Negara (Antara Bali) - Pelimpahan kasus dugaan korupsi dengan tersangka Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan Dan Koperasi (Perindagkop) Jembrana, Ni Made Ayu Ardini, dari kejaksaan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bali, molor.
"Kami masih menunggu penetapan dari Pengadilan Negeri Negara, terkait uang titipan untuk mengembalikan kerugian negara dari tersangka senilai Rp50 juta," kata Kepala Seksi Pidana Khusus, Kejaksaan Negeri Negara, Putu Sauca Arimbawa Tusan, Rabu.
Menurutnya, setelah surat penetapan terkait uang tersebut dikeluarkan pengadilan, pihaknya segera melimpahkan kasus ini untuk mendapatkan jadwal persidangan.
Terkait kondisi kesehatan Ayu Ardini, yang statusnya saat ini menjalani tahanan kota, ia mengatakan, hari Selasa (4/11) yang bersangkutan datang untuk berobat ke RSU Tabanan, tapi dibatalkan karena antri panjang.
"Ada petugas kami yang ikut, melihat antrian yang panjang di RSU tersebut, sempat akan berobat ke Denpasar, tapi juga dibatalkan dengan pertimbangan yang sama. Rencananya besok akan kesana lagi," ujarnya.
Humas Pengadilan Negeri Negara, Johanis Dairo Mallo, yang dikonfirmasi uang dari Ayu Ardini mengatakan, surat penetapan sudah selesai tinggal diambil kejaksaan saja.
"Tapi bukan penetapan pengembalian kerugian negara, namun surat penyitaan terhadap uang tersebut, karena membayar kerugian negara tidak bisa dicicil," katanya.
Sebelumnya, Kejaksaan Negeri Negara menjadwalkan, pelimpahan kasus Ni Made Ayu Ardini ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bali, dilakukan bersamaan dengan pelimpahan dua tersangka kasus dugaan dana Pilkada 2010, yaitu mantan Bendahara KPU, Kadek Arik Komalasari dan mantan Sekretaris, Gede Putu Wigraha.
Namun dengan alasan belum ada penetapan pengadilan terkait uang titipan dari Ayu, hanya Arik dan Wigraha yang dilimpahkan.
Ni Made Ayu Ardini ditetapkan sebagai tersangka, karena dianggap menyalahgunakan wewenang dengan memberikan rekomendasi pembelian BBM bersubsidi, kepada UD Sumber Maju, milik anggota DPRD Jembrana, Made Sueca Antara, yang juga menjadi tersangka dalam kasus ini.
Berdasarkan audit BPKP, ditemukan kerugian negara sebesar Rp261 juta, akibat salah memberikan rekomendasi pembelian BBM bersubsidi kepada perusahaan yang tidak berhak menerimanya.(GBI)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Kami masih menunggu penetapan dari Pengadilan Negeri Negara, terkait uang titipan untuk mengembalikan kerugian negara dari tersangka senilai Rp50 juta," kata Kepala Seksi Pidana Khusus, Kejaksaan Negeri Negara, Putu Sauca Arimbawa Tusan, Rabu.
Menurutnya, setelah surat penetapan terkait uang tersebut dikeluarkan pengadilan, pihaknya segera melimpahkan kasus ini untuk mendapatkan jadwal persidangan.
Terkait kondisi kesehatan Ayu Ardini, yang statusnya saat ini menjalani tahanan kota, ia mengatakan, hari Selasa (4/11) yang bersangkutan datang untuk berobat ke RSU Tabanan, tapi dibatalkan karena antri panjang.
"Ada petugas kami yang ikut, melihat antrian yang panjang di RSU tersebut, sempat akan berobat ke Denpasar, tapi juga dibatalkan dengan pertimbangan yang sama. Rencananya besok akan kesana lagi," ujarnya.
Humas Pengadilan Negeri Negara, Johanis Dairo Mallo, yang dikonfirmasi uang dari Ayu Ardini mengatakan, surat penetapan sudah selesai tinggal diambil kejaksaan saja.
"Tapi bukan penetapan pengembalian kerugian negara, namun surat penyitaan terhadap uang tersebut, karena membayar kerugian negara tidak bisa dicicil," katanya.
Sebelumnya, Kejaksaan Negeri Negara menjadwalkan, pelimpahan kasus Ni Made Ayu Ardini ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bali, dilakukan bersamaan dengan pelimpahan dua tersangka kasus dugaan dana Pilkada 2010, yaitu mantan Bendahara KPU, Kadek Arik Komalasari dan mantan Sekretaris, Gede Putu Wigraha.
Namun dengan alasan belum ada penetapan pengadilan terkait uang titipan dari Ayu, hanya Arik dan Wigraha yang dilimpahkan.
Ni Made Ayu Ardini ditetapkan sebagai tersangka, karena dianggap menyalahgunakan wewenang dengan memberikan rekomendasi pembelian BBM bersubsidi, kepada UD Sumber Maju, milik anggota DPRD Jembrana, Made Sueca Antara, yang juga menjadi tersangka dalam kasus ini.
Berdasarkan audit BPKP, ditemukan kerugian negara sebesar Rp261 juta, akibat salah memberikan rekomendasi pembelian BBM bersubsidi kepada perusahaan yang tidak berhak menerimanya.(GBI)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014