Jakarta (Antara Bali) - Wakil Ketua Komisi I DPR, Hanafi Rais menilai ide pembentukan kader bela negara, relevan dengan ancaman yang dihadapi bangsa Indonesia, yaitu ancaman tradisional dan non-tradisional.

"Ancaman itu sering mengemuka misalnya fenomena WNI direkrut jaringan teroris, infiltrasi budaya asing, dan kasus-kasus di perbatasan," katanya di Jakarta, Selasa.

Dia mengapresiasi ide yang dikemukakan Menteri Pertahanan Ryamizad Ryacudu itu namun jangan disalahpahami sebatas seperti konsep wajib militer.

Menurut dia, sebaiknya program bela negara sifatnya wajib tuntas bagi mereka yang sudah sukarela bergabung atau ditunjuk oleh negara. "Tidak bisa berhenti di tengah jalan jika sudah memilih atau ditetapkan. Sebagai contoh, pegawai BUMN beberapa juga sudah mengadopsi konsep semacam ini dan outputnya bagus," katanya.

Kedua menurut dia, kurikulum bela negara bisa mencakup umum dan khusus. Dia menjelaskan, Umum terkait dengan doktrin, wawasan nusantara, dan cara pengambilan keputusan strategis. "Sementara yang khusus terkait sesuai profesi yang menjadi latar belakang peserta bela negara," ujarnya.

Ketiga, konsep bela negara bisa diperkaya dengan apa yang terjadi di Amerika Serikat misalnya program "Peace Corps". Menurut dia, bela negara orientasinya tidak harus pertahanan dan keamanan (hankam), tetapi juga punya relevansi untuk keperluan pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat. "Intinya, program bela negara jalan terus sambil terus disempurnakan," katanya.

Politikus PAN itu mengatakan bahwa terkait dengan pendanaan program itu, akan dibicarakan bersama antara Komisi I DPR dengan Kementerian Pertahanan.

Hanafi yakin Menhan sudah menghitung kapasitas anggaran negara untuk program tersebut. "Pernah disinggung (anggaran bela negara) namun tidak merinci, uji coba jalan dahulu tidak masalah," ujarnya. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Imam Budilaksono

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015