Denpasar (Antara Bali) - Bentara Budaya Bali (BBB), lembaga kebudayaan nirlaba Kompas-Gramedia di Ketewel, Kabupaten Gianyar menggelar "Pesantian Kidung" pembacaan ayat-ayat suci Agama Hindu, serangkaian memperingati Hari Raya Galungan dan Kuningan.
"Kegiatan tersebut didukung Yayasan Sari Kahyangan dan Komunitas Pengkajian Agama, Budaya, dan Pariwisata (Pagari) menampilkan Seka Gegirang Katon Jaya, Desa Pekraman Tonja, Denpasar Utara," kata Putu Aryastwa selaku penata acara tersebut yang juga staf Bentara Budaya Bali di Denpasar, Selasa.
Kegiatan yang akan digelar Rabu (22/7) malam, kata dia, merupakan kelanjutan dari serangkaian agenda lokakarya (workshop) kidung yang telah digelar sebelumnya.
Kegiatan Pesantian Kidung yang mengusung tema "Tirta Amerta dan Mandara Giri", kata dia,akan menyuguhkan kidung yang dipetik dari Kekawin Mahabarata, terutama pada bagian Adiparwa.
Bagian tersebut mengisahkan perebutan Tirta Amerta, yakni air suci keabadian, antara para dewa dan raksasa pada zaman Satyayuga. Guna memperoleh tirta tersebut, baik Dewa maupun raksasa, harus memutar terlebih dahulu Gunung Mandara atau Mandara Giri, yang konon terletak di Sangka Dwipa (Pulau Sangka).
Dikisahkan dengan bantuan Naga Basuki dan Kurma Awatara (kura-kura raksasa) bernama Akupa, yang diyakini merupakan penjelmaan Dewa Wisnu, para dewa dan raksasa bersama-sama memutar gunung suci tersebut hingga tirta amerta berhasil diperoleh. Namun, kisah tersebut kemudian berlanjut dengan pertikaian antara Dewa dan raksasa, sebagai cerminan pertentangan antara nilai-nilai kebaikan dan keburukan.
"Kidung umumnya dilantunkan sebagai bagian dari ritual keagamaan yang lekat dengan kehidupan masyarakat Hindu di Bali," ujar Putu Aryastwa.
Di balik keberadaan kidung sebagai seni suara dalam ritual agama, kidung juga sarat akan pesan moral dan spiritual dalam tulisan berbahasa Bali, Jawa Kuno, hingga Sansekerta.
Dengan demikian kidung juga dapat menjadi sarana edukasi nilai-nilai kehidupan yang luhur. Bentara Budaya Bali telah beberapa kali menyelenggarakan rangkaian lokakarya kidung bagi mahasiswa, pelajar, dan masyarakat umum.
Dalam agenda workshop kidung, kata Putu Aryastwa, sebelumnya telah diupayakan adanya kolaborasi kidung dengan bidang seni lainnya.
"Upaya kolaborasi seni itu bertujuan memperluas apresiasi terhadap seni kidung itu sendiri," kata Putu Aryastwa. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Kegiatan tersebut didukung Yayasan Sari Kahyangan dan Komunitas Pengkajian Agama, Budaya, dan Pariwisata (Pagari) menampilkan Seka Gegirang Katon Jaya, Desa Pekraman Tonja, Denpasar Utara," kata Putu Aryastwa selaku penata acara tersebut yang juga staf Bentara Budaya Bali di Denpasar, Selasa.
Kegiatan yang akan digelar Rabu (22/7) malam, kata dia, merupakan kelanjutan dari serangkaian agenda lokakarya (workshop) kidung yang telah digelar sebelumnya.
Kegiatan Pesantian Kidung yang mengusung tema "Tirta Amerta dan Mandara Giri", kata dia,akan menyuguhkan kidung yang dipetik dari Kekawin Mahabarata, terutama pada bagian Adiparwa.
Bagian tersebut mengisahkan perebutan Tirta Amerta, yakni air suci keabadian, antara para dewa dan raksasa pada zaman Satyayuga. Guna memperoleh tirta tersebut, baik Dewa maupun raksasa, harus memutar terlebih dahulu Gunung Mandara atau Mandara Giri, yang konon terletak di Sangka Dwipa (Pulau Sangka).
Dikisahkan dengan bantuan Naga Basuki dan Kurma Awatara (kura-kura raksasa) bernama Akupa, yang diyakini merupakan penjelmaan Dewa Wisnu, para dewa dan raksasa bersama-sama memutar gunung suci tersebut hingga tirta amerta berhasil diperoleh. Namun, kisah tersebut kemudian berlanjut dengan pertikaian antara Dewa dan raksasa, sebagai cerminan pertentangan antara nilai-nilai kebaikan dan keburukan.
"Kidung umumnya dilantunkan sebagai bagian dari ritual keagamaan yang lekat dengan kehidupan masyarakat Hindu di Bali," ujar Putu Aryastwa.
Di balik keberadaan kidung sebagai seni suara dalam ritual agama, kidung juga sarat akan pesan moral dan spiritual dalam tulisan berbahasa Bali, Jawa Kuno, hingga Sansekerta.
Dengan demikian kidung juga dapat menjadi sarana edukasi nilai-nilai kehidupan yang luhur. Bentara Budaya Bali telah beberapa kali menyelenggarakan rangkaian lokakarya kidung bagi mahasiswa, pelajar, dan masyarakat umum.
Dalam agenda workshop kidung, kata Putu Aryastwa, sebelumnya telah diupayakan adanya kolaborasi kidung dengan bidang seni lainnya.
"Upaya kolaborasi seni itu bertujuan memperluas apresiasi terhadap seni kidung itu sendiri," kata Putu Aryastwa. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015