Kuala Lumpur (Antara Bali) - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum
dan Keamanan (Menkopolhukam) Luhut Panjaitan membantah bahwa ia sudah
memberikan "lampu hijau" untuk menyediakan pulau bagi para pencari
suaka.
"Itu tidak benar. Dengan pengalaman kami di Aceh dan Pulau Galang menangani pengungsi, ujung-ujungnya yang menderita adalah rakyat Indonesia," katanya saat memberikan keterangan pers kepada media massa di Kuala Lumpur, Malaysia, Jumat.
"Ini adalah masalah kemanusiaan. Jadi negara-negara yang terlibat harus ikut menyelesaikan. Apakah Indonesia akan menyediakan pulau untuk itu, saya katakan, kita belum berpikir sampai ke situ, nanti kita lihat ke depan apa yang terjadi. Masing-masing harus memberikan kontribusi terkait masalah kemanusiaan," imbuh dia.
Luhut menegaskan bahwa masalah penanganan pengungsi bukan hanya terkait dengan pendanaan. "Kita harus berpikir dua kali, jangan sampai kita menimbulkan ketidakstabilan di negara kita hanya karena ingin mengakomodasi negara lain."
Pemerintah Indonesia masih mencari penyelesaian terbaik untuk masalah itu. Dan dengan kondisi terbaru saat ini, harus dilakukan dialog lagi, katanya.
Sementara itu Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, tidak tampak indikasi bahwa masalah pengungsi tersebut akan dibahas dalam KTT ASEAN.
Dalam konteks penanganan isu pengungsi di Indonesia dan Malaysia, Menlu kedua negara pada September telah bertemu, bersama pihak IOM dan UNHCR, untuk membahas masalah ini dikaitkan dengan situasi baru di Eropa.
Eropa sedang menghadapi masalah gelombang imigran dan beberapa negara Eropa juga merupakan negara yang biasanya bisa menampung pengungsi.
Dengan situasi baru saat ini, lanjut Menlu, proses penanganan pengungsi di Indonesia juga akan terpengaruh.
Ia menegaskan bahwa dalam menangani masalah migrasi tak tetap, mau tidak mau harus ada kerja sama antara negara asal, negara transit dan negara tujuan.
"Kalau tidak, akan kesulitan. Bantuan kemanusiaan merupakan satu hal. Namun yang lebih berkelanjutan adalah dengan mengatasi akar masalah, artinya harus dibicarakan dengan negara asal," kata Menlu. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Itu tidak benar. Dengan pengalaman kami di Aceh dan Pulau Galang menangani pengungsi, ujung-ujungnya yang menderita adalah rakyat Indonesia," katanya saat memberikan keterangan pers kepada media massa di Kuala Lumpur, Malaysia, Jumat.
"Ini adalah masalah kemanusiaan. Jadi negara-negara yang terlibat harus ikut menyelesaikan. Apakah Indonesia akan menyediakan pulau untuk itu, saya katakan, kita belum berpikir sampai ke situ, nanti kita lihat ke depan apa yang terjadi. Masing-masing harus memberikan kontribusi terkait masalah kemanusiaan," imbuh dia.
Luhut menegaskan bahwa masalah penanganan pengungsi bukan hanya terkait dengan pendanaan. "Kita harus berpikir dua kali, jangan sampai kita menimbulkan ketidakstabilan di negara kita hanya karena ingin mengakomodasi negara lain."
Pemerintah Indonesia masih mencari penyelesaian terbaik untuk masalah itu. Dan dengan kondisi terbaru saat ini, harus dilakukan dialog lagi, katanya.
Sementara itu Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, tidak tampak indikasi bahwa masalah pengungsi tersebut akan dibahas dalam KTT ASEAN.
Dalam konteks penanganan isu pengungsi di Indonesia dan Malaysia, Menlu kedua negara pada September telah bertemu, bersama pihak IOM dan UNHCR, untuk membahas masalah ini dikaitkan dengan situasi baru di Eropa.
Eropa sedang menghadapi masalah gelombang imigran dan beberapa negara Eropa juga merupakan negara yang biasanya bisa menampung pengungsi.
Dengan situasi baru saat ini, lanjut Menlu, proses penanganan pengungsi di Indonesia juga akan terpengaruh.
Ia menegaskan bahwa dalam menangani masalah migrasi tak tetap, mau tidak mau harus ada kerja sama antara negara asal, negara transit dan negara tujuan.
"Kalau tidak, akan kesulitan. Bantuan kemanusiaan merupakan satu hal. Namun yang lebih berkelanjutan adalah dengan mengatasi akar masalah, artinya harus dibicarakan dengan negara asal," kata Menlu. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015