Denpasar (Antara Bali) - Sekretaris Komisi III DPRD Bali Wayan Diesel Astawa mendesak investor baru yang mengelola kawasan Garuda Wisnu Kencana (GWK) untuk menjaga situasi yang tetap kondusif dengan pengusaha yang menjalankan roda usaha di sana, yakni Plaza Amata.

"Pengelola baru GWK harus melihat dokumen yang lama, sehingga tidak melakukan tindakan semena-mena dengan pengusaha sekaligus pemilik kawasan Plaza Amata yang berada satu kawasan dengan GWK," katanya di Denpasar, Rabu.

Ia mengatakan investor harus melihat dokumen lama dalam mengelola kawasan yang menjadi miliknya, sehingga siapa pun yang menjalankan usaha di sana (kawasan Plaza Amata) tidak merasa dirugikan. Bahkan akan menjadi satu kesatuan dalam ikon sebagai tujuan wisata budaya GWK di Desa Ungasan, Kabupaten Badung.

"Saya harapkan pengelola GWK mampu meredam masalah. Karena ini menyangkut bagian dari sektor pariwisata yang perlu kedamaian. Justru kalau ada masalah tentu kunjungan wisatawan GWK akan menurun," ujarnya.

Hal senada juga dikatakan anggota DPRD Nyoman Suyasa, terkait adanya konflik internal di kawasan GWK harus segera diselesaikan. Karena jika itu sampai menimbulkan keributan, tentu akan menjadi sorotan, dan preseden buruk sektor pariwisata di Pulau Dewata.

"Saya berharap investor baru melihat perjanjian sebelumnya, sehingga kawasan Plaza Amata bisa beraktivitas seperti sebelum adanya pengelola baru," katanya.

Sebelumnya, ratusan pemilik toko objek wisata Garuda Wisnu Kencana (GWK) mengadukan PT Alam Sutera Realty Tbk sebagai pengelola objek wisata tersebut ke Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) akibat dipersulit untuk mengakses fasilitas umum kawasan wisata tersebut.

"Selain ke Komnas HAM, kami juga melaporkan permasalahan ini ke Presiden RI, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPR) RI, Menteri Pariwisata, Menteri Dalam Negeri, Gubernur Bali, DPRD Bali, dan instansi lainnya melalui surat tertulis," kata Ketua Perkumpulan Pemilik Toko Plaza Amata (PPTPA) Hendra Dinata di Denpasar, Senin (8/6).

Ia mengatakan yang menjadi pokok permasalahan adalah kesewenang-wenangan PT Alam Sutera Realty Tbk sebagai pengelola objek wisata yang tidak membiarkan pemilik toko untuk melalui jalan yang selama ini digunakan.

"Pihak pengelola berkilah jika kami menggunakan jalan tersebut harus melalui surat tertulis kepada manajemen, itu menurut kami sangat memberatkan karena sejak membeli lahan tersebut beberapa tahun lalu, kami tidak pernah ada masalah mengenai jalan," kata dia.

Sementara itu, Direktur Utama PT Bhavana, Budi Kuswahjudi, selaku kuasa pemilik toko ketika melakukan transaksi menyayangkan tindakan pengelola GWK yang dinilai sewenang-wenang dan tidak menghargai hak-hak para pemilik toko. Padahal, mereka telah membeli toko di kawasan GWK beserta hak menggunakan fasilitas umum yang merupakan satu kesatuan dengan kawasan GWK.

"Sebelum masuknya investor baru PT Alam Sutera Realty Tbk, hak pemilik toko diakui penuh dan tidak ada masalah soal akses jalan, ketika itu, pemilik toko bisa mengakses jalan dengan mudah karena merupakan jalan umum," katanya. (WDY)

Pewarta: Oleh I Komang Suparta

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015