Jakarta (Antara Bali) - Sejumlah ilmuwan bersama Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) menawarkan kemandirian bangsa didasari kemajuan riset yang kuat dengan program "Indonesian Science Agenda" (ISA).
Ketua Komite Studi "Indonesia Science Agenda" yang juga Dekan Fakultas Ilmu Kemaritiman dan Perikanan Universitas Hasanuddin Makassar, Jamaluddin Jompa, kepada Antara di Jakarta, Sabtu, mengatakan negara di seluruh dunia dituntut untuk bisa menyelesaikan masalahnya sendiri, ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi solusinya.
Dalam program ISA yang diinisiasi AIPI, disusun 45 pertanyaan ilmiah mendasar bagi masa depan Indonesia. Inisiatif itu dilakukan untuk menyongsong 100 tahun kemerdekaraan Indonesia pada 2045 di mana sains akan menjadi pondasi krusial bagi kemajuan bangsa.
Hampir semua aspek yang dikembangkan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) serta lembaga riset di Indonesia, menurut dia, sudah masuk ke dalam klaster-klaster di program "Indonesian Science Agenda" ini.
Pengelompokan memang dilakukan dalam delapan klaster sebagai bentuk simplifikasi dari begitu banyak isu yang dihadapi bangsa.
"Masalah keutuhan bangsa dengan beranekaragam budaya dengan suku juga telah dipikirkan. Klaster ini menjadi pengelompokan penulisan, semua ditulis secara sangat komprehensif menyangkut seluruh dimensi kebangsaan," ujar Jamaluddin.
Sebelumnya Ketua AIPI Sangkot Marzuki mengatakan tidak mungkin membangun Indonesia tanpa memajukan sains. Karenanya, program ISA menjadi penting agar menjadi pondasi bagi kemajuan bangsa.
Program pengayaan sains untuk mendukung penulisan "Indonesian Science Agenda" juga dilakukan dengan mengirim ilmuwan-ilmuwan muda dari berbagai bidang dari Universitas Indonesia, Universitas Gajah Mada, Universitas Hasanuddin, Universitas Tadulako, Institut Pertanian Bogor, Institut Teknologi Bandung, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ke Canberra, Sydney, Hobart, dan Melbourne di Australia untuk berdiskusi dengan pimpinan dan perwakilan dari berbagai lembaga ilmiah di sana.
Direktur Eksekutif Academy of Social Sciences in Australia John Beaton menekankan pentingnya memajukan ilmu pengetahuan dan pendidikan agar suatu bangsa lebih sejahtera. Justru salah satu tantangan yang dihadapi adalah bagaimana mencari cara untuk menyampaikan ide ini ke pemerintah.
Program pengayaan sains Australia ini semakin memperjelas pentingnya meningkatkan kemampuan dan keunggulan ilmiah di universitas dan lembaga penelitian di Tanah Air baik dalam sains dasar maupun sains terapan, ujar dia.
Program untuk memajukan ilmu pengetahuan dan pendidikan di Indonesia ini mendapat sambutan hangat dan apresiasi dari para ilmuwan di Australia. Bahkan sejumlah topik dalam draft Indonesia Science Agenda dinilai potensial untuk menjadi tema riset kolaboratif antara Indonesia dan Australia.
Contohnya topik kohesi sosial dan mitigasi bencana yang juga merupakan isu internasional. Academy of Social Sciences (ASS), Academy of Technological Sciences and Engineering (ATSE), serta Australia-Indonesia Center misalnya sudah menyatakan ketertarikan untuk menjalin kerja sama dengan Indonesia.
Berikut delapan klaster ISA yang rencananya diserahkan ke pemerintah di 2015. Klaster pertama terdiri dari identitas, keragaman dan budaya.
Klaster kedua, kepulauan, kelautan, dan sumber daya hayati. Klaster ketiga, kehidupan kesehatan dan nutrisi.
Klaster keempat, air, pangan, dan energi. Klaster kelima, bumi, iklim, dan alam semesta.
