Denpasar (Antara Bali) - Seorang penulis novel "Romantika Sang Jenderal" Lusiana Sanato mengaku mengunjungi Desa Sangalangit, Buleleng, dimana tempat kelahiran Made Mangku Pastika yang diangkat dalam cerita novel "Romantika Sang Jenderal".

"Novel tersebut, saat ini sedang cetak di Jakarta. Nanti awal Februari 2016 akan diluncurkan sekaligus pemutaran teaser filmnya. Rencana kami pemuteran teaser film tersebut di kawasan wisata Kuta, Bali," kata Lusiana di sela penyelesaian syuting teaser film tersebut di Denpasar, Jumat.

Ia mengatakan, sepekan lalu pihaknya mengunjungi tempat kelahiran sang jenderal yang diangkat dalam novel dan teaser film. Tempat kelahiran sang jenderal itu adalah di Desa Sangalangit, Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng.

"Memang sebelum kami mengangkat ke dalam novel dan teaser film sang jenderal dari keluarga sederhana itu, kami sudah melakukan survei bersama tim terlebih dahulu, sehingga kondisi tempat kelahiran dalam tokoh itu bisa disesuaikan dengan kisah yang ditulis," kata wanita yang saat ini mengikuti Program Doktoral Ilmu Hukum di Universitas Jayabaya Jakarta.

Lusiana mengaku kedatangan ke desa kelahiran sang jenderal tersebut dalam upaya mempertegas untuk penyelesaian akhir pembuatan teaser film tersebut.

"Saya memang sengaja mendatangi kembali tempat kelahiran sang jenderal sebagai tokoh dalam novel tersebut lebih dekat dan detail. Saya ingin menggambarkan lebih rinci tempat kelahiran dan lingkungan alamnya. Memang pekarangan bangunan rumah sewaktu kelahiran sang jenderal itu sekarang sudah tidak ada lagi, namun penandaan bekas bangunan itu ada, yaitu persis di depannya masih berdiri sebuah pohon kemiri," ucapnya.

Lusiana lebih lanjut menuturkan ditempat kelahiran sang jenderal di Sangalangit kondisi lingkungan masih tetap asri seperti dahulu. Walau di pekarangan rumah yang pernah dihuni keluarga sang jenderal tidak sedia kala, kini sudah kosong. Namun sebuah pohon kemiri sebagai saksi bisu, bahwa pohon yang dulunya tumbuh kerdil, tapi sekarang sudah besar, seiring besarnya cabang bayi yang pernah menangis hingga tumbuh dewasa sampai menjadi orang besar di negeri ini.

Peraih penghargaan MPRI mengatakan tokoh sang jenderal tersebut kelahiran Desa Sangalangit memiliki jiwa besar dan perjalanan panjang yang mengharukan. Dimana semasa mudanya harus rela ikut keluarga bertransmigrasi ke Provinsi Lampung. Karena waktu itu terjadi bencana alam Gunung Agung meletus tahun 1963.

"Namun semangat dia (sang jenderal) tidak pantang menyerah. Bahkan berkat ketekunan dan rajin belajar semua harapannya sukses. Dia menguasai sedikitnya lima bahasa asing. Saat menjabat Kapolda Papua dia dipanggil Kapolri untuk menjadi ketua tim investigasi bom di Legian, Kuta, Bali tahun 2002. Dia berhasil mengungkap pelaku bom Bali itu," ujarnya.

Lusiana lebih lanjut mengatakan tokoh sang jenderal ini patut dicontoh dan menjadi teladan bagi generasi muda dalam meraih impinan dan cita-cita. Disamping itu kegigihan dari keluarga sederhana ternyata mampu melahirkan orang yang hebat dan dikenal masyarakat internasional.

Lusiana yang juga Konsulat Srilanka untuk di Bali mengatakan bahwa novelnya itu bisa menjadi cerita panutan masyarakat, dan bahkan jika ingin menjadi seorang jenderal tidaklah harus terlahir dari kalangan atau golongan keluarga berada (kaya).

"Saya ingin menumbuhkan motivasi bagi kalangan remaja menjadi teladan tentang perjuangan jenderal dalam mengejar cita-cita. Sebuah perjuangan anak transmigran yang bisa menjadi jenderal. Jika terjadi pro kontra saya sudah siap. Bagi saya hal yang wajar apabila kita berkarya nantinya kita menemui sebuah tanggapan baik pro dan kontra dari masyarakat, pekerja seni, maupun intelektual," kata Lusiana menegaskan.(I020)

Pewarta: Pewarta : I Komang Suparta

Editor : I Komang Suparta


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016