Jakarta (Antara Bali) - Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak pengujian UU No. 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang dimohonkan Wibi Andrino dan Muannas terkait dengan ketentuan komposisi pimpinan dalam Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
"Menolak permohonan Pemohon III (Wibi Andrino) dan Pemohon IV (Muannas)," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan amar putusan di Mahkamah Konstitusi Jakarta, Kamis sore.
Selain Wibi Andrino dan Muannas, permohonan pengujian UU MD3 ini juga diajukan oleh Mohamad Sangaji (Pemohon I) dan Veri Yonnevil (Pemohon II).
Namun MK memutus tidak dapat menerima permohonan Mohamad Sangaji dan Veri Yonnevil karena keduanya tidak memiliki kedudukan hukum.
Sebelumnya, Wibi Andrino dan Muannas mendalilkan berlakunya Pasal 327 ayat (1) huruf a bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (2), dan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 karena tidak eksplisit menyebutkan berapa jumlah wakil ketua yang pasti untuk DPRD Provinsi.
Mahkamah berpendapat bahwa mekanisme pemilihan pimpinan dan alat kelengkapan DPRD sebagaimana diatur dalam UU MD3 tidak bertentangan dengan prinsip kepastian hukum yang adil serta persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan sebagaimana didalilkan para Pemohon.
Hal itu dikatakan oleh Mahkamah karena ketentuan tersebut merupakan ranah kebijakan hukum terbuka dari pembentuk UU yang tidak bertentangan dengan UUD 1945.
Oleh sebab itu permohonan tersebut dinyatakan oleh Mahkamah tidak beralasan menurut hukum.
Baik Wibi Andrino dan Muannas sebagai pemohon merasa bahwa Pasal 327 ayat (1) huruf a UU MD3 mengandung sifat multitafsir dan tidak mengakomodasi keadaan yang terjadi di DPRD DKI Jakarta.
Hal itu dijelaskan pemohon karena jumlah anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta pada periode 2009-2014 sebanyak 106 orang dan seharusnya berpengaruh terhadap susunan dan kedudukan dari pimpinan dewan pada DPRD Provinsi DKI Jakarta.
Pemohon juga berpendapat bahwa seharusnya terdapat penambahan satu wakil ketua DPRD Provinsi DKI Jakarta sehingga menjadi lima wakil ketua untuk mengikuti jumlah anggota dewan yang ada. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Menolak permohonan Pemohon III (Wibi Andrino) dan Pemohon IV (Muannas)," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan amar putusan di Mahkamah Konstitusi Jakarta, Kamis sore.
Selain Wibi Andrino dan Muannas, permohonan pengujian UU MD3 ini juga diajukan oleh Mohamad Sangaji (Pemohon I) dan Veri Yonnevil (Pemohon II).
Namun MK memutus tidak dapat menerima permohonan Mohamad Sangaji dan Veri Yonnevil karena keduanya tidak memiliki kedudukan hukum.
Sebelumnya, Wibi Andrino dan Muannas mendalilkan berlakunya Pasal 327 ayat (1) huruf a bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (2), dan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 karena tidak eksplisit menyebutkan berapa jumlah wakil ketua yang pasti untuk DPRD Provinsi.
Mahkamah berpendapat bahwa mekanisme pemilihan pimpinan dan alat kelengkapan DPRD sebagaimana diatur dalam UU MD3 tidak bertentangan dengan prinsip kepastian hukum yang adil serta persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan sebagaimana didalilkan para Pemohon.
Hal itu dikatakan oleh Mahkamah karena ketentuan tersebut merupakan ranah kebijakan hukum terbuka dari pembentuk UU yang tidak bertentangan dengan UUD 1945.
Oleh sebab itu permohonan tersebut dinyatakan oleh Mahkamah tidak beralasan menurut hukum.
Baik Wibi Andrino dan Muannas sebagai pemohon merasa bahwa Pasal 327 ayat (1) huruf a UU MD3 mengandung sifat multitafsir dan tidak mengakomodasi keadaan yang terjadi di DPRD DKI Jakarta.
Hal itu dijelaskan pemohon karena jumlah anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta pada periode 2009-2014 sebanyak 106 orang dan seharusnya berpengaruh terhadap susunan dan kedudukan dari pimpinan dewan pada DPRD Provinsi DKI Jakarta.
Pemohon juga berpendapat bahwa seharusnya terdapat penambahan satu wakil ketua DPRD Provinsi DKI Jakarta sehingga menjadi lima wakil ketua untuk mengikuti jumlah anggota dewan yang ada. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015