Negara (Antara Bali) - Sesama perajin perak di Kabupaten Jembrana bersaing harga, sehingga sulit dibentuk organisasi semacam paguyuban untuk mereka.
"Sangat sulit, atau bahkan tidak mungkin sesama perajin perak dikumpulkan dalam organisasi. Tidak hanya di Jembrana, tapi juga Bali," kata I Made Putu Yudha Baskara, salah seorang perajin perak, di Negara, Senin.
Ia mengakui, seringkali persaingan harga sesama perajin perak tidak sehat, dan saling menjatuhkan, namun hal tersebut sulit dihindari.
Perajin yang juga anggota DPRD Jembrana ini mengatakan, persaingan harga mulai terasa sejak tahun 2001, saat pembeli datang langsung ke perajin, sehingga tahu ongkos pembuatannya.
"Sebelum tahun ini, kami menyerahkan hasil kerajinan kepada pengepul, yang dilanjutkan ke art shop, baru sampai ke pembeli, sehingga harga hampir semuanya sama. Tapi sejak pembeli datang langsung ke perajin, dan tahu harganya, mulailah persaingan tidak sehat," ujarnya.
Karena persaingan harga di pasaran lokal sangat ketat, ia mengaku, saat ini fokus melayani pemesanan dari negara lain atau ekspor.
Menurutnya, meskipun terpengaruh nilai dollar, harga pesanan dari luar negeri lebih stabil, asal perajin bisa memenuhi standar kualitas yang ditentukan.
Justru ia mengaku, saat nilai tukar dollar terhadap rupiah melonjak, perajin perak yang melayani pasaran luar negeri bisa mendapatkan untung yang besar, dari selisih harga perak.
"Biasanya saat dollar turun, yang otomatis harga perak juga turun, perajin membeli bahan baku tersebut dalam jumlah besar. Saat dollar naik, diikuti dengan harga kerajinan perak, disitulah perajin dapat untung karena ongkos tenaga kerja tetap sama," katanya.
Ia mengatakan, pesanan dari luar negeri biasanya meningkat mulai bulan Agustus hingga akhir tahun, dan cenderung turun saat awal tahun.(GBI)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Sangat sulit, atau bahkan tidak mungkin sesama perajin perak dikumpulkan dalam organisasi. Tidak hanya di Jembrana, tapi juga Bali," kata I Made Putu Yudha Baskara, salah seorang perajin perak, di Negara, Senin.
Ia mengakui, seringkali persaingan harga sesama perajin perak tidak sehat, dan saling menjatuhkan, namun hal tersebut sulit dihindari.
Perajin yang juga anggota DPRD Jembrana ini mengatakan, persaingan harga mulai terasa sejak tahun 2001, saat pembeli datang langsung ke perajin, sehingga tahu ongkos pembuatannya.
"Sebelum tahun ini, kami menyerahkan hasil kerajinan kepada pengepul, yang dilanjutkan ke art shop, baru sampai ke pembeli, sehingga harga hampir semuanya sama. Tapi sejak pembeli datang langsung ke perajin, dan tahu harganya, mulailah persaingan tidak sehat," ujarnya.
Karena persaingan harga di pasaran lokal sangat ketat, ia mengaku, saat ini fokus melayani pemesanan dari negara lain atau ekspor.
Menurutnya, meskipun terpengaruh nilai dollar, harga pesanan dari luar negeri lebih stabil, asal perajin bisa memenuhi standar kualitas yang ditentukan.
Justru ia mengaku, saat nilai tukar dollar terhadap rupiah melonjak, perajin perak yang melayani pasaran luar negeri bisa mendapatkan untung yang besar, dari selisih harga perak.
"Biasanya saat dollar turun, yang otomatis harga perak juga turun, perajin membeli bahan baku tersebut dalam jumlah besar. Saat dollar naik, diikuti dengan harga kerajinan perak, disitulah perajin dapat untung karena ongkos tenaga kerja tetap sama," katanya.
Ia mengatakan, pesanan dari luar negeri biasanya meningkat mulai bulan Agustus hingga akhir tahun, dan cenderung turun saat awal tahun.(GBI)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015