Singaraja (Antara Bali) - Museum Gedong Kirtya Kabupaten Buleleng, Bali memiliki 1.757 koleksi lontar bernilai sejarah berasal dari berbagai daerah di Pulau Dewata sangat diminati kalangan wisatawan domestik dan mancanegara.
"Selain lontar asli, museum teks tertua di Pulau Dewata itu juga memiliki salinan lontar sebanyak 4.867 buah dan dari jumlah itu yang belum disalin mencapai 3.110 buah," kata Kepala UPTD Gedong Kirtya, Putu Gede Wiriasa di Singaraja, Minggu.
Ia menjelaskan, pengunjung maupun peneliti yang berkunjung lebih membutuhkan lontarnya daripada salinannya dan begitu pula wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ingin melihat koleksi lontar yang tersimpan.
Dari jumlah ini berapa yang harus kami salin menjadi lontar masih kurang banyak. Tamu asing juga mereka biasanya ke sini ingin lihat lontarnya, ujarnya.
Selain itu, ia memaparkan, setiap tahun Gedong Kirtya menerbitkan buku-buku dari kumpulan lontar dan. Kini museum kami telah menerbitkan 27 judul buku selama delapan tahun terakhir. Tahun ini ada empat judul buku yang diterbitkan.
Beberapa lontar yang disalin menjadi buku seprti usada, pawecakan banten dalam upacara-upacara, dari salinan itu menjadi buku tentang banten. Tahun depan belum kita prediksi apa-apa yang akan kita cetak, kita lihat dulu anggarannya. Karena mencetak buku itu kan perlu anggaran, berapa nanti anggarannya nanti harus disesuaikan, tuturnya.
Lebih lanjut, ia memaparkan, keinginan pengelola museum untuk memiliki ruangan kedap suara dan kedap udara sebagai tempat penyimpan lontar masih belum dapat terpenuhi. Ruangan ini diperlukan agar lontar yang tersimpan tidak mudah rusak karena keteraturan suhu.
Dikatakan, belum terpenuhinya kekurangan museum lontar tersebut karena terbatasnya anggaran yang dikucurkan kepada pengelola. Kalau dicari ruangan lontar harus betul-betul ruangannya kedap suara, dari suhunya kita atur bagus sebenarnya, karena mengingat dari segi pendanaan masih kurang masih belum bisa, ucapnya.
Museum lontar ini terdiri dari lima bangunan. Setiap bangunan memiliki fungsi masing-masing. Di antaranya, gedung pertama untuk lontar dan buku-buku, kedua untuk salinan, ketiga untuk TU, kempat ruang pameran dan kelima untuk ruang perbaikan lontar. Gedong Kirtya merupakan satu-satunya museum lontar di Bali. Di bangun sejak tahun 1928 oleh cendekiawan asal Belanda. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Selain lontar asli, museum teks tertua di Pulau Dewata itu juga memiliki salinan lontar sebanyak 4.867 buah dan dari jumlah itu yang belum disalin mencapai 3.110 buah," kata Kepala UPTD Gedong Kirtya, Putu Gede Wiriasa di Singaraja, Minggu.
Ia menjelaskan, pengunjung maupun peneliti yang berkunjung lebih membutuhkan lontarnya daripada salinannya dan begitu pula wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ingin melihat koleksi lontar yang tersimpan.
Dari jumlah ini berapa yang harus kami salin menjadi lontar masih kurang banyak. Tamu asing juga mereka biasanya ke sini ingin lihat lontarnya, ujarnya.
Selain itu, ia memaparkan, setiap tahun Gedong Kirtya menerbitkan buku-buku dari kumpulan lontar dan. Kini museum kami telah menerbitkan 27 judul buku selama delapan tahun terakhir. Tahun ini ada empat judul buku yang diterbitkan.
Beberapa lontar yang disalin menjadi buku seprti usada, pawecakan banten dalam upacara-upacara, dari salinan itu menjadi buku tentang banten. Tahun depan belum kita prediksi apa-apa yang akan kita cetak, kita lihat dulu anggarannya. Karena mencetak buku itu kan perlu anggaran, berapa nanti anggarannya nanti harus disesuaikan, tuturnya.
Lebih lanjut, ia memaparkan, keinginan pengelola museum untuk memiliki ruangan kedap suara dan kedap udara sebagai tempat penyimpan lontar masih belum dapat terpenuhi. Ruangan ini diperlukan agar lontar yang tersimpan tidak mudah rusak karena keteraturan suhu.
Dikatakan, belum terpenuhinya kekurangan museum lontar tersebut karena terbatasnya anggaran yang dikucurkan kepada pengelola. Kalau dicari ruangan lontar harus betul-betul ruangannya kedap suara, dari suhunya kita atur bagus sebenarnya, karena mengingat dari segi pendanaan masih kurang masih belum bisa, ucapnya.
Museum lontar ini terdiri dari lima bangunan. Setiap bangunan memiliki fungsi masing-masing. Di antaranya, gedung pertama untuk lontar dan buku-buku, kedua untuk salinan, ketiga untuk TU, kempat ruang pameran dan kelima untuk ruang perbaikan lontar. Gedong Kirtya merupakan satu-satunya museum lontar di Bali. Di bangun sejak tahun 1928 oleh cendekiawan asal Belanda. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015