Denpasar (Antara Bali) - Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali memberikan pelatihan penanaman padi organik kepada sekitar 50 orang perwakilan petani di Desa Jatiluwih, Kabupaten Tabanan, Bali.
"Bantuan teknis berupa pelatihan penanaman budidaya padi organik diharapkan meningkatkan produktivitas hasil pertanian," kata Ketua Tim Pelaksanaan dan Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Bali, Teguh Setiadi di Denpasar, Jumat.
Pelatihan tersebut digelar di Wantilan Pura Petali di Desa Jatiluwih, sebuah kawasan pertanian dengan terasering yang menjadi warisan budaya dunia oleh UNESCO sekaligus menjadi salah satu daya tarik wisata andalan di kabupaten lumbung beras itu.
Selain memberikan pelatihan penanaman budidaya padi organik, para petani yang tergabung dalam beberapa subak di desa asri itu juga diberikan cara membuat pupuk organik MA-11 (Microbacter Alfalfa) dengan memanfaatkan limbah.
Limbah tersebut, lanjut dia, amat mudah didapatkan para petani di antaranya seperti limbah kotoran sapi, daun-daunan dan dengan komposisi yang tepat, maka pupuk organik itu diharapkan bisa meningkatkan produktivitas hasil pertanian dan kualitas lahan.
Selama ini, kata dia, dari penuturan para petani setiap satu hektare lahan pertanian di desa itu mampu menghasilkan sekitar 5,5 ton.
Dengan menggunakan pupuk dan pengembangan secara organik, ia meyakini akan meningkatkan produktivitas hasil pertanian hingga lebih dari delapan ton padi organik seperti yang berhasil dilakukan olh petani di provinsi lain.
Teguh lebih lanjut menekankan bahwa bank sentral itu tidak hanya sebatas memiliki tugas dan fungsi terkait kebijakan moneter, tetapi sektor pertanian juga menjadi salah satu perhatian.
Selama ini beras merupakan salah satu komoditas yang menjadi penyumbang utama inflasi di Pulau Dewata.
BI Bali melansir pada tahun 2013, provinsi ini mengalami defisit beras sebesar 11 ribu ton dan meningkat menjadi hampir 38 ribu ton pada tahun 2014.
Selama 2014, beras sudah enam kali menjadi komoditas penyumbang inflasi dan selama tiga tahun terakhir sudah 16 kali menyumbang inflasi. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Bantuan teknis berupa pelatihan penanaman budidaya padi organik diharapkan meningkatkan produktivitas hasil pertanian," kata Ketua Tim Pelaksanaan dan Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Bali, Teguh Setiadi di Denpasar, Jumat.
Pelatihan tersebut digelar di Wantilan Pura Petali di Desa Jatiluwih, sebuah kawasan pertanian dengan terasering yang menjadi warisan budaya dunia oleh UNESCO sekaligus menjadi salah satu daya tarik wisata andalan di kabupaten lumbung beras itu.
Selain memberikan pelatihan penanaman budidaya padi organik, para petani yang tergabung dalam beberapa subak di desa asri itu juga diberikan cara membuat pupuk organik MA-11 (Microbacter Alfalfa) dengan memanfaatkan limbah.
Limbah tersebut, lanjut dia, amat mudah didapatkan para petani di antaranya seperti limbah kotoran sapi, daun-daunan dan dengan komposisi yang tepat, maka pupuk organik itu diharapkan bisa meningkatkan produktivitas hasil pertanian dan kualitas lahan.
Selama ini, kata dia, dari penuturan para petani setiap satu hektare lahan pertanian di desa itu mampu menghasilkan sekitar 5,5 ton.
Dengan menggunakan pupuk dan pengembangan secara organik, ia meyakini akan meningkatkan produktivitas hasil pertanian hingga lebih dari delapan ton padi organik seperti yang berhasil dilakukan olh petani di provinsi lain.
Teguh lebih lanjut menekankan bahwa bank sentral itu tidak hanya sebatas memiliki tugas dan fungsi terkait kebijakan moneter, tetapi sektor pertanian juga menjadi salah satu perhatian.
Selama ini beras merupakan salah satu komoditas yang menjadi penyumbang utama inflasi di Pulau Dewata.
BI Bali melansir pada tahun 2013, provinsi ini mengalami defisit beras sebesar 11 ribu ton dan meningkat menjadi hampir 38 ribu ton pada tahun 2014.
Selama 2014, beras sudah enam kali menjadi komoditas penyumbang inflasi dan selama tiga tahun terakhir sudah 16 kali menyumbang inflasi. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015