Negara (Antara Bali) - Legislator DPRD Jembrana minta, harga VAR atau obat rabies yang ditentukan pemerintah pusat lewat Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), dikesampingkan oleh Dinas Kesehatan.

"Kenapa saya minta harga itu dikesampingkan, karena masalah penularan rabies di Kabupaten Jembrana termasuk kategori darurat. Kalau kaku mengacu dari harga yang ditetapkan LKPP lewat katalog elektronik, Jembrana tidak akan pernah akan memiliki stok VAR," kata Ketua Komisi C DPRD Jembrana Ida Bagus Susrama, di Negara, Minggu.

Menurutnya, dinas terkait bisa menggunakan anggaran yang sudah dialokasikan dalam APBD Induk 2015 untuk membeli obat tersebut, sesuai dengan harga yang ditetapkan distributor.

Ia mengatakan, jika menuruti harga dari distributor memang melanggar harga dari LKPP, tapi resiko itu harus diambil untuk kepentingan masyarakat, khususnya warga tidak mampu yang terkena gigitan anjing rabies.

"Dalam pengadaan, dinas bisa melampirkan daftar harga resmi dari distributor. Resiko ini harus diambil, karena korban gigitan anjing rabies di Jembrana cukup tinggi, dan termasuk masalah yang darurat," ujarnya.

Pihaknya tidak ingin, masalah penyelamatan nyawa terabaikan, gara-gara aturan pengadaan barang yang tidak berpihak kepada kepentingan masyarakat.

Ia mengatakan, dalam sektor kesehatan, penyelamatan nyawa harus menjadi prioritas, dibandingkan mengikuti mekanisme yang membahayakan nyawa manusia.

"Masak kita takut dengan mekanisme, tapi tidak khawatir dengan nyawa yang melayang gara-gara korban rabies tidak mampu membeli obat? Wajar kita taat pada aturan pengadaan barang, tapi keselamatan warga harus menjadi pertimbangan dan tindakan utama," katanya.

Kepala Dinas Kesehatan Jembrana dr Putu Suasta MKes saat dikonfirmasi mengatakan, pihaknya bersama Dinas Kesehatan kabupaten/kota termasuk Pemerintah Provinsi Bali sedang berusaha agar harga VAR dalam katalog elektronik dicabut LKPP.

Menurutnya, koordinasi jarak jauh lewat surat sudah dilakukan, namun saat harga yang tercantum dalam website LKPP belum berubah, sehingga tidak ada yang berani membeli sesuai harga terendah dari distributor.

"Karena itu Dinas Kesehatan Provinsi Bali, akan koordinasi langsung ke Jakarta awal bulan April. Jadi untuk masalah VAR ini kami juga tidak tinggal diam," katanya.

Ia juga mengungkapkan, perbedaan harga dari LKPP dengan distributor, tidak lepas dari penawaran salah satu perusahaan farmasi yang menyanggupi harga Rp78 ribu per ampul VAR.

Menurutnya, penawaran dari perusahaan farmasi itu yang dijadikan acuan LKPP, namun saat pihaknya hendak membeli kesana sesuai harga di katalog elektronik, perusahaan tersebut menolaknya.

"Kepada LKPP kami akan mengusulkan agar perusahaan farmasi itu, dikeluarkan dari perusahaan pengadaan obat yang dilakukan pemerintah. Mereka itu yang membuat kami tidak bisa membeli VAR, karena main-main dengan harga yang ditawarkan," ujarnya.

Untuk memaksakan pengadaan VAR sesuai saran Susrama, ia mengaku, tidak berani melakukannya termasuk dari panitia pengadaan, karena ada konsekwensi hukum jika melanggar harga yang ditetapkan LKPP.

Karena tidak mungkin dilakukan pengadaan saat ini, ia mengatakan, pihaknya hanya bisa mengawasi apotek agar selalu menyediakan VAR, meskipun masyarakat harus membelinya dengan harga yang mahal.

Sebelumnya beberapa warga korban gigitan anjing rabies mengeluhkan, mereka harus membeli sendiri VAR di apotik seharga Rp140 ribu setiap ampul, sementara dibutuhkan empat ampul untuk setiap korban.(GBI)

Pewarta: Oleh Gembong Ismadi

Editor : Gembong Ismadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015