Jakarta (Antara Bali) - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan
(Kontras) menyesalkan sikap pemerintah Republik Indonesia yang kembali
abstain pada saat voting dalam Resolusi Majelis Umum PBB mengenai
situasi HAM di Korea Utara (Korut).
"Pemilihan sikap abstain pada saat voting tersebut (pada 14 November 2014) menyiratkan bahwa Pemerintah Indonesia tidak menyikapi dengan serius terhadap dugaan mengenai kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Korea Utara yang telah terjadi dalam waktu yang sangat lama, secara sistematis dan meluas," kata Koordinator Badan Pekerja Kontras Haris Azhar dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat.
Kontras menilai bahwa dengan sikap abstain tersebut, Indonesia tidak memerankan peran strategis yang seharusnya dapat dilakukan, baik dalam arena multilateral maupun bilateral untuk dapat menghentikan pelanggaran HAM berat yang terjadi di Korea Utara.
Ia mengingatkan, kembali terpilihnya Indonesia sebagai Dewan HAM periode 2014-2017 keempat kalinya pada Oktober 2014 seharusnya dapat memperkuat sikap Indonesia untuk memperjuangkan demokrasi dan HAM diluar batas negara, termasuk untuk pelanggaran HAM berat di Korea Utara.
Namun sikap abstain yang dilakukan oleh Indonesia bersama dengan 54 negara lainnya, ujar dia, merupakan kontradiksi perjuangan Indonesia untuk memajukan dan melindungi HAM di bawah aturan nasional, regional (Deklarasi HAM ASEAN), dan juga internasional, sebagai anggota dewan HAM PBB.
"Kami menilai penting draft resolusi mengenai situasi HAM di Korea Utara, yang berisikan mengenai desakan kepada Pemerintah Korea Utara untuk menghormati HAM fundamental warga negaranya, antara lain, dengan mengakhiri pelanggaran HAM berat yang terjadi secara meluas, dan sistematis," tegasnya.
Menurut dia, resolusi tersebut berlandaskan atas masih terjadinya penyiksaan, pembunuhan diluar proses hukum, pemerkosaan, dan bentuk-bentuk pelanggaran lainnya yang terjadi di area penjara dan terjadi di luar batas kemanusiaan sesuai dengan laporan dari Komisi Penyelidikan yang dibentuk oleh PBB.
Komunitas Internasional, tuturnya, termasuk Indonesia seharusnya dapat bersikap lebih tegas atas ketidakmampuan Korut dalam menghormati, memenuhi, serta melindungi HAM warga negaranya.
"Hubungan bilateral Indonesia dan Korea Utara yang berjalan baik hingga saat ini tidak seharusnya membuat Indonesia untuk ragu dalam bersikap untuk mendukung resolusi," kata Koordinator Badan Pekerja Kontras.
Untuk itu, Kontras meminta Pemerintah Indonesia untuk menunjukkan komitmen penuh dan sikap yang lebih tegas dalam mendukung pemajuan dan perlindungan HAM di Korea Utara. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Pemilihan sikap abstain pada saat voting tersebut (pada 14 November 2014) menyiratkan bahwa Pemerintah Indonesia tidak menyikapi dengan serius terhadap dugaan mengenai kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Korea Utara yang telah terjadi dalam waktu yang sangat lama, secara sistematis dan meluas," kata Koordinator Badan Pekerja Kontras Haris Azhar dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat.
Kontras menilai bahwa dengan sikap abstain tersebut, Indonesia tidak memerankan peran strategis yang seharusnya dapat dilakukan, baik dalam arena multilateral maupun bilateral untuk dapat menghentikan pelanggaran HAM berat yang terjadi di Korea Utara.
Ia mengingatkan, kembali terpilihnya Indonesia sebagai Dewan HAM periode 2014-2017 keempat kalinya pada Oktober 2014 seharusnya dapat memperkuat sikap Indonesia untuk memperjuangkan demokrasi dan HAM diluar batas negara, termasuk untuk pelanggaran HAM berat di Korea Utara.
Namun sikap abstain yang dilakukan oleh Indonesia bersama dengan 54 negara lainnya, ujar dia, merupakan kontradiksi perjuangan Indonesia untuk memajukan dan melindungi HAM di bawah aturan nasional, regional (Deklarasi HAM ASEAN), dan juga internasional, sebagai anggota dewan HAM PBB.
"Kami menilai penting draft resolusi mengenai situasi HAM di Korea Utara, yang berisikan mengenai desakan kepada Pemerintah Korea Utara untuk menghormati HAM fundamental warga negaranya, antara lain, dengan mengakhiri pelanggaran HAM berat yang terjadi secara meluas, dan sistematis," tegasnya.
Menurut dia, resolusi tersebut berlandaskan atas masih terjadinya penyiksaan, pembunuhan diluar proses hukum, pemerkosaan, dan bentuk-bentuk pelanggaran lainnya yang terjadi di area penjara dan terjadi di luar batas kemanusiaan sesuai dengan laporan dari Komisi Penyelidikan yang dibentuk oleh PBB.
Komunitas Internasional, tuturnya, termasuk Indonesia seharusnya dapat bersikap lebih tegas atas ketidakmampuan Korut dalam menghormati, memenuhi, serta melindungi HAM warga negaranya.
"Hubungan bilateral Indonesia dan Korea Utara yang berjalan baik hingga saat ini tidak seharusnya membuat Indonesia untuk ragu dalam bersikap untuk mendukung resolusi," kata Koordinator Badan Pekerja Kontras.
Untuk itu, Kontras meminta Pemerintah Indonesia untuk menunjukkan komitmen penuh dan sikap yang lebih tegas dalam mendukung pemajuan dan perlindungan HAM di Korea Utara. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014