersebut. Seperti cara memobilisasi ratusan orang, kelanjutan hidup mereka kalau harus pindah sementara mereka tanpa pekerjaan, tabungan, rumah dan tanah pertanian untuk digarap.
Ia mengaku saat ini mereka dalam kondisi yang sudah sangat terbatas, dan yang dimiliki hanyalah tanah yang dihuni saat ini, sehingga berat untuk mengosongkan tanah yang sudah digarap tersebut.
Ketua RT 02 Desa Sedahan Rony Pasya salah satunya. "Mustahil mereka tidak bermodal, buktinya mereka bisa meminjamkan uang ke warga di sini, dan mereka mengolah lahan menggunakan eksavator, sehingga mustahil tidak bermodal," ujarnya.
Ada tiga unit alat berat di Dusun Segua, Desa Pampang Harapan yang digunakan untuk mengolah lahan. Bagi masyarakat lokal, hal itu menunjukkan bahwa masyarakat petani dari eks Gafatar merupakan kelompok dengan modal yang besar, katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Kami menyerahkan keputusan kepada pemerintah, karena kami tidak tahu mau pindah kemana lagi, karena sudah tidak punya apa-apa lagi," kata Joko saat dihubungi di Sukadana, Selasa.
Menurut Joko, dirinya pindah dari Lampung lantaran ingin mengembangkan pertanian dari lahan yang ada di Kabupaten Kayong Utara.
Modal yang diperolehnya dari menjual lahan dan harta benda miliknya sudah digunakan untuk pindah dan bercocok tanam di Desa Sedahan. Namun saat ini dirinya bingung mau ke mana dan menggunakan dana dari mana untuk pindah.
"Kami ikut apa keputusan pak kades saja," ujarnya.
Sementara itu, di Kabupaten Mempawah, eks Gafatar juga membentuk kelompok tani yang diberi nama Pasir Sejahtera, tepatnya di Desa Pasir, Kecamatan Mempawah Hilir, Kabupaten Mempawah. Mereka datang sejak Juli 2015 dan membeli sejumlah lahan di desa tersebut.
Dalam surat tertulis yang dikirim atas nama koordinator Kelompok Tani Pasir Sejahtera, Dwi Adiyanto menyatakan, mereka telah melaksanakan berbagai tahapan, seperti perizinan, sosialisasi serta bersilaturahmi dengan warga dan pihak terkait.
Ia mempertanyakan tuntutan agar mereka harus hengkang dari areal tersebut. Seperti cara memobilisasi ratusan orang, kelanjutan hidup mereka kalau harus pindah sementara mereka tanpa pekerjaan, tabungan, rumah dan tanah pertanian untuk digarap.
Ia mengaku saat ini mereka dalam kondisi yang sudah sangat terbatas, dan yang dimiliki hanyalah tanah yang dihuni saat ini, sehingga berat untuk mengosongkan tanah yang sudah digarap tersebut.
Ketua RT 02 Desa Sedahan Rony Pasya salah satunya. "Mustahil mereka tidak bermodal, buktinya mereka bisa meminjamkan uang ke warga di sini, dan mereka mengolah lahan menggunakan eksavator, sehingga mustahil tidak bermodal," ujarnya.
Ada tiga unit alat berat di Dusun Segua, Desa Pampang Harapan yang digunakan untuk mengolah lahan. Bagi masyarakat lokal, hal itu menunjukkan bahwa masyarakat petani dari eks Gafatar merupakan kelompok dengan modal yang besar, katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016