Denpasar (Antara Bali) - Ketua Tim Peneliti dari Universitas Pendidikan Nasional Dr I Nyoman Subanda mengatakan program Gerakan Pembangunan Desa Terpadu Mandara dari Pemprov Bali turut mendorong tumbuhnya minat kewirausahaan dari masyarakat desa.
"Salah satu contoh desa penerima bantuan Gerbangsadu yaitu Desa Babakan, Kabupaten Gianyar. Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) di sana telah berhasil mengembangkan kreativitas masyarakatnya dengan kreasi produk lokal yang dimiliki, seperti keben, kerajinan dari bambu dan tanah liat serta lainnya," kata Subanda dalam seminar Hasil Penelitian Implementasi Program Bali Mandara di Denpasar, Kamis.
Dengan demikian, tambah dia, saat ini masing-masing keluarga yang ada di desa tersebut telah mampu membuat toko maupun lahan untuk menjual produk lokal dari bantuan modal yang didapat dari Bumdes tersebut. Lewat program Gerbangsadu, sebelumnya setiap desa miskin mendapatkan dana program sebesar Rp1,02 miliar.
"Hal inilah yang membuat perputaran modal serta perputaran ekonomi di Desa Babakan semakin menunjukkan kenaikan signifikan," ucapnya pada acara yang digelar atas kerja sama Biro Humas Pemprov Bali dengan Fisip Undiknas Denpasar itu.
Subanda menambahkan, penelitian dilakukan dengan metode wawancara dan penyebaran daftar pertanyaan pada enam kabupaten lainnya seperti Kabupaten Jembrana, Tabanan, Klungkung, Bangli, Karangasem dan Buleleng.
Dari hasil keduanya tersebut, ujar dia, sebanyak 82 persen responden menyatakan sudah mengenal atau mengetahui tentang program tersebut, 79 persen masyarakat juga mengetahui akan saluran program Gerbangsadu di desanya masing-masing, dan mayoritas responden menilai bahwa jumlah bantuan dana Gerbangsadu telah mampu meningkatkan perekonomian masyarakat pedesaan.
"Gerbangsadu terbukti meningkatkan kreativitas masyarakat terhadap pengembangan ekonomi lokal, munculnya lapangan pekerjaan baru, serta kesejahteraan masyarakat yang semakin meningkat yang kemudian berdampak baik pada penurunan angka kemiskinan," ucap Subanda.
Selain program Gerbangsadu, tim peneliti tersebut juga mengevaluasi program Simantri dan Bedah Rumah yang difokuskan pada tujuh kabupaten di Bali.
Untuk mendalami permasalahan yang ada di lapangan, dalam penelitian tersebut dikembangkan empat butir penting yaitu proses dan prosedur operasioanal, model komunikasi pembangunan yang diterapkan, respon daya serap informasi masyarakat, kondisi ekonomi, politik sosial dan budaya masyarakat serta kondisi SDM dan karakteristik implementor dari program Bali Mandara tersebut.
Sedangkan pada program bedah rumah sangat menjadi primadona di kalangan masyarakat. Hal tersebut dilihat dari 96 persen masyarakat mengenal program bedah rumah. Program ini juga dianggap telah mampu menurunkan angka kemiskinan di masing-masing desa, terlebih mereka yang telah mendapat bedah rumah juga secara aktif mengikuti program pemberdayaan masyarakat lainnya, seprti Gerbangsadu.
"Dengan terintegrasinya program pengentasan kemiskinan tersebut, angka kemiskinan dapat turun secara berkala. Namun hal ini tidak dapat diterapkan oleh semua desa, masih terdapat berbagai macam kendala dalam bedah rumah," katanya.
Salah satunya adalah banyaknya pengaruh politisi dalam pengajuan bedah rumah, selain itu terdapat indikasi calo-calo dalam perolehan bedah rumah, yang kerap menimbulkan kecemburuan sosial diantara masyarakat sekitar penerima bedah rumah.
"Dari semua kendala maupun efektivitas yang muncul tersebut, ternyata berbagai metode penyebaran informasi program Bali Mandara telah berjalan dengan efektif
Menanggapi hasil paparan tersebut, Kepala Dinas Sosial Provinsi Bali, I Nyoman Wenten mengungkapkan bahwa memang masih banyak kendala-kendala yang dihadapi, namun terkait dengan indikasi adanya calo-calo tersebut pihaknya akan meneliti lebih jauh lagi, faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadi hal tersebut.
