Sebagai daerah tujuan wisata, Bali identik dengan gemerincingan dolar yang dibelanjakan wisatawan mancanegara saat berliburan sambil menikmati panorama alam dan keunikan seni budaya Bali.

Keunikan budaya dan masyarakat Bali yang menarik wisatawan mancanegara itu mengesankan masyarakat setempat hidup sejahtera, namun hal itu tidak sepenuhnya sesuai kenyataan di tengah-tengah kehidupan masyarakat.

Hal itu, karena kantong-kantong kemiskinan masih terdapat di sejumlah banjar dan desa pada delapan kabupaten dan kota di Bali.

Kantong-kantong kemiskinan tersebut sebagian besar dihuni para petani, peternak maupun nelayan yang bermukim di daerah pesisir.

"Meskipun kawasan pantai sebagai besar berkembang menjadi kawasan wisata dengan sarana dan prasarana pendukung yang memadai, bahkan puluhan hotel dan restoran yang berjejer di sepanjang pantai itu ternyata masih `menyimpan` keluarga-keluarga miskin yang tidak berdaya dalam bidang ekonomi," tutur Gubernur Bali Made Mangku Pastika.

Ketika memberikan penekanan kepada seluruh pimpinan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dalam memasuki tahun 2016, Gubernur Pastika menegaskan bahwa tahun 2016 seluruh SKPD harus keroyokan untuk fokus dalam menanggulangi kemiskinan.

Kepala Badan Pusat Statistik Nasional (BPS) Provinsi Bali, Panusuan Siregar mengatakan terjadi kenaikan persentase penduduk miskin di Bali pada September 2015 jika dibandingkan dengan Maret 2015.

"Tingkat kemiskinan pada September 2015 5,25 persen, naik 0,51 persen dibandingkan kondisi Maret 2015 yang mencapai 4,74 persen. Jumlah penduduk miskin pada bulan September 2015 mencapai 218.790 orang yang terdiri atas orang miskin di daerah perkotaan 115.800 orang dan di perdesaan 102.990 orang," katanya.

Garis kemiskinan di Bali pada September 2015 mengalami kenaikan sebesar 2,86 persen dari Rp321,834 pada Maret 2015 menjadi Rp331,028 pada September 2015.

"Dengan demikian garis kemiskinan di daerah perkotaan dan perdesaan sama-sama mengalami peningkatan. Daerah perkotaan mengalami peningkatan garis kemiskinan 2,57 persen dan perkotaan 3,36 persen," katanya.

Peran komoditas makanan jauh lebih besar dibandingkan komoditas non makanan terhadap pembentukan garis kemiskinan pada September 2015. Komoditas makanan memberikan sumbangan sebesar 68,88 persen dan komoditas non makanan hanya 31,12 persen.

Sementara indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan di Bali pada September 2015 sedikit mengalami peningkatan yakni masing-masing 0,47 persen dan 0,21 persen jika dibandingkan kondisi Maret 2015.

Indeks kedalaman kemiskinan di daerah perkotaan lebih rendah dibandingkan dengan perdesaan, namun indeks keparahan kemiskinan di perkotaan sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan perdesaan.

"Hal itu mencerminkan kemiskinan di daerah perkotaan lebih parah dibandingkan daerah perdesaan," ujar Panasunan Siregar.

Prihatin

Fakta itu membuat Gubernur Pastika mengungkapkan keprihatinannya.

"Kini, Bali tergeser dari posisi nomor dua menjadi nomor empat dengan tingkat kemiskinan paling rendah di Indonesia. Posisi pertama masih diduduki DKI Jakarta, kedua Kalimantan Selatan, ketiga Bangka Belitung dan Bali peringkat keempat," katanya.

Oleh sebab itu, ia meminta pimpinan SKPD terkait segera mencari penyebab menurunnya posisi tersebut dan langsung menuntaskannya. "Bali berambisi menjadi nomor satu dengan angka kemiskinan terkecil," katanya.

Ia meminta pimpinan SKPD segera melakukan identifikasi masalah penambahan jumlah kemiskinan yang menyebabkan penurunan angka peringkat tersebut, meskipun harus mengundang tenaga ahli untuk mencari solusi.

Jika perlu langsung terjun ke desa-desa sebagai indikator tingkat kemiskinan untuk melihat permasalahan riil yang terjadi.

"Jika karena faktor pendidikan, bangun sekolah di sana, jika terbentur anggaran ya buat sekolah jarak jauh, bisa menggabungkan SD dan SMA sekaligus," saran suami dari Nyonya Ni Made Ayu Putri itu.

Kepada jajarannya dan pemerintah kabupaten/kota, ia mengharapkan mereka untuk memprioritaskan program pembangunan dan kegiatan untuk penanggulangan kemiskinan karena masih banyak masyarakat yang belum sejahtera.

"Meskipun sudah banyak program yang sudah dirasakan oleh masyarakat, namun sampai saat ini masih ada orang miskin, dan yang salah adalah kita bukan mereka, jadi pemahaman ini bisa dipahami oleh kita semua," ujarnya.

Menurut dia, masih banyak perencanaan kegiatan yang dianggap tidak perlu dan tidak memberikan manfaat bagi masyarakat miskin. Oleh karenanya, Gubernur Mangku Pastika mengharapkan semua program yang telah direncanakan agar disisir kembali sehingga tidak ada lagi program Pemprov Bali yang tidak memberikan manfaat bagi masyarakat miskin.

"Kita sisir lagi satu-satu, mana yang tidak perlu, jangan kita laksanakan, supaya dapat uang lagi untuk di APBD Perubahan tahun 2016, sehingga dananya bisa kita alihkan ke program prioritas untuk mengakselerasi penanggulangan kemiskinan," ujarnya.

Bersama Wakil Gubernur I Ketut Sudikerta, Mangku Pastika melaksanakan program Bali Mandara jilid II yang terbagi dalam 12 bidang sasaran, selain pengentasan kemiskinan juga menyangkut kesehatan, pendidikan, ekonomi kerakyatan, sosial, seni budaya, pariwisata, lingkungan hidup, insfrastruktur dan olahraga.

Mangku Pastika yang pernah bertransmigrasi bersama keluarganya ke Provinsi Bengkulu akibat meletusnya Gunung Agung tahun 1963 dan tinggal di hutan yang akhirnya kini sukses menjadi Gubernur Bali untuk masa jabatan kedua.

Kontrol yang dilakukan masih belum efektif, karena pengawasan tersebut harus harus dilakukan, baik itu di dalam maupun di luar. "Di dalam, awasi administrasinya dan di luar awasi pelaksanaannya sehingga program tersebut tepat sasaran dan memberikan manfaat nyata," katanya.

Ia juga mengeluhkan kurang akuratnya data yang dimiliki oleh setiap desa sehingga hal tersebut menjadi hambatan dalam pelaksanaan program pengentasan kemiskinan.

"Kami mau data yang realistis, bukan data yang diplomatis ataupun data yang politis, dan disinilah gunanya kabupaten/kota untuk mengumpulkan data yang akurat," ujarnya. (WDY)

Pewarta: Pewarta: I Ketut Sutika

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016