Klaster keenam, bencana dan ketahanan masyarakat terhadap bencana. Klaster ketujuh, material dan sains komputasional, dan klaster ke delapan, yakni masyarakat, ekonomi, dan tata kelola. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
Ketua Komite Studi "Indonesia Science Agenda" yang juga Dekan Fakultas Ilmu Kemaritiman dan Perikanan Universitas Hasanuddin Makassar, Jamaluddin Jompa, kepada Antara di Jakarta, Sabtu, mengatakan negara di seluruh dunia dituntut untuk bisa menyelesaikan masalahnya sendiri, ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi solusinya.
Dalam program ISA yang diinisiasi AIPI, disusun 45 pertanyaan ilmiah mendasar bagi masa depan Indonesia. Inisiatif itu dilakukan untuk menyongsong 100 tahun kemerdekaraan Indonesia pada 2045 di mana sains akan menjadi pondasi krusial bagi kemajuan bangsa.
Hampir semua aspek yang dikembangkan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) serta lembaga riset di Indonesia, menurut dia, sudah masuk ke dalam klaster-klaster di program "Indonesian Science Agenda" ini.
Pengelompokan memang dilakukan dalam delapan klaster sebagai bentuk simplifikasi dari begitu banyak isu yang dihadapi bangsa.
"Masalah keutuhan bangsa dengan beranekaragam budaya dengan suku juga telah dipikirkan. Klaster ini menjadi pengelompokan penulisan, semua ditulis secara sangat komprehensif menyangkut seluruh dimensi kebangsaan," ujar Jamaluddin.
Sebelumnya Ketua AIPI Sangkot Marzuki mengatakan tidak mungkin membangun Indonesia tanpa memajukan sains. Karenanya, program ISA menjadi penting agar menjadi pondasi bagi kemajuan bangsa.
Program pengayaan sains untuk mendukung penulisan "Indonesian Science Agenda" juga dilakukan dengan mengirim ilmuwan-ilmuwan muda dari berbagai bidang dari Universitas Indonesia, Universitas Gajah Mada, Universitas Hasanuddin, Universitas Tadulako, Institut Pertanian Bogor, Institut Teknologi Bandung, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ke Canberra, Sydney, Hobart, dan Melbourne di Australia untuk berdiskusi dengan pimpinan dan perwakilan dari berbagai lembaga ilmiah di sana.
Direktur Eksekutif Academy of Social Sciences in Australia John Beaton menekankan pentingnya memajukan ilmu pengetahuan dan pendidikan agar suatu bangsa lebih sejahtera. Justru salah satu tantangan yang dihadapi adalah bagaimana mencari cara untuk menyampaikan ide ini ke pemerintah.
Program pengayaan sains Australia ini semakin memperjelas pentingnya meningkatkan kemampuan dan keunggulan ilmiah di universitas dan lembaga penelitian di Tanah Air baik dalam sains dasar maupun sains terapan, ujar dia.
Program untuk memajukan ilmu pengetahuan dan pendidikan di Indonesia ini mendapat sambutan hangat dan apresiasi dari para ilmuwan di Australia. Bahkan sejumlah topik dalam draft Indonesia Science Agenda dinilai potensial untuk menjadi tema riset kolaboratif antara Indonesia dan Australia.
Contohnya topik kohesi sosial dan mitigasi bencana yang juga merupakan isu internasional. Academy of Social Sciences (ASS), Academy of Technological Sciences and Engineering (ATSE), serta Australia-Indonesia Center misalnya sudah menyatakan ketertarikan untuk menjalin kerja sama dengan Indonesia.
Berikut delapan klaster ISA yang rencananya diserahkan ke pemerintah di 2015. Klaster pertama terdiri dari identitas, keragaman dan budaya.
Klaster kedua, kepulauan, kelautan, dan sumber daya hayati. Klaster ketiga, kehidupan kesehatan dan nutrisi.
Klaster keempat, air, pangan, dan energi. Klaster kelima, bumi, iklim, dan alam semesta.
Klaster keenam, bencana dan ketahanan masyarakat terhadap bencana. Klaster ketujuh, material dan sains komputasional, dan klaster ke delapan, yakni masyarakat, ekonomi, dan tata kelola. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014