Jakarta (Antara Bali) - Anggota Komisi VII DPR RI Kurtubi menegaskan, penghapusan bensin premium dan mengalihkannya ke pertamax tidak boleh dipaksakan dalam waktu singkat karena pemerintah harus membangun kilang-kilang minyak baru.
"Pemerintah jangan terburu-buru menghapus bahan bakar minyak (BBM) jenis premium karena banyak kilang Pertamina masih memproduksinya," kata politikus dari Partai Nasdem ini di Jakarta, Minggu.
Menurut dia, tujuan pemerintah untuk memberantas mafia migas, pasti dapat dukungan dari semua pihak termasuk DPR. Memang sudah seharusnya pengadaan BBM ke arah yang lebih bagus, berkualitas dan ramah lingkungan.
Tetapi, penghapusan premium tidak boleh dipaksakan dalam waktu singkat. "Tidak bisa ujug-ujug diubah ke pertamax. Butuh waktu agar kita tidak terjebak lagi dalam mafia pertamax," katanya.
Dikatakannya, pemerintah harus membangun kilang minyak agar bisa swasembada BBM. Paling cepat dibutuhkan waktu empat tahun untuk merealisasikan penghapusan premium tersebut, katanya.
Sementara itu Direktur Eksekutif Center for Energy and Strategic Resources (Cesri), Prima Mulyasari Agustini mengatakan tren pengalihan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) jenis premium ke pertamax harus disikapi oleh pemerintah dengan cara mengurangi impor premium. Pasalnya, pengalihan konsumsi itu menandakan bahwa ada keinginan masyarakat untuk mendapatkan BBM yang lebih berkualitas.
Mengurangi impor premium merupakan pilihan yang rasional untuk dipikirkan oleh pemerintah. Dengan mengurangi impor premium, berarti pemerintah mengarahkan masyarakat untuk mengonsumsi bahan bakar yang lebih berkualitas serta ikut mendidik masyarakat untuk mengurangi konsumsi BBM yang merusak lingkungan.
Kendati itu pilihan yang tepat, Prima berpendapat tidak berarti kebijakan strategis lainnya tidak diambil. Beberapa upaya yang bisa dilakukan setelah impor premium dibatasi ialah membangun kilang baru. Pembangunan kilang menopang meningkatnya konsumsi pertamax di dalam negeri.
Soalnya, lanjut dia, jika mengandalkan penguatan kapasitas kilang lama, sulit terwujud. Karena, meskipun dinaikkan kapasitasnya, kilang-kilang tersebut telah tua dan sulit memproduksi bahan bakar dengan kualitas yang lebih baik dari RON 88.
"Mengurangi impor premium merupakan kebijakan untuk mempercepat program pemerintah dalam membangun kilang baru. Jika kilang baru terbangun, maka untuk konsumsi di dalam negeri selanjutnya tidak mesti disuplai oleh BBM dari luar, tetapi dari dalam negeri sendiri. Atau kita tinggal membeli minyak mentah dari luar dan mengolahnya di dalam negeri dengan menggunakan kilang sendiri," ungkapnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Pemerintah jangan terburu-buru menghapus bahan bakar minyak (BBM) jenis premium karena banyak kilang Pertamina masih memproduksinya," kata politikus dari Partai Nasdem ini di Jakarta, Minggu.
Menurut dia, tujuan pemerintah untuk memberantas mafia migas, pasti dapat dukungan dari semua pihak termasuk DPR. Memang sudah seharusnya pengadaan BBM ke arah yang lebih bagus, berkualitas dan ramah lingkungan.
Tetapi, penghapusan premium tidak boleh dipaksakan dalam waktu singkat. "Tidak bisa ujug-ujug diubah ke pertamax. Butuh waktu agar kita tidak terjebak lagi dalam mafia pertamax," katanya.
Dikatakannya, pemerintah harus membangun kilang minyak agar bisa swasembada BBM. Paling cepat dibutuhkan waktu empat tahun untuk merealisasikan penghapusan premium tersebut, katanya.
Sementara itu Direktur Eksekutif Center for Energy and Strategic Resources (Cesri), Prima Mulyasari Agustini mengatakan tren pengalihan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) jenis premium ke pertamax harus disikapi oleh pemerintah dengan cara mengurangi impor premium. Pasalnya, pengalihan konsumsi itu menandakan bahwa ada keinginan masyarakat untuk mendapatkan BBM yang lebih berkualitas.
Mengurangi impor premium merupakan pilihan yang rasional untuk dipikirkan oleh pemerintah. Dengan mengurangi impor premium, berarti pemerintah mengarahkan masyarakat untuk mengonsumsi bahan bakar yang lebih berkualitas serta ikut mendidik masyarakat untuk mengurangi konsumsi BBM yang merusak lingkungan.
Kendati itu pilihan yang tepat, Prima berpendapat tidak berarti kebijakan strategis lainnya tidak diambil. Beberapa upaya yang bisa dilakukan setelah impor premium dibatasi ialah membangun kilang baru. Pembangunan kilang menopang meningkatnya konsumsi pertamax di dalam negeri.
Soalnya, lanjut dia, jika mengandalkan penguatan kapasitas kilang lama, sulit terwujud. Karena, meskipun dinaikkan kapasitasnya, kilang-kilang tersebut telah tua dan sulit memproduksi bahan bakar dengan kualitas yang lebih baik dari RON 88.
"Mengurangi impor premium merupakan kebijakan untuk mempercepat program pemerintah dalam membangun kilang baru. Jika kilang baru terbangun, maka untuk konsumsi di dalam negeri selanjutnya tidak mesti disuplai oleh BBM dari luar, tetapi dari dalam negeri sendiri. Atau kita tinggal membeli minyak mentah dari luar dan mengolahnya di dalam negeri dengan menggunakan kilang sendiri," ungkapnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015