Denpasar (Antara Bali) - Panitia Khusus (Pansus) Aset DPRD Bali kembali menelusuri aset tanah milik Pemerintah Provinsi Bali di kawasan Hotel Hyatt, Sanur, Kota Denpasar.

Ketua Pansus Aset DPRD Bali Wayan Gunawan di Denpasar, Kamis mengatakan, pihaknya menggelar rapat dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bali, Badan Penanaman Modal Daerah (BPMD), Biro Aset Pemerintah Provinsi Bali dan PT Wyncor Bali.

Pansus DPRD menuding BPN Bali sebagai biang kerok yang menyebabkan aset Pemprov Bali seluas 2,5 hektare di Hotel Hyatt itu terancam hilang.

Anggota Pansus Aset Dewa Nyoman Rai menyampaikan data dan mencerca pertanyaan kepada BPN, karena dinilai pihak BPN gegabah dalam menerbitkan sertifikat sehingga milik aset Pemprov Bali terancam hilang.

"BPN Bali ini kacau balau. Ngomongnya seolah-olah paling benar. Sertifikat yang dikeluarkan `over lapping`. Itu cacat hukum," kata Dewa Rai.

Dewa Rai membacakan sejumlah data terkait kejanggalan dalam proses pengerjasamaan aset pemprov itu yang dimulai tahun 1972 hingga menyangkut hilangnya aset Pemprov Bali itu.

Menurut dia, proses pengurusan HGB atas tanah untuk pembangunan Hotel Bali Hyatt yang didalamnya ada tanah aset pemprov 2,5 hektare masuk di BPN Bali pada 8 Mei 1972. Lalu pada 10 Mei 1972 terbit HGB 4 dan HGB 5.

BPN Bali menjelaskan pihaknya menerbitkan sertifikat HBG tahun 1972 berdasarkan SK Mendagri dengan jangka waktu 70 tahun. Mendagri mengacu pada Surat Pernyataan Pelepasan Hak Pengelolaan Aset tahun 1972 oleh Gubernur Bali ketika itu. Lalu pada tahun 2002, BPN Bali menerbitkan Sertifikat HGB untuk memperpanjang HGB tersebut berdasarkan SK Kakanwil BPN Provinsi Bali tahun 2002.

Penjelasan dari pihak BPN justeru dianggap tidak beralasan oleh anggota Pansus Aset Nyoman Adnyana karena BPN Bali hanya mengacu pada SK Mendagri, tapi tak mengantongi dokumen berupa Surat Pernyataan Pelepasan Hak Pengelolaan Aset yang menjadi acuan Mendagri mengeluarkan SK.

Bahkan, kata dia, hingga kini tidak pernah ada dokumen berupa Surat Pernyataan Pelepasan Hak Pengelolaan Aset.

"Bagaimana bisa menerbitkan sertifikat HBG kalau bukti surat pernyataan pelepasan hak pengelolaan aset itu tidak ada. Kok hanya mengacu pada SK Mendagri," ujarnya.

BPN mengakui belum menemukan surat pernyataan pelepasan hak tersebut. Berbagai dalih BPN Bali untuk membela diri selalu dimentahkan anggota dewan. Pihak BPN Bali sempat mengungkapkan hasil gelar perkara di Jakarta untuk meyakinkan Pansus, tapi penjelasannya tak didukung data.

Karena dari kedua belah pihak, baik BPN maupun Pansus Aset tidak ada titik temu, maka Ketua Pansus Aset DPRD Bali Wayan Gunawan menyelesaikan rapat dengan tidak ada hasil atau tanpa ada keputusan.

Pansus Aset akan kembali mengagendakan rapat lanjutan dengan BPN Bali. Pihak BPN Bali diminta untuk menyiapkan data-datanya pada pertemuan berikutnya.

Proses penerbitan sertifikat HGB (Hak Guna Bangunan) oleh BPN Bali dinilai cacat hukum.

Wayan Gunawan menjelaskan, pihaknya melakukan penelusuran data-data faktual aset Provinsi Bali di Hotel Hyatt.

"Ada Surat pernyataan gubernur tahun 1971 bahwa tanah DN 71 seluas 0,875 hektare dan DN 72 seluas 1,650 hektare (totalnya 2,5 hektare) sebagai penyertaan modal dalam pembangunan Hotel Hyatt.

Persoalannya Pemprov Bali tidak pernah terima deviden. Tiba-tiba dikemudian hari ada Surat Pernyataan Pelepasan Hak Pengelolaan Aset, diganti jadi saham. Tapi Pemprov Bali sampai sekarang tidak mengetahui adanya saham itu.

Surat pernyataan Pelepasan Hak Pengelolaan Aset itu yang menyebabkan aset Pemprov Bali jadi hilang di Hotel Hyatt. Tapi surat pernyataan itu tak pernah ditemukan. Tiba-tiba ada SK Mendagri, dan BPN Bali kemudian menerbitkan sertifikat HGB. Kalau surat pernyataan pelepasan hak itu ada, masalah ini selesai.

"Jadi yang dilakukan Pansus adalah menelusuri data-data faktual itu. Kami belum fokus ke saham itu," kata Gunawan. (WDY)

Pewarta: Pewarta: I Komang Suparta

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015