Denpasar (Antara Bali) - Kejaksaan Negeri (Kejari) Denpasar, Bali, menginginkan eksekusi Cokorda Pemecutan XI, AA Ngurah Manik Parasara dilakukan dengan pendekatan sosiologi yang sesuai dengan prosedur sehingga berlangsung tertib dan aman.
"Pelaksanaan eksekusi tetap akan dilaksanakan sesuai dengan prosedur melalui pendekatan sosiologis yang baik sehingga tidak menimbulkan ekses yang tidak diinginkan," kata Kepala Kajari Denpasar, Jaya Kusuma di Denpasar, Senin.
Pihaknya mengakui pendekatan sosiologis tersebut disambut baik oleh terpidana yang bersedia menjalankan eksekusi tersebut. Namun, tetap berkoordinasi mengenai kesiapan terpidana.
Sementara itu, dari tim eksekusi dari Kajari Denpasar menginformasikan bahwa pendekatan tersebut telah dilakukan pada Senin (6/10) lalu.
Tim eksekusi dipimpin langsung oleh Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum), Wayan Wiradarma dengan beberapa stafnya dalam pertemuan yang penuh dengan suasana damai tersebut.
Selain itu, Cokorda Pemecutan menyatakan telah menerima salinan putusan MA yang menguatkan putusan banding dan peradilan tingkat pertama tersebut.
Cok Pemecutan pun bersedia menjalankan eksekusi sebagai warga negara yang taat pada hukum. "Beliau belum siap karena melaksanakan hari suci keagamaan sehingga meminta waktu dan apabila sudah siap, dalam waktu dekat akan menghubungi Kejari," ujarnya.
Peristiwa hukum yang melibatkan Cokorda Pemecutan tersebut terjadi pada 11 Oktober 2003 yang bermula adanya pertemuan antara Cokorda Pemecutan yang didampingi anaknya, AA Dharmanegara Putra.
Pertemuan tersebut dilakukan dengan sejumlah saudara tirinya yakni AA Ngurah Paraswanta, AA Parmadi, AA Purwa, AA Parama Suwarna, AA Paraswanta dan AA Ngurah Putu Pranacita untuk membicarakan pembangunan tembok pembatas di dalam Puri Pemecutan.
Namun, terjadi kesalahpahaman antara Dharmanegara dengan Pranacita sehingga terjadi perkelahian karena tidak terima anaknya dikeroyok.
Kemudian, Cokorda Pemecutan mengambil pedang dan terlibat perkelahian antara Dharmanegara yang merupakan mantan Ketua DPRD Bali itu dengan Pranacita sehingga keduanya terjatuh ke dalam kolam.
Saat perkelahian itu, Cokorda Pemecutan berada di posisi bawah yang akhirnya menusukan pedang ke bagian perut korban.
Akibat tusukan tersebut Dharmanegara meninggal dalam perjalanan ke RSUP Sanglah Denpasar sementara Cok Pemecutan langsung menyerahkan diri ke polisi.
Dalam persidangan, JPU Putu Suparta Jaya menjerat Cokorda Pamecutan dengan dakwaan primer pasal 338 KUHP tentang pembunuhan yang disengaja dan dakwaan subsider pasal 354 KUHP tentang pembunuhan yang tak disengaja. (WRA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Pelaksanaan eksekusi tetap akan dilaksanakan sesuai dengan prosedur melalui pendekatan sosiologis yang baik sehingga tidak menimbulkan ekses yang tidak diinginkan," kata Kepala Kajari Denpasar, Jaya Kusuma di Denpasar, Senin.
Pihaknya mengakui pendekatan sosiologis tersebut disambut baik oleh terpidana yang bersedia menjalankan eksekusi tersebut. Namun, tetap berkoordinasi mengenai kesiapan terpidana.
Sementara itu, dari tim eksekusi dari Kajari Denpasar menginformasikan bahwa pendekatan tersebut telah dilakukan pada Senin (6/10) lalu.
Tim eksekusi dipimpin langsung oleh Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum), Wayan Wiradarma dengan beberapa stafnya dalam pertemuan yang penuh dengan suasana damai tersebut.
Selain itu, Cokorda Pemecutan menyatakan telah menerima salinan putusan MA yang menguatkan putusan banding dan peradilan tingkat pertama tersebut.
Cok Pemecutan pun bersedia menjalankan eksekusi sebagai warga negara yang taat pada hukum. "Beliau belum siap karena melaksanakan hari suci keagamaan sehingga meminta waktu dan apabila sudah siap, dalam waktu dekat akan menghubungi Kejari," ujarnya.
Peristiwa hukum yang melibatkan Cokorda Pemecutan tersebut terjadi pada 11 Oktober 2003 yang bermula adanya pertemuan antara Cokorda Pemecutan yang didampingi anaknya, AA Dharmanegara Putra.
Pertemuan tersebut dilakukan dengan sejumlah saudara tirinya yakni AA Ngurah Paraswanta, AA Parmadi, AA Purwa, AA Parama Suwarna, AA Paraswanta dan AA Ngurah Putu Pranacita untuk membicarakan pembangunan tembok pembatas di dalam Puri Pemecutan.
Namun, terjadi kesalahpahaman antara Dharmanegara dengan Pranacita sehingga terjadi perkelahian karena tidak terima anaknya dikeroyok.
Kemudian, Cokorda Pemecutan mengambil pedang dan terlibat perkelahian antara Dharmanegara yang merupakan mantan Ketua DPRD Bali itu dengan Pranacita sehingga keduanya terjatuh ke dalam kolam.
Saat perkelahian itu, Cokorda Pemecutan berada di posisi bawah yang akhirnya menusukan pedang ke bagian perut korban.
Akibat tusukan tersebut Dharmanegara meninggal dalam perjalanan ke RSUP Sanglah Denpasar sementara Cok Pemecutan langsung menyerahkan diri ke polisi.
Dalam persidangan, JPU Putu Suparta Jaya menjerat Cokorda Pamecutan dengan dakwaan primer pasal 338 KUHP tentang pembunuhan yang disengaja dan dakwaan subsider pasal 354 KUHP tentang pembunuhan yang tak disengaja. (WRA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014