Singaraja (Antara Bali) - Kalangan petani cengkeh di Desa Gobleg, Kabupaten Buleleng, Bali menyesalkan harga cengkeh turun dari Rp100 ribu menjadi Rp75 ribu padahal upah buruh tiap tahun terus mengalami peningkatan.
"Tahun ini upah buruh dalam sehari memetik cengkeh dari pukul 08.00 sampai 16.00 WITA di kisaran Rp100 ribu sampai Rp120 ribu padahal sebelumnya dibawah itu," kata Nyoman Ardana, salah satu petani cengkeh di desa setempat, Rabu.
Ia menjelaskan, pihaknya memperkirakan turunya harga cengkeh dipengaruhi masa panen raya tahun ini, sudah dimulai sejak1 dua bulan yang lalu.
Ardana menambahkan, persediaan/stok total cengkeh kering melimpah di kalangan pengepul membuat harga di kalangan petani menurun.
Selain itu, ia melanjutkan, banyak komoditas cengkeh didatangkan dari luar Pulau Dewata seperti dari Maluku dan beberapa daerah lain, sehingga hasil panen petani lokal tidak terserap pasar.
Selanjutnya, ia menjelaskan, keadaan tersebut membuat dirinya semakin susah, apalagi, saat ini banyak buruh menuntut upah lebih akibat semakin mahalnya harga kebutuhan pokok.
"Buruh petik cengkeh yang diupah Rp100 ribu kini mulai berfikir ingin bekerja atau tidak di tempat kami, karena di tempat lain ditawarkan upah yang lebih besar," kata dia.
Padahal, kata dia, pengeluaran yang digunakan dari awal masa petik sampai cengkeh kering menghabiskan banyak biaya, karena menggunakan proses cukup lama.
"Dari awal petik dari pohon sudah pakai upah, memisahkan antara batang dan buah juga pakai tenaga kerja, kemudian jemur kadang juga pakai upah," kata dia.
Ia menjelaskan, untuk satu kuintal cengkeh kering dengan asumsi harga perkilogram Rp75.000, pihaknya dapat mengeluarkan biaya Rp4 juta sampai Rp5 juta.
Lebih lanjut, Ardana berharap, harga cengkeh di pasaran bisa naik kembali, sehingga dapat menutpi biaya perawatan dan pupuk pohon cengkeh, apalagi, banyak pohon cengkeh di daerah itu terkena penyakit jamur akar putih (JAP) menyebabkan banyak pohon mati. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Tahun ini upah buruh dalam sehari memetik cengkeh dari pukul 08.00 sampai 16.00 WITA di kisaran Rp100 ribu sampai Rp120 ribu padahal sebelumnya dibawah itu," kata Nyoman Ardana, salah satu petani cengkeh di desa setempat, Rabu.
Ia menjelaskan, pihaknya memperkirakan turunya harga cengkeh dipengaruhi masa panen raya tahun ini, sudah dimulai sejak1 dua bulan yang lalu.
Ardana menambahkan, persediaan/stok total cengkeh kering melimpah di kalangan pengepul membuat harga di kalangan petani menurun.
Selain itu, ia melanjutkan, banyak komoditas cengkeh didatangkan dari luar Pulau Dewata seperti dari Maluku dan beberapa daerah lain, sehingga hasil panen petani lokal tidak terserap pasar.
Selanjutnya, ia menjelaskan, keadaan tersebut membuat dirinya semakin susah, apalagi, saat ini banyak buruh menuntut upah lebih akibat semakin mahalnya harga kebutuhan pokok.
"Buruh petik cengkeh yang diupah Rp100 ribu kini mulai berfikir ingin bekerja atau tidak di tempat kami, karena di tempat lain ditawarkan upah yang lebih besar," kata dia.
Padahal, kata dia, pengeluaran yang digunakan dari awal masa petik sampai cengkeh kering menghabiskan banyak biaya, karena menggunakan proses cukup lama.
"Dari awal petik dari pohon sudah pakai upah, memisahkan antara batang dan buah juga pakai tenaga kerja, kemudian jemur kadang juga pakai upah," kata dia.
Ia menjelaskan, untuk satu kuintal cengkeh kering dengan asumsi harga perkilogram Rp75.000, pihaknya dapat mengeluarkan biaya Rp4 juta sampai Rp5 juta.
Lebih lanjut, Ardana berharap, harga cengkeh di pasaran bisa naik kembali, sehingga dapat menutpi biaya perawatan dan pupuk pohon cengkeh, apalagi, banyak pohon cengkeh di daerah itu terkena penyakit jamur akar putih (JAP) menyebabkan banyak pohon mati. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015