Nusa Penida (Antara Bali) - Masyarakat Nusa Penida, sebuah pulau yang terpisah dengan daratan Bali yang masuk wilayah Kabupaten Klungkung itu mewarisi keragaman seni dan budaya salah satu di antaranya tari Sanghyang Jaran.

"Tari untuk kelengkapan ritual itu hingga kini tetap lestari di Desa Pekraman Kutampi, Nusa Penida yang dipentaskan untuk melengkapi kegiatan ritual berskala besar," kata Bendesa Desa Pakraman Kutampi I Made Martawan, Kamis.

Ia mengatakan, tarian itu sebelumnya sempat vakum selama 26 tahun terakhir, namun kini kembali bangkit untuk melengkapi ritual "Ngedegang" yakni pelawatan barong cat yang jatuh pada Tilem Kepitu (Kamis, 15/1).

Nusa Penida yang dikenal sebagai kawasan spiritual banyak dikunjungi umat Hindu dari daratan Bali.

Menurut tokoh masyarakat setempat I Made Martawan, kegiatan ritual itu berlangsung selama sebelas hari hingga 25 Januari 2015.

"Tarian sakral Sanghyang Jaran itu dipentaskan selama tiga hari berturut-turut," ujarnya.

Pementasan tarian itu tidak diiringi gamelan seperti umumnya kesenian Bali, hanya diiringi dengan alunan suara gending-gending.

"Permasalahannya gending-gending pengiring sangat sulit ditirukan, beruntung warga yang berlanjut usia (pelinggsir) masih ada yang ingat. Para penglingsir serta tokoh duduk bersama menyatukann dan mencocokkan gending Sanghyang Jaran tersebut," ujar I Made Martawan.

Maklum selama 26 tahun tari sakral itu vakum sehingga ada perbedaan persepsi syair gending tersebut, mudah-mudahan terjadi kesamaan karena gending kunci sukses tarian sakral tersebut.

Dalam atraksi tari sakral itu, dua pria sebelumnya bersembahyang yang diawali dengan ritual "nusdus" Selang beberapa menit dua pria dalam keadaan tidak sadarkan diri kerusurapan roh jaran atau kuda.

Warga mulai agak menjauh, dua pria yang kerusupan terlihat menendang bara api batok kelapa di tengah arena. Bahkan, bara api itu dinjak-injak dengan kaki telanjang tidak terluka sama sekali.

Rangkaian terakhir pertunjukan dua penari mengitari sampai perbatasan wilayah timur dan barat. Setelah kembali proses penutupan mengembalikan kesadaran kedua penari dan melepas roh merasuki penari kembali ke asalnya dan kedua penari dipercikan air suci atau tirta.

"Salah dalam melantunkan gendung bisa berakibat fatal. Semoga semakin menggeliat dengan warisan leluhur yang adi luhung. Dengan kebangkitan tarian sakral bisa berkembang terus dan tidak vakum agar bisa diwariskan kepada generasi mendatang," harap Made Martawan. (WDY)

Pewarta: Oleh Dewa Santana

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015