Jakarta (Antara Bali) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia bersama Koalisi Anti Mafia Hutan meminta Mahkamah Konstitusi membatalkan UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
"UU P3H dianggap tidak prorakyat dan lebih sebagai pelindung bagi korporasi yang ingin melakukan perusakan hutan sehingga MK harus membatalkan secara keseluruhan UU tersebut," kata Manajer Hutan dan Perkebunan Walhi Zenzi Suhadi di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan secara keseluruhan UU P3H memperbolehkan perusakan hutan melalui izin pemerintah dan itu menjadi terowongan buat korporasi untuk mengais sumber daya alam di dalam hutan.
Saat ini UU P3H tersebut tengah diuji substansinya di Mahkamah Konstitusi dengan perkara Nomor 95/PUU-XII/2014 dan telah kembali sidang pada Selasa (4/11) 2014.
"Koalisi Anti Mafia Hutan terus mendesak MK agar bisa membatalkan UU tersebut dengan memberikan uji subtansti terhadap produk hukum itu," tuturnya.
Zenzi mengatakan apabila UU P3H tetap diundangkan dan tidak dibatalkan, masyarakat lokal/adat akan terkena imbas dan perangkap dari kriminalisasi UU tersebut.
Masyarakat adat yang hidup di dalam hutan kerap menjaga dan melindungi sumber-sumber kehidupan dan setiap saat mereka bisa dimasukkan dalam perangkap kriminalisasi karena kerap melintas dalam kawasan hutan.
Ia mengatakan masyarakat yang melintas di kawasan hutan membawa dan menggunakan alat-alat pertanian bahkan mereka bisa sampai tinggal berhari-hari di dalam kawasan hutan.
Padahal para petani hutan dan kelompok masyarakat adat/lokal tersebut hanya sebatas bertani, bercocok tanam, memanen hasil hutan serta menjaga wilayah adat atau wilayah kelola mereka.
"Berdasarkan penilaian secara keseluruhan UU P3H ini memperbolehkan perusakan hutan melalui izin pemerintah dan masyarakat akan menjadi sasaran dari lazim korporasi yang berlindung di balik perizinan," tuturnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"UU P3H dianggap tidak prorakyat dan lebih sebagai pelindung bagi korporasi yang ingin melakukan perusakan hutan sehingga MK harus membatalkan secara keseluruhan UU tersebut," kata Manajer Hutan dan Perkebunan Walhi Zenzi Suhadi di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan secara keseluruhan UU P3H memperbolehkan perusakan hutan melalui izin pemerintah dan itu menjadi terowongan buat korporasi untuk mengais sumber daya alam di dalam hutan.
Saat ini UU P3H tersebut tengah diuji substansinya di Mahkamah Konstitusi dengan perkara Nomor 95/PUU-XII/2014 dan telah kembali sidang pada Selasa (4/11) 2014.
"Koalisi Anti Mafia Hutan terus mendesak MK agar bisa membatalkan UU tersebut dengan memberikan uji subtansti terhadap produk hukum itu," tuturnya.
Zenzi mengatakan apabila UU P3H tetap diundangkan dan tidak dibatalkan, masyarakat lokal/adat akan terkena imbas dan perangkap dari kriminalisasi UU tersebut.
Masyarakat adat yang hidup di dalam hutan kerap menjaga dan melindungi sumber-sumber kehidupan dan setiap saat mereka bisa dimasukkan dalam perangkap kriminalisasi karena kerap melintas dalam kawasan hutan.
Ia mengatakan masyarakat yang melintas di kawasan hutan membawa dan menggunakan alat-alat pertanian bahkan mereka bisa sampai tinggal berhari-hari di dalam kawasan hutan.
Padahal para petani hutan dan kelompok masyarakat adat/lokal tersebut hanya sebatas bertani, bercocok tanam, memanen hasil hutan serta menjaga wilayah adat atau wilayah kelola mereka.
"Berdasarkan penilaian secara keseluruhan UU P3H ini memperbolehkan perusakan hutan melalui izin pemerintah dan masyarakat akan menjadi sasaran dari lazim korporasi yang berlindung di balik perizinan," tuturnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014