Denpasar (Antara Bali) - Kakao hasil perkebunan rakyat Bali semakin gencar memasuki pasar ekspor, dan kondisi itu menyebabkan harganya semakin membaik di tingkat petani.
"Kelancaran pemasaran hasil perkebunan rakyat ini diharapkan mendorong petani semakin bergairah untuk mengembangkan dan memelihara tanaman tersebut, sehingga menghasilkan buah kakao yang berkualitas," kata Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Bali I Dewa Made Buana Duwuran di Denpasar, Selasa.
Ia mengatakan kakao produksi petani daerah ini baru memulai memasuki pasar ekspor dengan tujuan utama konsumen Amerika Serikat, Australia dan Jerman, meskipun dalam jumlah yang masih terbatas yakni dalam belasan ton per bulan.
Namun, kondisi itu mampu mengatrol harga hasil perkebunan itu dari harga Rp24.800 per kilogram pada Agustus 2013 menjadi Rp38.300 per kilogram pada minggu IV Agustus 2014.
Hal itu menunjukkan dalam setahun mampu menaikkan harga hingga Rp14.500 per kilogram.
Dewa Made Buana Duwuran menjelaskan, ada tiga daerah yang mengembangkan tanaman kakao yakni petani di Kabupaten Tabanan seluas 5.063 hektare, menyusul Jembrana, 3.555 hektare, Buleleng 1.258 hektare dan sisanya di Badung, Klungkung, Bangli dan Karangasem.
Harga kakao semakin mengairahkan di pasaran dalam negeri, sekaligus mampu mendukung nilai tukar petani Bali sebesar 105,21 persen pada Agustus 2014, atau naik 0,70 persen dibanding bulan sebelumnya yang hanya 105,14 persen.
Kondisi NTP Bali itu lebih tinggi dari rata-rata NTP nasional pada bulan yang sama yang tercatat 102,06 persen, itu artinya tingkat kesejahteraan petani daerah ini lebih baik dibanding rata-rata secara nasional.
Subsektor utama yang mendorong naiknya NTP Bali adalah subsektor hortikultura yang mengalami kenaikan sebesar 1,09 persen. Berbagai komoditas pertanian yang dihasilkan petani dikelompok ke dalam lima subsektor, yakni tamanan pangan, hortikultura, tanaman perkebunan rakyat, peternakan dan perikanan.
NTP diperoleh dari perbandingan indeks yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani semakin tinggi NTP, namun semakin kuat pula tingkat kemampuan daya beli petani. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Kelancaran pemasaran hasil perkebunan rakyat ini diharapkan mendorong petani semakin bergairah untuk mengembangkan dan memelihara tanaman tersebut, sehingga menghasilkan buah kakao yang berkualitas," kata Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Bali I Dewa Made Buana Duwuran di Denpasar, Selasa.
Ia mengatakan kakao produksi petani daerah ini baru memulai memasuki pasar ekspor dengan tujuan utama konsumen Amerika Serikat, Australia dan Jerman, meskipun dalam jumlah yang masih terbatas yakni dalam belasan ton per bulan.
Namun, kondisi itu mampu mengatrol harga hasil perkebunan itu dari harga Rp24.800 per kilogram pada Agustus 2013 menjadi Rp38.300 per kilogram pada minggu IV Agustus 2014.
Hal itu menunjukkan dalam setahun mampu menaikkan harga hingga Rp14.500 per kilogram.
Dewa Made Buana Duwuran menjelaskan, ada tiga daerah yang mengembangkan tanaman kakao yakni petani di Kabupaten Tabanan seluas 5.063 hektare, menyusul Jembrana, 3.555 hektare, Buleleng 1.258 hektare dan sisanya di Badung, Klungkung, Bangli dan Karangasem.
Harga kakao semakin mengairahkan di pasaran dalam negeri, sekaligus mampu mendukung nilai tukar petani Bali sebesar 105,21 persen pada Agustus 2014, atau naik 0,70 persen dibanding bulan sebelumnya yang hanya 105,14 persen.
Kondisi NTP Bali itu lebih tinggi dari rata-rata NTP nasional pada bulan yang sama yang tercatat 102,06 persen, itu artinya tingkat kesejahteraan petani daerah ini lebih baik dibanding rata-rata secara nasional.
Subsektor utama yang mendorong naiknya NTP Bali adalah subsektor hortikultura yang mengalami kenaikan sebesar 1,09 persen. Berbagai komoditas pertanian yang dihasilkan petani dikelompok ke dalam lima subsektor, yakni tamanan pangan, hortikultura, tanaman perkebunan rakyat, peternakan dan perikanan.
NTP diperoleh dari perbandingan indeks yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani semakin tinggi NTP, namun semakin kuat pula tingkat kemampuan daya beli petani. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014