Denpasar (Antara Bali) - Pelaksanaan eksekusi atas kepemilikan dan aset Aston Bali Resort & Spa di Tanjung Benoa, Kabupaten Badung, dari manajemen lama ke manajemen baru, Selasa siang berlangsung ricuh.

Ratusan karyawan hotel yang mengenakan pakaian adat madya Bali, tampak memenuhi halaman depan hotel dan tetap menolak untuk dilakukan eksekusi. Bahkan tiga orang di antaranya harus diamankan petugas kepolisian karena mengamuk setelah surat keputusan eksekusi dibacakan petugas.

"Kami tetap menolak dilakukannya eksekusi ini," teriak salah seorang karyawan yang disambut sorak sorai ratusan temannya.

Namun, munculnya desakan dari karyawan Hotel Aston Bali Resort & Spa atau PT Dewata Royal International (DRI) itu, tidak menyurutkan manajemen PT Karya Teknik Hotelindo (PT KTH) selaku pemilik baru atas hotel tersebut untuk melakukan eksekusi yang dikawal ketat aparat kepolisian.

Sementara menurut Direktur PT Karya Teknik Hotelindo, Widodo yang ditemui seuasi proses eksekusi, pihaknya selaku pemilik baru menjamin kelangsungan kegiatan operasional hotel tersebut.

"Kami tetap akan melakukan kerja sama dengan Aston Internasional Indonesia dan siap untuk melakukan aktivitas hotel menjadi lebih baik," katanya menjelaskan.

Selain itu, kata dia, bagi karyawan Hotel Aston Bali Resort & Spa yang ingin tetap bekerja, pihaknya akan tetap memperkerjakan mereka sebagai karyawan PT KTH tanpa masa percobaan serta upah yang akan dibayarkan tetap sesuai data upah yang terakhir.

Penjelasan lainnya yang disampaikan dalam kesempatan tersebut adalah kurator tetap akan melaksanakan pembayaran kompensasi hak karyawan sesuai peraturan Undang Undang Departemen Ketenagakerjaan, terkait dengan pailitnya PT DRI.

Sementara kuasa hukum PT DRI, Gewang SH menilai eksekusi tersebut adalah prematur, karena hingga saat ini masih ada banyak bantahan dan pelanggaran hukum.

"Eksekusi harus mempunyai putusan akta tetap, bukan akta lelang," katanya sembari menyebut kalau kasus tersebut masih dalam perkara di PN Denpasar maupun tingkat Pengajuan Kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA).

Seperti diketahui, kasus ini berawal dari persoalan kredit, yakni ketika PT DRI mendapat kredit dari Bank Mandiri pada 1996 sebesar 14 juta dolar AS yang digunakan membangun Hotel Aston Bali Resort & Spa di Tanjung Benoa.

Namun dalam perjalanannya, PT DRI tidak memenuhi kewajibannya sehingga pada akhir Juni 2008 fasilitas kredit itu dinyatakan gagal.

Dikatakan, jika ditambah bunga dan denda, nilainya mencapai 22 juta dolar. Karena itu, Bank Mandiri mempailitkan PT DRI yang kemudian dikabulkan Pengadilan Niaga Surabaya tertanggal 10 November 2009.

Setelah dinyatakan pailit, muncullah PT Karya Teknik Hotelindo (PT KTH) sebagai pemenang lelang. Selanjutnya Pengadilan Negeri Denpasar menerima delegasi dari pengadilan Surabaya untuk melakukan eksekusi.(*/T007)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010