Pihaknya telah membuat suatu aturan yang tegas dalam pengajuan bedah rumah, mulai dari pengajuan proposal yang harus terdapat tanda tangan dari berbagai pihak, untuk menghindari kecurangan juga telah dibuat serta dalam verifikasinya Dinas Sosial langsung terjun ke lapangan untuk memantau secara langung. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Salah satu contoh desa penerima bantuan Gerbangsadu yaitu Desa Babakan, Kabupaten Gianyar. Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) di sana telah berhasil mengembangkan kreativitas masyarakatnya dengan kreasi produk lokal yang dimiliki, seperti keben, kerajinan dari bambu dan tanah liat serta lainnya," kata Subanda dalam seminar Hasil Penelitian Implementasi Program Bali Mandara di Denpasar, Kamis.
Dengan demikian, tambah dia, saat ini masing-masing keluarga yang ada di desa tersebut telah mampu membuat toko maupun lahan untuk menjual produk lokal dari bantuan modal yang didapat dari Bumdes tersebut. Lewat program Gerbangsadu, sebelumnya setiap desa miskin mendapatkan dana program sebesar Rp1,02 miliar.
"Hal inilah yang membuat perputaran modal serta perputaran ekonomi di Desa Babakan semakin menunjukkan kenaikan signifikan," ucapnya pada acara yang digelar atas kerja sama Biro Humas Pemprov Bali dengan Fisip Undiknas Denpasar itu.
Subanda menambahkan, penelitian dilakukan dengan metode wawancara dan penyebaran daftar pertanyaan pada enam kabupaten lainnya seperti Kabupaten Jembrana, Tabanan, Klungkung, Bangli, Karangasem dan Buleleng.
Dari hasil keduanya tersebut, ujar dia, sebanyak 82 persen responden menyatakan sudah mengenal atau mengetahui tentang program tersebut, 79 persen masyarakat juga mengetahui akan saluran program Gerbangsadu di desanya masing-masing, dan mayoritas responden menilai bahwa jumlah bantuan dana Gerbangsadu telah mampu meningkatkan perekonomian masyarakat pedesaan.
"Gerbangsadu terbukti meningkatkan kreativitas masyarakat terhadap pengembangan ekonomi lokal, munculnya lapangan pekerjaan baru, serta kesejahteraan masyarakat yang semakin meningkat yang kemudian berdampak baik pada penurunan angka kemiskinan," ucap Subanda.
Selain program Gerbangsadu, tim peneliti tersebut juga mengevaluasi program Simantri dan Bedah Rumah yang difokuskan pada tujuh kabupaten di Bali.
Untuk mendalami permasalahan yang ada di lapangan, dalam penelitian tersebut dikembangkan empat butir penting yaitu proses dan prosedur operasioanal, model komunikasi pembangunan yang diterapkan, respon daya serap informasi masyarakat, kondisi ekonomi, politik sosial dan budaya masyarakat serta kondisi SDM dan karakteristik implementor dari program Bali Mandara tersebut.
Sedangkan pada program bedah rumah sangat menjadi primadona di kalangan masyarakat. Hal tersebut dilihat dari 96 persen masyarakat mengenal program bedah rumah. Program ini juga dianggap telah mampu menurunkan angka kemiskinan di masing-masing desa, terlebih mereka yang telah mendapat bedah rumah juga secara aktif mengikuti program pemberdayaan masyarakat lainnya, seprti Gerbangsadu.
"Dengan terintegrasinya program pengentasan kemiskinan tersebut, angka kemiskinan dapat turun secara berkala. Namun hal ini tidak dapat diterapkan oleh semua desa, masih terdapat berbagai macam kendala dalam bedah rumah," katanya.
Salah satunya adalah banyaknya pengaruh politisi dalam pengajuan bedah rumah, selain itu terdapat indikasi calo-calo dalam perolehan bedah rumah, yang kerap menimbulkan kecemburuan sosial diantara masyarakat sekitar penerima bedah rumah.
"Dari semua kendala maupun efektivitas yang muncul tersebut, ternyata berbagai metode penyebaran informasi program Bali Mandara telah berjalan dengan efektif
Menanggapi hasil paparan tersebut, Kepala Dinas Sosial Provinsi Bali, I Nyoman Wenten mengungkapkan bahwa memang masih banyak kendala-kendala yang dihadapi, namun terkait dengan indikasi adanya calo-calo tersebut pihaknya akan meneliti lebih jauh lagi, faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadi hal tersebut.
Pihaknya telah membuat suatu aturan yang tegas dalam pengajuan bedah rumah, mulai dari pengajuan proposal yang harus terdapat tanda tangan dari berbagai pihak, untuk menghindari kecurangan juga telah dibuat serta dalam verifikasinya Dinas Sosial langsung terjun ke lapangan untuk memantau secara langung. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015