Denpasar (Antara Bali) - Keterangan saksi ahli hukum tata negara, Margareto Kamis menegaskan bahwa rekomendasi dari Kepala Polisi Republik Indonesia kepada Propam tidak dapat diabaikan dalam menangani kasus jual beli kondotel BKR di Kuta, Bali.
"Bagi saya rekomendasi itu membingungkan sehingga rekomendasi itu tidak bisa diabaikan begitu saja," ujar Margareto di Denpasar, Senin.
Dalam sidang yang dipimpim oleh Ketua Majelis Hakim Sugeng Riyono, di Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, saksi ahli menerangkan bahwa dalam hukum administrasi negara terkait rekomendasi itu mengikat institusi.
Untuk itu, Propam dalam melakukan peyidikan harus berdasarkan persetujuan Kapolri untuk menangani kasus tersebut.
"Tidak ada sarana hukum lain dikepolisian untuk mengoreksi tindakan tersebut karena rekomendasi itu bersifat mengikat," ujarnya.
Demikian penasihat hukum terdakwa, Heroe Soewarno menyatakan keterangan saksi ahli secara tegas kasus yang melibatkan Direktur PT Dwimas Andalan Bali March Vini Handoko Putra (44) merupakan perdata yang dipaksakan menjadi perkara pidana.
"Seluruh pertanyaan yang diajukan jaksa semuanya mengarak kepada perkara perdata," ujarnya.
Selain itu, awal mula kesalahan kasus tersebut ditemukan pada LHI karena melakukan rekayasa penyidikan dari mulai proses hasil investigasi tersebut.
"Kalau rekayasa dibawa ke Jaksa itu sangat terlihat adanya rekayasa secara internal dari kepolisian tadi," ujarnya.
Oleh sebab itu, pihak penyidik seharusnya menghentikan upaya rekayasa itu sehingga tidak meninggalkan hakikat keadilan itu.
Selain itu, JPU mempertanyakan hak dan kewajiban maupun isi perjanjian jual beli itu yang sangat jelas mengarah keperkara perdata. "Jelas ini perkara perdata, bukan pidana dan saksi ahli pun menyatakan tidak boleh mengkriminalisasi terdakwa," katanya.
Perkara tersebut terjadi pada 29 Maret 2012 dan dilaporkan ke Dit Reskrimnum Polda Bali pada 30 Maret 2012 pukul 18.00 Wita.
Kasus tersebut berawal dari terdakwa melakukan jual beli unit apartemen atau Hotel Bali Kuta Residen di Jalan Majapahit Nomor 15, Kuta, Kabupaten Badung, Bali.
terdakwa menjual satu unit apartemen Nomor 127 kepada korban, Suriyanti Fitriyani dan satu unit Nomor 233 kepada korban Susanti Agustina.
Kedua korban telah melakukan pembayaran lunas kepada terdakwa pada tahun 2009 dengan cara transfer ke rekening terdakwa di BNI 46 atas nama PT Dwimas Andalan Bali dan BCA atas nama March Vini Handoko Putra.
Namun, hingga saat ini terdakwa belum mengurus Akta Jual Beli (AJB) kedua unit apartemen tersebut sehingga kedua korban tidak bisa melakukan balik nama. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Bagi saya rekomendasi itu membingungkan sehingga rekomendasi itu tidak bisa diabaikan begitu saja," ujar Margareto di Denpasar, Senin.
Dalam sidang yang dipimpim oleh Ketua Majelis Hakim Sugeng Riyono, di Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, saksi ahli menerangkan bahwa dalam hukum administrasi negara terkait rekomendasi itu mengikat institusi.
Untuk itu, Propam dalam melakukan peyidikan harus berdasarkan persetujuan Kapolri untuk menangani kasus tersebut.
"Tidak ada sarana hukum lain dikepolisian untuk mengoreksi tindakan tersebut karena rekomendasi itu bersifat mengikat," ujarnya.
Demikian penasihat hukum terdakwa, Heroe Soewarno menyatakan keterangan saksi ahli secara tegas kasus yang melibatkan Direktur PT Dwimas Andalan Bali March Vini Handoko Putra (44) merupakan perdata yang dipaksakan menjadi perkara pidana.
"Seluruh pertanyaan yang diajukan jaksa semuanya mengarak kepada perkara perdata," ujarnya.
Selain itu, awal mula kesalahan kasus tersebut ditemukan pada LHI karena melakukan rekayasa penyidikan dari mulai proses hasil investigasi tersebut.
"Kalau rekayasa dibawa ke Jaksa itu sangat terlihat adanya rekayasa secara internal dari kepolisian tadi," ujarnya.
Oleh sebab itu, pihak penyidik seharusnya menghentikan upaya rekayasa itu sehingga tidak meninggalkan hakikat keadilan itu.
Selain itu, JPU mempertanyakan hak dan kewajiban maupun isi perjanjian jual beli itu yang sangat jelas mengarah keperkara perdata. "Jelas ini perkara perdata, bukan pidana dan saksi ahli pun menyatakan tidak boleh mengkriminalisasi terdakwa," katanya.
Perkara tersebut terjadi pada 29 Maret 2012 dan dilaporkan ke Dit Reskrimnum Polda Bali pada 30 Maret 2012 pukul 18.00 Wita.
Kasus tersebut berawal dari terdakwa melakukan jual beli unit apartemen atau Hotel Bali Kuta Residen di Jalan Majapahit Nomor 15, Kuta, Kabupaten Badung, Bali.
terdakwa menjual satu unit apartemen Nomor 127 kepada korban, Suriyanti Fitriyani dan satu unit Nomor 233 kepada korban Susanti Agustina.
Kedua korban telah melakukan pembayaran lunas kepada terdakwa pada tahun 2009 dengan cara transfer ke rekening terdakwa di BNI 46 atas nama PT Dwimas Andalan Bali dan BCA atas nama March Vini Handoko Putra.
Namun, hingga saat ini terdakwa belum mengurus Akta Jual Beli (AJB) kedua unit apartemen tersebut sehingga kedua korban tidak bisa melakukan balik nama. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015