Gianyar (Antara Bali) - Seni payasan atau hiasan pelinggih yakni bangunan pura yang sering dipasang di sejumlah 'pelinggih' oleh umat Hindu saat upacara piodalan atau hari ulang tahun pura datang mulai diminati wisatawan dari India.
"Rata-rata satu atau dua hiasan 'pelinggih' itu laku terjual tiap hari," kata I Made Nati, salah satu perajin hiasan 'pelinggih' di Desa Sukawati, Kabupaten Gianyar ketika ditemui di tokonya di jalan Raya Sukawati, Jumat
Ia mengatakan selain warga lokal umat Hindu di Bali, hiasan itu juga sangat diminati oleh wisatawan asing utamanya dari India. Warga asing itu sering datang dan membeli karya seni itu.
Umumnya, kata Nati, mereka suka dengan seni hiasan gantung-gantungan terbuat dari benang yang sering ditempatkan pada 'pelinggih pura.' Kadang mereka ngambil satu atau dua barang dengan harga satu hiasan Rp30.000,00," ucapnya.
Selain gantung-gantungan, kata Nati, seni hiasan lainnya yang terbuat dari uang kepeng diisi hiasan topeng wanita cantik juga diminati. Kerajinan seni itu dipakai untuk hiasan rumah.
Paling murah, jelas Nati, pihaknya menjual hiasan itu seharga Rp 30 ribu dan paling mahal Rp300 ribu.
"Yang menarik dari hiasan itu adalah warna benang, uang kepeng dan patung manusia cantiknya," ujarnya.
Ia mengatakan, dengan perpaduan warna benang, uang kepeng dan patung manusia menghasilkan kerajinan yang indah dipandang mata.
"Supaya aura warna terlihat khas, kami hanya menggunakan benang wol dengan tiga warna yakni kuning, hitam dan merah," katanya.
Satu hiasan, ujar Nati dengan panjang 60 cm lengkap dengan seni hiasan benang berwarna kuning, hitam dan merah, uang kepeng serta patung manusia cantik dibuat selama tiga hari.
Selama ini, ucap Nati, untuk bahan benang berwarna banyak dijual di pasar Seni Sukawati, begitu juga patung kecil berbentuk manusia pihaknya memesan di Banjar Puaya, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati.
"Sedangkan untuk uang kepeng saya datangkan langsung dari pulau Jawa," kata Nati yang baru dua tahun menekuni kerajinan hiasan itu.
Khusus untuk uang kepeng, kata Nati, uang yang digunakan palsu hanya terbuat dari lempengan, seribu lempengan uang kepeng ia beli Rp35 Ribu.
"Kalau yang asli mahal, satu kepeng harganya Rp2.500, kalau pakai uang kepeng asli saya tidak mampu membeli bahannya," jelasnya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010
"Rata-rata satu atau dua hiasan 'pelinggih' itu laku terjual tiap hari," kata I Made Nati, salah satu perajin hiasan 'pelinggih' di Desa Sukawati, Kabupaten Gianyar ketika ditemui di tokonya di jalan Raya Sukawati, Jumat
Ia mengatakan selain warga lokal umat Hindu di Bali, hiasan itu juga sangat diminati oleh wisatawan asing utamanya dari India. Warga asing itu sering datang dan membeli karya seni itu.
Umumnya, kata Nati, mereka suka dengan seni hiasan gantung-gantungan terbuat dari benang yang sering ditempatkan pada 'pelinggih pura.' Kadang mereka ngambil satu atau dua barang dengan harga satu hiasan Rp30.000,00," ucapnya.
Selain gantung-gantungan, kata Nati, seni hiasan lainnya yang terbuat dari uang kepeng diisi hiasan topeng wanita cantik juga diminati. Kerajinan seni itu dipakai untuk hiasan rumah.
Paling murah, jelas Nati, pihaknya menjual hiasan itu seharga Rp 30 ribu dan paling mahal Rp300 ribu.
"Yang menarik dari hiasan itu adalah warna benang, uang kepeng dan patung manusia cantiknya," ujarnya.
Ia mengatakan, dengan perpaduan warna benang, uang kepeng dan patung manusia menghasilkan kerajinan yang indah dipandang mata.
"Supaya aura warna terlihat khas, kami hanya menggunakan benang wol dengan tiga warna yakni kuning, hitam dan merah," katanya.
Satu hiasan, ujar Nati dengan panjang 60 cm lengkap dengan seni hiasan benang berwarna kuning, hitam dan merah, uang kepeng serta patung manusia cantik dibuat selama tiga hari.
Selama ini, ucap Nati, untuk bahan benang berwarna banyak dijual di pasar Seni Sukawati, begitu juga patung kecil berbentuk manusia pihaknya memesan di Banjar Puaya, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati.
"Sedangkan untuk uang kepeng saya datangkan langsung dari pulau Jawa," kata Nati yang baru dua tahun menekuni kerajinan hiasan itu.
Khusus untuk uang kepeng, kata Nati, uang yang digunakan palsu hanya terbuat dari lempengan, seribu lempengan uang kepeng ia beli Rp35 Ribu.
"Kalau yang asli mahal, satu kepeng harganya Rp2.500, kalau pakai uang kepeng asli saya tidak mampu membeli bahannya," jelasnya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010