Singaraja (Antara Bali) - Empat Desa di Kabupaten Buleleng, Bali melestarikan permainan tradisional gasing yang sudah turun temurun dimainkan kalangan masyarakat setempat kini menjadi daya tarik wisata.

"Empat desa tersebut yakni Desa Umejero, Gesing, Munduk dan Gobleg, tergabung dalam klan Dalem Tamblingan," kata Kelian Desa Umejero, I Nyoman Suarnaya, Sabtu.

Ia menjelaskan, permainan gasing tergolong permainan klasik menggunakan gasing kayu berukuran 66 dan 55 centimeter sesuai peraturan yang dipakai. "Untuk permainan dewasa biasanya menggunakan ukuran 66 centimeter," imbuhnya.

Berbeda dengan gasing di Pulau Jawa, gasing di daerah itu berukuran pipih dan terdiri atas dua jenis. "Gasing Jawa umumnya untuk diputarkan saja, namun, gasing di daerah kami juga digunakan untuk beradu," imbuhnya.

Suarnaya menjelaskan, pada permainan gasing khas Dalem Tamblingan melibatkan dua tim dengan jumlah peserta tiap tim terdiri dari empat orang.

Dikatakan, permainan dilakukan di tanah berukuran seluas 25 meter persegi dibagi menjadi empat kolom. Masing masing kolom diberikan angkat satu sampai empat.

"Permainan diawali saling adu dua buah gasing. Masing masing tim menggunakan gasing terbaik. Tim dengan putaran gasing paling lama berhak sebagai tim `pengebug` atau tim yang akan mematikan putaran gasing lawan dengan cara melontarkan gasing menggunakan tali yang ditentukan," katanya.

Suarnaya melanjutkan, dalam satu kali babak, masing masing gasing bertarung di empat kolom yang berbeda, gasing dari tim mana yang bertahan paling lama, maka, dianggap sebagai pemenang. "Jika tim pemukul atau `pengebug` kalah maka mereka berganti menjadi tim pemutar `pembelek` begitu seterusnya," imbuhnya.

Ia lebih lanjut memaparkan, untuk mencari pemenang dalam permainan tersebut menggunakan dua sistem yakni sistem waktu dan sistem tutup.

"Sistem waktu adalah permainan diatur waktu yang telah ditentukan, semisal dua jam, tim mana yang menang lebih banyak maka mereka dianggap sebagai pemenang. Sementara, sistem tutup yakni permainan ditentukan oleh tim yang berturut turut menang sebanuak 10 babak. "Tetapi, saat ini sistem waktu lebih banyak dipakai," tambah dia.

Permainan tradisional itu, kata dia, biasanya dimainkan setelah masa musim panen cengkeh dan kopi di daerah itu. "Sebagian masyarakat di wilayah kami bekerja sebagai pekebun dan petani, jika butuh hiburan, pasti memainkan permainan ini," katanya. (WDY)

Pewarta:

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015