Denpasar (Antara Bali) - Ketua Dewan Pakar Perhimpunan Indonesia Tionghoa (Inti) Bali, Prof Dr Sulistyawati M.M meluncurkan buku yang berjudul "Peran Etnis Tionghoa di Provinsi Bali".
Peluncuran buku setebal 232 halaman tersebut serangkaian kegiatan Musyawarah Nasional III Perhimpunan Indonesia Tionghoa di Hotel Harris Kuta, Kabupaten Badung, Rabu malam.
Menurut penulis Prof Sulistyawati, buku ini bertujuan memberikan pengetahuan kepada generasi muda berkaitan keberadaan organisasi kemasyarakat Perhimpunan Inti. Karena itu, dalam buku tersebut juga menjelaskan bagaimana perjalanan organisasi, mulai dari sejak terbentuk hingga berjalan eksis Inti Bali sampai saat ini.
"Dalam buku tersebut saya bagi dalam sub judul. Masing-masing sub judul tersebut berkaitan dengan keberadaan etnis Tionghoa dan kegiatan mulai sejak berdiri organisasi Inti," ucap Sulistyawati yang juga guru Besar Fakultas Teknik Universitas Udayana, Bali.
Buku ini juga menjelaskan tentang bagaimana sesungguhnya cita-cita pengabdian Perhimpunan Inti Bali, siapa saja tokoh-tokoh yang menggagas dan berperan dalam pembentukannya, serta apa yang menjadi kekhasan dan keunikan bila dibandingkan dengan Perhimpunan Inti di daerah lain.
Menurut istri Dr Frans Bambang Siswanto, buku tersebut menguraikan kontribusi dan peranan Perhimpunan Inti di Bali, serta mengangkat profil singkat organisasi-organisasi Tionghoa yang ada di Pulau Dewata.
Dari uraian buku tersebut, kata dia, dapat diketahui sejauh mana masyarakat Tionghoa Bali menjaga dan melanjutkan bakti dan pengabdian yang telah lebih dahulu dilakukan para leluhur di masa lalu.
Bakti dan pengabdian inilah yang mengokohkan harmoni dan tali persaudaraan dengan etnis lainnya di Bali sehingga teguh dan mengakar kuat di tengah masyarakat.
Dalam buku ini juga menguraikan bagaimana organisasi Tionghoa di Bali memiliki kewajiban untuk lebih banyak lagi memperkenalkan budaya Tionghoa kepada masyarakat agar warga tidak terjebak pada politik adu domba dan pecah belah "Devide et Impera" yang diwariskan sejak zaman penjajahan.
Dikatakan Sulistyawati, dengan saling mengenal budaya etnis, bangsa ini bisa saling memahami, saling menghargai dan bertoleransi satu sama lainnya, sehingga persatuan Indonesia lebih mudah tercapai.
Ia mengatakan sebelumnya sudah meluncurkan tiga buah buku untuk Perhimpunan Inti. Buku pertama berjudul "Integrasi Budaya Tionghoa ke dalam Budaya Bali" (2008), "Integrasi Budaya Tionghoa ke dalam Budaya Bali dan Indonesia" (2011) dan yang ketiga berjudul "Menelusuri Sejarah, Tradisi dan Makna Tahun Imlek" (2011). (I020)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
Peluncuran buku setebal 232 halaman tersebut serangkaian kegiatan Musyawarah Nasional III Perhimpunan Indonesia Tionghoa di Hotel Harris Kuta, Kabupaten Badung, Rabu malam.
Menurut penulis Prof Sulistyawati, buku ini bertujuan memberikan pengetahuan kepada generasi muda berkaitan keberadaan organisasi kemasyarakat Perhimpunan Inti. Karena itu, dalam buku tersebut juga menjelaskan bagaimana perjalanan organisasi, mulai dari sejak terbentuk hingga berjalan eksis Inti Bali sampai saat ini.
"Dalam buku tersebut saya bagi dalam sub judul. Masing-masing sub judul tersebut berkaitan dengan keberadaan etnis Tionghoa dan kegiatan mulai sejak berdiri organisasi Inti," ucap Sulistyawati yang juga guru Besar Fakultas Teknik Universitas Udayana, Bali.
Buku ini juga menjelaskan tentang bagaimana sesungguhnya cita-cita pengabdian Perhimpunan Inti Bali, siapa saja tokoh-tokoh yang menggagas dan berperan dalam pembentukannya, serta apa yang menjadi kekhasan dan keunikan bila dibandingkan dengan Perhimpunan Inti di daerah lain.
Menurut istri Dr Frans Bambang Siswanto, buku tersebut menguraikan kontribusi dan peranan Perhimpunan Inti di Bali, serta mengangkat profil singkat organisasi-organisasi Tionghoa yang ada di Pulau Dewata.
Dari uraian buku tersebut, kata dia, dapat diketahui sejauh mana masyarakat Tionghoa Bali menjaga dan melanjutkan bakti dan pengabdian yang telah lebih dahulu dilakukan para leluhur di masa lalu.
Bakti dan pengabdian inilah yang mengokohkan harmoni dan tali persaudaraan dengan etnis lainnya di Bali sehingga teguh dan mengakar kuat di tengah masyarakat.
Dalam buku ini juga menguraikan bagaimana organisasi Tionghoa di Bali memiliki kewajiban untuk lebih banyak lagi memperkenalkan budaya Tionghoa kepada masyarakat agar warga tidak terjebak pada politik adu domba dan pecah belah "Devide et Impera" yang diwariskan sejak zaman penjajahan.
Dikatakan Sulistyawati, dengan saling mengenal budaya etnis, bangsa ini bisa saling memahami, saling menghargai dan bertoleransi satu sama lainnya, sehingga persatuan Indonesia lebih mudah tercapai.
Ia mengatakan sebelumnya sudah meluncurkan tiga buah buku untuk Perhimpunan Inti. Buku pertama berjudul "Integrasi Budaya Tionghoa ke dalam Budaya Bali" (2008), "Integrasi Budaya Tionghoa ke dalam Budaya Bali dan Indonesia" (2011) dan yang ketiga berjudul "Menelusuri Sejarah, Tradisi dan Makna Tahun Imlek" (2011). (I020)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015