Negara (Antara Bali) - Subak atau organisasi petani dalam irigasi di Bali, mendesak Pemkab Jembrana menghentikan alih fungsi lahan dengan segera mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) terkait hal tersebut.

"Kami sudah bersurat ke Pak Bupati terkait hal itu. Surat tersebut ditandatangani empat belas ketua subak di Kecamatan Jembrana," kata Sorden, salah seorang petani, di Negara, Selasa.

Ia mengaku prihatin dengan alih fungsi lahan dari pertanian menjadi pemukiman, maupun lokasi usaha, yang luasnya cukup signifikan setiap tahun.

Menurutnya, jika lahan persawahan terus berkurang, tidak lama lagi Kabupaten Jembrana akan mengalami krisis pangan, karena produksi gabah menyusut.

"Ini juga berkaitan dengan program ketahanan pangan, yang merupakan salah satu program utama Pemkab Jembrana maupun nasional," ujarnya.

Petani yang cukup paham aturan pemerintahan ini juga mengungkapkan, lahan sawah yang beralih fungsi sebagian besar karena dibeli investor, bukannya diwariskan kepada keturunan pemiliknya.

Karena itu, ia mengatakan, Pemkab Jembrana harus memiliki peraturan yang tegas untuk melarang alih fungsi lahan pertanian, atau membuat kawasan lahan pertanian abadi.

"Kalau ada yang berpendapat, tanpa dihentikan alih fungsi lahan tetap akan terjadi karena sawah diwariskan, itu salah besar karena nyatanya sebagian besar karena dibeli investor. Biasanya yang diwariskan tetap berfungsi sebagai lahan pertanian, kalaupun jadi pemukiman prosentasenya kecil," katanya.

Selain alih fungsi lahan, dalam surat tersebut, empat belas ketua subak juga minta Pemkab Jembrana secepatnya merealisasikan pembuatan embung, atau penampungan air di kawasan Sungai Gelar, Desa Batu Agung.

Menurut Sorden, embung tersebut bermanfaat agar petani bisa menanam padi dua kali setiap tahunnya.

"Sekarang memang ada yang bisa menanam dua kali setahun, tapi belum merata karena masalah pengairan. Dengan adanya embung itu, kami optimis mayoritas petani bisa menanam padi dua kali setahun, sehingga produksi gabah Jembrana meningkat," ujarnya.

Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan Dan Peternakan Jembrana Ketut Wiratma saat dikonfirmasi mengatakan, pihaknya masih membahas Ranperda lahan pertanian dengan legislatif.

Menurutnya, aturan ini perlu pembahasan yang detail dan hati-hati, karena berkaitan dengan lahan yang dimiliki masyarakat.

"Kami hati-hati dalam menyusun aturan ini, karena menyangkut hak masyarakat sebagai pemilik lahan. Karena itu, dalam sosialisasi tidak hanya melibatkan pengurus subak, tapi juga harus ke pemilik lahan," katanya.

Ia mengaku, pemerintah harus mempertimbangkan hak seseorang untuk mewariskan tanahnya, termasuk ketika keturunan pemilik tanah membuat rumah di lahan pertanian yang diwariskan.

Karena itu, katanya, pemerintah tidak menggunakan istilah lahan pertanian abadi, tapi lahan pertanian pangan berkelanjutan yang juga mengatur masalah sawah yang diwariskan.

"Itupun kami masih ragu-ragu, karena terkait kemampuan pemerintah dalam memberikan kompensasi kepada pemilik lahan, yang terkena program pertanian berkelanjutan tersebut. Tidak mungkin kami melarang pemanfaatan lahan oleh pemilik di luar kebutuhan pertanian, tanpa memberikan kompensasi apapun," ujarnya.

Dari berbagai kendala dan pertimbangan tersebut, ia mengaku, pengesahan Ranperda yang mengatur tentang alih fungsi lahan pertanian, masih harus melewati beberapa tahapan lagi.

Sementara terkait penampungan air di Sungai Gelar, ia mengatakan, hal tersebut merupakan wewenang Dinas Pekerjaan Umum, sehingga dirinya tidak banyak tahu.(GBI/i018)

Pewarta: Oleh Gembong Ismadi

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015