Negara (Antara Bali) - Mantan Kepala Dusun Berawan Tangi Taman, Desa Tukadaya, Kabupaten Jembrana, I Gusti Putu Tanaya (58), ingin mendapatkan bantuan bedah rumah setelah bertahun-tahun tinggal di gubuk.
"Tahun lalu, saat bertemu Pak Bupati Putu Artha, saya menyampaikan keinginan tersebut. Waktu itu, ia langsung memanggil kepala desa dan diperintahkan mengusulkan bantuan bedah rumah untuk saya di tahun 2015, tapi sampai saat ini belum ada pelaksanaannya," kata Tanaya, saat ditemui di rumahnya, Senin.
Meskipun pernah menjabat kepala dusun dari tahun 2000 hingga 2005, ia mengaku, tidak mampu membangun rumahnya agar layak huni, bahkan saat menjabat kepala dusun ia terpaksa tinggal bersama saudaranya karena tidak memiliki rumah.
Selama lima tahun menjabat kepala dusun, ia mengumpulkan uang, sehingga bisa membeli tanah yang ditempatinya sekarang, meskipun lokasinya di pelosok dan berdekatan dengan sungai.
"Dulu saya aktif di kegiatan desa hingga kecamatan, seperti menjadi Hansip. Sekarang sudah tidak kuat lagi karena sudah tua," ujarnya, didampingi Sayu Putu Malih (48), isterinya.
Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, pasangan suami isteri ini bekerja serabutan, mulai dari mencari kerang di laut, hingga "munuh" (mengumpulkan padi yang tercecer saat panen).
Dari mencari kerang ia mengaku, mendapatkan hasil antara Rp25 ribu hingga Rp30 ribu setiap hari, yang ia pergunakan hidup bersama isterinya, sementara tiga orang anaknya sudah dewasa, dengan dua diantaranya bekerja sebagai buruh di Denpasar.
Karena penghasilan yang sedikit tersebut, ia tidak mampu membangun rumahnya, apalagi saat ini penyakit diabetes menggerogotinya, sehingga membuat fisiknya lemah.
"Kaki saya sering kesemutan. Untuk menurunkan kadar gula, saya hanya menggunakan obat-obatan tradisional, yang sampai saat ini efektif manfaatnya," katanya.
Pantauan di lokasi, rumah mantan kepala dusun ini terbuat dari gedek seadanya, dengan dua kamar tanpa ruang tamu.
Menurut Malih, kamar satunya ia tempati bersama suaminya, sementara yang bersebelahan ditempati anak-anaknya jika pulang kampung.
Lantai tanah di dalam dua kamar tersebut dilapisi plastik maupun baliho bekas, demikian juga dengan dindingnya yang di beberapa tempat sudah bolong.
Untuk menerima tamu, mereka menempatkannya di teras, dengan kursi yang sudah lusuh, yang menurut Tanaya hasil minta dari salah seorang temannya.
"Waktu ke rumah teman saya lihat kursi ini tidak terpakai, langsung saya minta dan bawa pulang," katanya.
Tanaya serta Malih berharap, Pemkab Jembrana memberikan perhatian, lewat bantuan bedah rumah, karena mereka masuk dalam daftar keluarga miskin.(GBI)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Tahun lalu, saat bertemu Pak Bupati Putu Artha, saya menyampaikan keinginan tersebut. Waktu itu, ia langsung memanggil kepala desa dan diperintahkan mengusulkan bantuan bedah rumah untuk saya di tahun 2015, tapi sampai saat ini belum ada pelaksanaannya," kata Tanaya, saat ditemui di rumahnya, Senin.
Meskipun pernah menjabat kepala dusun dari tahun 2000 hingga 2005, ia mengaku, tidak mampu membangun rumahnya agar layak huni, bahkan saat menjabat kepala dusun ia terpaksa tinggal bersama saudaranya karena tidak memiliki rumah.
Selama lima tahun menjabat kepala dusun, ia mengumpulkan uang, sehingga bisa membeli tanah yang ditempatinya sekarang, meskipun lokasinya di pelosok dan berdekatan dengan sungai.
"Dulu saya aktif di kegiatan desa hingga kecamatan, seperti menjadi Hansip. Sekarang sudah tidak kuat lagi karena sudah tua," ujarnya, didampingi Sayu Putu Malih (48), isterinya.
Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, pasangan suami isteri ini bekerja serabutan, mulai dari mencari kerang di laut, hingga "munuh" (mengumpulkan padi yang tercecer saat panen).
Dari mencari kerang ia mengaku, mendapatkan hasil antara Rp25 ribu hingga Rp30 ribu setiap hari, yang ia pergunakan hidup bersama isterinya, sementara tiga orang anaknya sudah dewasa, dengan dua diantaranya bekerja sebagai buruh di Denpasar.
Karena penghasilan yang sedikit tersebut, ia tidak mampu membangun rumahnya, apalagi saat ini penyakit diabetes menggerogotinya, sehingga membuat fisiknya lemah.
"Kaki saya sering kesemutan. Untuk menurunkan kadar gula, saya hanya menggunakan obat-obatan tradisional, yang sampai saat ini efektif manfaatnya," katanya.
Pantauan di lokasi, rumah mantan kepala dusun ini terbuat dari gedek seadanya, dengan dua kamar tanpa ruang tamu.
Menurut Malih, kamar satunya ia tempati bersama suaminya, sementara yang bersebelahan ditempati anak-anaknya jika pulang kampung.
Lantai tanah di dalam dua kamar tersebut dilapisi plastik maupun baliho bekas, demikian juga dengan dindingnya yang di beberapa tempat sudah bolong.
Untuk menerima tamu, mereka menempatkannya di teras, dengan kursi yang sudah lusuh, yang menurut Tanaya hasil minta dari salah seorang temannya.
"Waktu ke rumah teman saya lihat kursi ini tidak terpakai, langsung saya minta dan bawa pulang," katanya.
Tanaya serta Malih berharap, Pemkab Jembrana memberikan perhatian, lewat bantuan bedah rumah, karena mereka masuk dalam daftar keluarga miskin.(GBI)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015