Jakarta (Antara Bali) - Mahkamah Agung memutuskan dan meloloskan dua calon hakim Mahkamah Konstitusi yakni Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Denpasar Dr Suhartoyo SH MH dan Wakil Ketua PT Bangka Belitung Dr Manahan MP Sitompul SH MH.
Ketua Panitia Seleksi Penerimaan Calon Hakim MK dari unsur MA Suwardi dalam pengumumannya, Rabu, mengatakan kedua calon tersebut telah lolos hasil penilaian profil assesment dan wawancara.
Tes profil assesment dan wawancara ini diikuti oleh sembilan calon, yakni Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Bangka Belitung Manahan Sitompul, Hakim Tinggi Pengadilan Denpasar Suhartoyo, Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Aceh Nardiman, Hakim Tinggi Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Arifin Marpaung.
Selanjutnya Ketua Pengadilan Tinggi Agama Surabaya Muhammad Rum Nessa, hakim tinggi Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Santer Sitorus, hakim konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi, hakim tinggi Pengadilan Agama Semarang Arsyad Mawardi, dan Ketua Pengadilan Tinggi Palembang Nommy Siahaan.
Menanggapi lolosnya Dr Suhartoyo SH MH dan Dr Manahan MP Sitompul SH MH sebagai calon hakim MK ini, Komisioner Komisi Yudisial Taufiqurrahman Syahuri mempertanyakan keabsahan seleksi calon hakim MK yang dilakukan MA.
"Syarat rekrutmen hakim MK ada empat, yakni partisipatif, akuntabel, transparan dan obyektif," kata Taufiq.
Dia mengungkapkan DPR ketika mengusulkan cakim MK sudah memenuhi syarat, namun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat mengusulkan Patrialis Akbar tidak memenuhi syarat sehingga digugat dan dikabulkan substansinya oleh Pengadilan Tata Usaha Negara tetapi Pengadilan Tinggi TUN dinyatakan tidak memenuhi legal standing.
"Nah di MA apa sudah memenuhi empat syarat di atas. Panselnya siapa saja kita tahu, apa ada tim penilai dari ahli konstitusi atau mantan hakim MK. (Seleksi calon hakim MK) seharusnya seperti seleksi CHA di KY melibatkan mantan Hakim agung," katanya.
Menurut Taufiq, jika semua tim pansel dari dalam MA dan uji kelayakan juga tertutup, ini potensi tidak memenuhi syarat transparansi karena publik tidak tahu tes wawancaranya dan tidak obyektif.
"Karena tidak ada anggota pansel dari luar dan tidak akuntabel karena pewawancara atau penilai tidak ada yang ahli konstitusi dan ketatanegaraan," jelasnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
Ketua Panitia Seleksi Penerimaan Calon Hakim MK dari unsur MA Suwardi dalam pengumumannya, Rabu, mengatakan kedua calon tersebut telah lolos hasil penilaian profil assesment dan wawancara.
Tes profil assesment dan wawancara ini diikuti oleh sembilan calon, yakni Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Bangka Belitung Manahan Sitompul, Hakim Tinggi Pengadilan Denpasar Suhartoyo, Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Aceh Nardiman, Hakim Tinggi Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Arifin Marpaung.
Selanjutnya Ketua Pengadilan Tinggi Agama Surabaya Muhammad Rum Nessa, hakim tinggi Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Santer Sitorus, hakim konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi, hakim tinggi Pengadilan Agama Semarang Arsyad Mawardi, dan Ketua Pengadilan Tinggi Palembang Nommy Siahaan.
Menanggapi lolosnya Dr Suhartoyo SH MH dan Dr Manahan MP Sitompul SH MH sebagai calon hakim MK ini, Komisioner Komisi Yudisial Taufiqurrahman Syahuri mempertanyakan keabsahan seleksi calon hakim MK yang dilakukan MA.
"Syarat rekrutmen hakim MK ada empat, yakni partisipatif, akuntabel, transparan dan obyektif," kata Taufiq.
Dia mengungkapkan DPR ketika mengusulkan cakim MK sudah memenuhi syarat, namun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat mengusulkan Patrialis Akbar tidak memenuhi syarat sehingga digugat dan dikabulkan substansinya oleh Pengadilan Tata Usaha Negara tetapi Pengadilan Tinggi TUN dinyatakan tidak memenuhi legal standing.
"Nah di MA apa sudah memenuhi empat syarat di atas. Panselnya siapa saja kita tahu, apa ada tim penilai dari ahli konstitusi atau mantan hakim MK. (Seleksi calon hakim MK) seharusnya seperti seleksi CHA di KY melibatkan mantan Hakim agung," katanya.
Menurut Taufiq, jika semua tim pansel dari dalam MA dan uji kelayakan juga tertutup, ini potensi tidak memenuhi syarat transparansi karena publik tidak tahu tes wawancaranya dan tidak obyektif.
"Karena tidak ada anggota pansel dari luar dan tidak akuntabel karena pewawancara atau penilai tidak ada yang ahli konstitusi dan ketatanegaraan," jelasnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014