Negara (Antara Bali) - Petani Kabupaten Jembrana di Desa Yehembang panen raya saat musim kemarau, bahkan padi yang dihasilkan jauh lebih banyak dibandingkan biasanya.
"Sama dengan petani di wilayah lain, kami juga kesulitan air untuk menanam padi. Tapi syukur, untuk panen kali ini hasilnya lebih banyak," kata I Ketut Budra, salah seorang petani di sela-sela panen padi miliknya, Selasa.
Ia mengatakan, untuk panen kali ini, bisa diperoleh gabah sebanyak 100 kilogram, sementara biasanya hanya 80 kilogram untuk setiap are lahan sawahnya.
Menurutnya, dengan harga gabah Rp5000 perkilogram, dirinya mendapatkan keuntungan empat kali lipat dari modal yang dikeluarkan.
Meskipun mendapatkan panen yang berlimpah dalam kondisi kekurangan air, ia bersama petani lainnya khawatir kesulitan mencari pembeli padi mereka, karena KUD maupun pemborong yang biasanya membeli padi, terbatas kemampuan keuangannya.
"Disini ada ratusan hektare sawah yang hasil panennya bagus seperti ini. Karena terlalu banyak, biasanya KUD maupun pemborong kekurangan modal untuk membeli gabah," ujarnya.
Ia mengatakan, saat kesulitan mencari pembeli, padi biasanya dibiarkan sampai melewati batas waktu panen, yang mengurangi kualitas berasnya.
Di luar petani Desa Yehembang, banyak petani di Kabupaten Jembrana lainnya yang terancam gagal panen, akibat kekurangan air.(GBI)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Sama dengan petani di wilayah lain, kami juga kesulitan air untuk menanam padi. Tapi syukur, untuk panen kali ini hasilnya lebih banyak," kata I Ketut Budra, salah seorang petani di sela-sela panen padi miliknya, Selasa.
Ia mengatakan, untuk panen kali ini, bisa diperoleh gabah sebanyak 100 kilogram, sementara biasanya hanya 80 kilogram untuk setiap are lahan sawahnya.
Menurutnya, dengan harga gabah Rp5000 perkilogram, dirinya mendapatkan keuntungan empat kali lipat dari modal yang dikeluarkan.
Meskipun mendapatkan panen yang berlimpah dalam kondisi kekurangan air, ia bersama petani lainnya khawatir kesulitan mencari pembeli padi mereka, karena KUD maupun pemborong yang biasanya membeli padi, terbatas kemampuan keuangannya.
"Disini ada ratusan hektare sawah yang hasil panennya bagus seperti ini. Karena terlalu banyak, biasanya KUD maupun pemborong kekurangan modal untuk membeli gabah," ujarnya.
Ia mengatakan, saat kesulitan mencari pembeli, padi biasanya dibiarkan sampai melewati batas waktu panen, yang mengurangi kualitas berasnya.
Di luar petani Desa Yehembang, banyak petani di Kabupaten Jembrana lainnya yang terancam gagal panen, akibat kekurangan air.(GBI)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015