Denpasar (Antara Bali) - Ketua Pusat Penelitian (Puslit) Subak Universitas Udayana Prof Dr Wayan Windia sangat prihatin dengan ulah perusahaan daerah air minum (PDAM) yang mengambil air dari mata air padahal air itu untuk keperluan irigasi.

Kasus pengambilan air dengan proyek perpipaan itu terjadi dimana-mana di Bali khususnya di Tabanan dan Gianyar, kata Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Udayana itu di Denpasar, Sabtu.

Ia mengatakan di Tabanan, mata air Yeh Gembrong diambil untuk PDAM padahal air itu merupakan sumber air untuk semua subak yang mendapatkan air irigasi dari Yeh Ho.

Demikian juga Bendung Telaga Tunjung di Kabupaten Tabanan juga sangat merugikan petani yang ada di daerah tersebut.

"Terakhir pengambilan air oleh PDAM Gianyar di Tampaksiring, padahal air yang dimasukkan ke dalam proyek perpipaan itu adalah sumber air untuk Subak Pulagan dan Subak Kulub Atas serta Kulub Bawah," ujar Prof Windia.

Ketiga subak itu adalah warisan budaya dunia yang ditetapkan UNESCO tahun 2012 bersamaan dengan 14 subak di kawasan Catur Angga Batukaru Kabupaten Tabanan, sekaligus merupakan satu kesatuan dengan kawasan Pura Taman Ayun, Mengwi, Kabupaten Badung dan Pura Ulun Danu Batur, Kintamani, Kabupaten Bangli.

Ia mengharapkan PDAM, khususnya PDAM Gianyar untuk menghentikan kegiatannya untuk mengambil air dari sumbernya untuk pengairan irigasi subak.

Sementara Pekaseh Subak Pulagan Sang Nyoman Astita mengatakan bahwa subak sudah rela sumber airnya diambil lima liter/detik, namun PDAM mengambil air tersebut hingga 17 l/detik tanpa ada komunikasi dengan pihak subak.

Windia mengatakan bahwa boleh saja PDAM mengambil air namun tidak merugikan petani dan subak.

"Jangan seenaknya" kata Windia.

Pelayanan PDAM harus disesuaikan dengan kapasitas air yang tersedia sehingga petani tidak dikalahkan terus menerus.

Ia mengatakan petani dan subak sudah sangat tersisihkan karena pajak bumi dan bangunan (PBB) yang harus dibayar tinggo, air yang mengalir ke sawah penuh dengan polusi, airnya direbut oleh PDAM dan sektor lainnya.

Selain itu saluran irigasi banyak ditutup oleh investor yang membangun properti.

Prof Windia juga mendapat keluhan dari Pekaseh Subak Jatiluwih, Nyoman Sutama bahwa sawahnya saat ini sedang kekeringan.

Oleh karenanya, Windia meminta perhatian dari pihak terkait karena kawasan itu adalah kawasan Warisan Budaya Dunia (WBD).

Windia meminta agar pemerintah bertanggungjawab terhadap jaminan pihak subak WBD untuk mendapatkan air irigasi.

Kalau tidak, maka WBD ada dalam ancaman bahaya, ujar Prof Windia. (WDY)

Pewarta: Pewarta: I Ketut Sutika

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016