Jakarta (Antara Bali) - Wakil Presiden 2009--2014 Prof Dr H Boediono,
MEc mengharapkan Indonesia dapat membangun ketahanan bangsa terutama
dalam rangka survive atau bertahan dalam menghadapi krisis yang kerap berdampak global.
"Pertama, kita membangun kapasitas bangsa ini untuk bisa mempunyai ketahanan yang kuat dalam artian bisa survive dalam melewati risiko-risiko dunia," katanya dalam wawancara khusus dengan Antara di Jakarta, Kamis, terkait 70 Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia.
Menurut dia, saat ini bangsa dan Republik Indonesia tengah hidup dalam dunia yang penuh dengan risiko dan berbahaya bila tidak waspada.
Untuk itu, ujar Boediono, sudah seharusnya bangsa ini menciptakan kapasitas untuk bisa bertahan dalam beragam bidang mulai dari politik, ekonomi, hingga keamanan. "Dalam ekonomi saja, berarti kita harus survive bila sewaktu-waktu menghadapi krisis," katanya.
Tokoh bangsa kelahiran Blitar, Jawa Timur, 25 Februari 1943 itu berpendapat, krisis masih belum bisa diprediksi secara tepat kapan datangnya dan berapa dampak beratnya.
Boediono mengibaratkan krisis seperti gempa karena terkait dengan fenomena gempa bumi, ilmu yang ada saat ini masih tidak mungkin diprediksi kapan terjadinya dan berapa besar gempa yang akan terjadi pada masa depan.
Untuk itu, menurut dia, strategi terbaik adalah mempertahankan ketahanan di bidang ekonomi adalah dengan memanfaatkan berbagai rambu, lembaga praktek, dan kebijakan dalam negeri yang memperkuat benteng ketahanan RI. "Survive ini sangat penting, karena krisis dapat membawa suatu bangsa mundur 10-20 tahun," katanya.
Boediono menuturkan berdasarkan pengalaman empiris beragam negara termasuk Indonesia saat menghadapi krisis 1997/1998 maka yang tertera dalam statistik saat itu mundur 10 tahun seperti dalam pengukuran Produk Domestik Bruto (PDB) dan tingkat kemiskinan.
Dengan adanya kesiapan dan ketahanan dalam menghadapi krisis, maka diharapkan pada masa mendatang Indonesia juga telah siap menghadapi krisis. "Perangkat perundangan-undang, kebijakan antar-instansi yang harus menangani krisis, kualitas pejabatnya dan sebagainya. Kita sudah melakukan cukup banyak sampai sekarang tapi terus terang saja, masih harus banyak yang perlu kita mantapkan," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Pertama, kita membangun kapasitas bangsa ini untuk bisa mempunyai ketahanan yang kuat dalam artian bisa survive dalam melewati risiko-risiko dunia," katanya dalam wawancara khusus dengan Antara di Jakarta, Kamis, terkait 70 Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia.
Menurut dia, saat ini bangsa dan Republik Indonesia tengah hidup dalam dunia yang penuh dengan risiko dan berbahaya bila tidak waspada.
Untuk itu, ujar Boediono, sudah seharusnya bangsa ini menciptakan kapasitas untuk bisa bertahan dalam beragam bidang mulai dari politik, ekonomi, hingga keamanan. "Dalam ekonomi saja, berarti kita harus survive bila sewaktu-waktu menghadapi krisis," katanya.
Tokoh bangsa kelahiran Blitar, Jawa Timur, 25 Februari 1943 itu berpendapat, krisis masih belum bisa diprediksi secara tepat kapan datangnya dan berapa dampak beratnya.
Boediono mengibaratkan krisis seperti gempa karena terkait dengan fenomena gempa bumi, ilmu yang ada saat ini masih tidak mungkin diprediksi kapan terjadinya dan berapa besar gempa yang akan terjadi pada masa depan.
Untuk itu, menurut dia, strategi terbaik adalah mempertahankan ketahanan di bidang ekonomi adalah dengan memanfaatkan berbagai rambu, lembaga praktek, dan kebijakan dalam negeri yang memperkuat benteng ketahanan RI. "Survive ini sangat penting, karena krisis dapat membawa suatu bangsa mundur 10-20 tahun," katanya.
Boediono menuturkan berdasarkan pengalaman empiris beragam negara termasuk Indonesia saat menghadapi krisis 1997/1998 maka yang tertera dalam statistik saat itu mundur 10 tahun seperti dalam pengukuran Produk Domestik Bruto (PDB) dan tingkat kemiskinan.
Dengan adanya kesiapan dan ketahanan dalam menghadapi krisis, maka diharapkan pada masa mendatang Indonesia juga telah siap menghadapi krisis. "Perangkat perundangan-undang, kebijakan antar-instansi yang harus menangani krisis, kualitas pejabatnya dan sebagainya. Kita sudah melakukan cukup banyak sampai sekarang tapi terus terang saja, masih harus banyak yang perlu kita mantapkan," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015