Denpasar (Antara Bali) - Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Arist Merdeka Sirait meminta pembuatan film kisah hidup bocah cantik Engeline (8) menunggu proses persidangan hingga putusan dan memiliki kekuatan hukum tetap, sehingga tidak hanya cerita fiksi belaka.
"Kami berharap penggarapan film Engeline menunggu final persidangan hingga memiliki kekuatan hukum tetap, apabila itu tetap dilakukan kami akan protes keras rumah produksi itu," ujar Arist Merdeka, di Pengadilan Negeri Denpasar, Selasa.
Pihaknya mendukung kisah Engeline diangkat ke dalam sebuah film layar lebar, namun harus sesuai fakta dan kejadian, karena peristiwa sudah menjadi perhatian publik.
Arist meminta para pemilik "production house" atau rumah produksi film tidak mengeploitasi kasus Engeline hanya untuk keuntungan bisnis.
Namun, film itu dapat sebagai gerakan perlindungan anak atau kampanye anti kekerasan pada anak, sehingga dapat mengdukasi masyarakat luas.
"Kalau upaya itu dilakukan kami KPAI akan mendukung pembuat film itu untuk membuat film kisah hidup Engeline," ujarnya.
Ia menilai, apabila penggarapan film itu dikerjakan lebih awal oleh salah satu rumah produksi, maka akan dapat menganggu jalannya proses persidangan saat ini.
"Ini harus diantisipasi jangan sampai momen tragis terbunuhnya Engeline digunakan orang-orang mengeruk keuntungan dari kasus ini," katanya.
Sebelum, dikabarkan asa dua rumah produksi atau production house (PH) yang ingin mengangkat kisah Engeline menjadi film layar lebar, sehingga menimbulkan kontroversi dan perdebatan.
Hal itu dikarenakan, kasus pembunuhan Engeline masih dalam proses persidangan dan belum memiliki berkekuatan hukum tetap sehingga kisah Engeline belum layak diangkat sebagai film. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Kami berharap penggarapan film Engeline menunggu final persidangan hingga memiliki kekuatan hukum tetap, apabila itu tetap dilakukan kami akan protes keras rumah produksi itu," ujar Arist Merdeka, di Pengadilan Negeri Denpasar, Selasa.
Pihaknya mendukung kisah Engeline diangkat ke dalam sebuah film layar lebar, namun harus sesuai fakta dan kejadian, karena peristiwa sudah menjadi perhatian publik.
Arist meminta para pemilik "production house" atau rumah produksi film tidak mengeploitasi kasus Engeline hanya untuk keuntungan bisnis.
Namun, film itu dapat sebagai gerakan perlindungan anak atau kampanye anti kekerasan pada anak, sehingga dapat mengdukasi masyarakat luas.
"Kalau upaya itu dilakukan kami KPAI akan mendukung pembuat film itu untuk membuat film kisah hidup Engeline," ujarnya.
Ia menilai, apabila penggarapan film itu dikerjakan lebih awal oleh salah satu rumah produksi, maka akan dapat menganggu jalannya proses persidangan saat ini.
"Ini harus diantisipasi jangan sampai momen tragis terbunuhnya Engeline digunakan orang-orang mengeruk keuntungan dari kasus ini," katanya.
Sebelum, dikabarkan asa dua rumah produksi atau production house (PH) yang ingin mengangkat kisah Engeline menjadi film layar lebar, sehingga menimbulkan kontroversi dan perdebatan.
Hal itu dikarenakan, kasus pembunuhan Engeline masih dalam proses persidangan dan belum memiliki berkekuatan hukum tetap sehingga kisah Engeline belum layak diangkat sebagai film. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016