Denpasar (Antara Bali) - Bank Indonesia Provinsi Bali telah mencabut izin 12 pengelola layanan penukaran mata uang atau `money changer` dari total 82 temuan pelanggaran selama 2014.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Dewi Setyowati di Denpasar, Rabu, menjelaskan bahwa pencabutan izin tersebut dijatuhkan kepada masing-masing pengelola Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA) bukan bank sebanyak tujuh unit yang merupakan kantor pusat dan lima kantor cabang di Pulau Dewata.
"Pelanggaran yang dilakukan penyelenggara KUPVA bukan bank di Bali lebih kepada keterlambatan administrasi penyampaian laporan berkala," kata Dewi. Langkah tegas tersebut diambil pihak bank sentral itu mengingat sektor jasa penukaran uang asing sangat erat kaitannya dengan dunia pariwisata yang menjadi salah satu penopang ekonomi utama di Pulau Dewata.
"Dalam perkembangannya, muncul beberapa stigma kepada para pelaku KUPVA bukan bank yang dianggap sebagai salah satu perusak citra pariwisata di Bali. Hal ini disebabkan oleh ulah nakal pedagang Uang Kertas Asing (UKA) liar yang melakukan kecurangan kepada sejumlah wisatawan asing," imbuhnya.
Dewi menjelaskan bahwa perkembangan KUPVA bukan bank berizin di Provinsi Bali mengalami peningkatan yang cukup pesat. Data terakhir Kantor Perwakilan BI Provinsi Bali, total KUPVA Berizin pada 2014 mencapai 526 kantor layanan KUPVA dengan 117 diantaranya adalah kantor pusat yang tersebar di seluruh Pulau Dewata.
Dewi menyatakan bahwa menjamurnya KUPVA liar bukan hanya merugikan wisatawan asing dan merusak citra pariwisata Bali, namun juga rawan digunakan sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan teroris, perdagangan narkotik, hingga penyelundupan yang disamarkan seolah-olah bersumber dari bisnis tukar menukar valuta asing. Menandai keseriusan ini, BI Bali telah melakukan penandatanganan Pokok-Pokok Kesepahaman (PPK) dengan Kepolisian Daerah Bali terkait "Koordinasi Penanganan Tindak Pidana di bidang Sistem Pembayaran dan KUPVA". (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Dewi Setyowati di Denpasar, Rabu, menjelaskan bahwa pencabutan izin tersebut dijatuhkan kepada masing-masing pengelola Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA) bukan bank sebanyak tujuh unit yang merupakan kantor pusat dan lima kantor cabang di Pulau Dewata.
"Pelanggaran yang dilakukan penyelenggara KUPVA bukan bank di Bali lebih kepada keterlambatan administrasi penyampaian laporan berkala," kata Dewi. Langkah tegas tersebut diambil pihak bank sentral itu mengingat sektor jasa penukaran uang asing sangat erat kaitannya dengan dunia pariwisata yang menjadi salah satu penopang ekonomi utama di Pulau Dewata.
"Dalam perkembangannya, muncul beberapa stigma kepada para pelaku KUPVA bukan bank yang dianggap sebagai salah satu perusak citra pariwisata di Bali. Hal ini disebabkan oleh ulah nakal pedagang Uang Kertas Asing (UKA) liar yang melakukan kecurangan kepada sejumlah wisatawan asing," imbuhnya.
Dewi menjelaskan bahwa perkembangan KUPVA bukan bank berizin di Provinsi Bali mengalami peningkatan yang cukup pesat. Data terakhir Kantor Perwakilan BI Provinsi Bali, total KUPVA Berizin pada 2014 mencapai 526 kantor layanan KUPVA dengan 117 diantaranya adalah kantor pusat yang tersebar di seluruh Pulau Dewata.
Dewi menyatakan bahwa menjamurnya KUPVA liar bukan hanya merugikan wisatawan asing dan merusak citra pariwisata Bali, namun juga rawan digunakan sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan teroris, perdagangan narkotik, hingga penyelundupan yang disamarkan seolah-olah bersumber dari bisnis tukar menukar valuta asing. Menandai keseriusan ini, BI Bali telah melakukan penandatanganan Pokok-Pokok Kesepahaman (PPK) dengan Kepolisian Daerah Bali terkait "Koordinasi Penanganan Tindak Pidana di bidang Sistem Pembayaran dan KUPVA". (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015