Denpasar (Antara Bali) - Program Studi Magister Kajian Pariwisata Universitas Udayana Bali siap menggelar Lokakarya Kesiapan Pariwisata Indonesia Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 di kampusnya, 15 Agustus 2014.
"Lokakarya yang menampilkan lima pembicara itu diharapkan mampu merumuskan pokok-pokok pikiran sebagai dasar bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan dan langkah strategis menghadapi MEA," kata Kepala Program Studi Magister (S-2) Kajian Pariwisata Unud, Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, MLitt, di Denpasar, Selasa.
Selaku Ketua panitia kegiatan itu, dia menyatakan bahwa lokakarya sehari tersebut juga diharapkan mampu mengidentifikasi kendala yang dihadapi industri pariwisata Indonesia menghadapi MEA.
Selain itu, katanya pula, dapat mengidentifikasi kondisi nyata serta potensi yang dimiliki industri pariwisata Indonesia dalam menghadapi MEA, sekaligus merumuskan jalan keluar (solusi) yang dapat dijadikan landasan bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan dan langkah-langkah efektif bagi industri pariwisata Indonesia.
Lima pembicara yang siap dihadirkan adalah Prof Dr I Gde Pitana MSc dengan kertas kerja "Kemparekraf, Kebijakan dan Kesiapan Pemerintah Secara Nasional Menghadapi MEA", Dr. Ir. Cokorda Oka Artha Ardhana Sukawati., M.Si dengan makalah "PHRI Bali Kendala dan Langkah-langkah Persiapan Industri Perhotelan Menghadapi MEA".
Selain itu, juga Sangtu Subaya dari Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Bali dengan makalah "Langkah-langkah Tenaga Kerja Profesional Pemandu Wisata di Bali Menghadapi MEA", Drs I Ketut Putra Suarthana MM dari Lembaga Sertifikasi Profesi tampil dengan makalah "Proses dan Kendala Sertifikasi Tenaga Kerja Pariwisata dalam Menghadapi MEA", dan Dr AAP Agung Suryawan Wiranatha MSc tentang "Konsorsium Riset Pariwisata".
Peserta lokakarya ini melibatkan komponen pariwisata, berbagai pihak terkait, instansi pemerintah dan kalangan perguruan tinggi.
Darma Putra menjelaskan, tahun 2015 adalah tahun maha penting bagi ASEAN, karena saat itu akan akan diwujudkan visi ASEAN untuk membangun "The ASEAN Community" (AC).
Komitmen tersebut sebenarnya sudah lama muncul, namun realisasi AC akan terjadi mulai 2015.
Dia menjelaskan, dalam beberapa hal, pembentukan AC mirip dengan EC (European Community) yang sudah terjadi sebelumnya.
AC meliputi tiga bidang utama, yakni masyarakat politik ASEAN (ASEAN Political-Security Community), masyarakat sosial budaya ASEAN (ASEAN Socio-Culture Community), dan masyarakat ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community).
Cetak biru (blueprint) untuk bidang-bidang tersebut sudah disusun sebagai pegangan bagi tiap-tiap negara anggota ASEAN.
"Dari tiga pilar itu, lokakarya kali ini memfokuskan diri pada pilar ketiga, yakni pembentukan ASEAN Economic Community atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)," ujar Darma Putra.
Dia mengingatkan, meskipun zaman kian global, agenda integrasi ekonomi regional ASEAN telah menimbulkan banyak kekhawatiran, buktinya banyak wacana yang melihat agenda baru itu sebagai fenomena yang memberikan banyak tantangan dan ancaman daripada peluang.
Dalam industri pariwisata, ujarnya pula, sudah dibayangkan akan mengalir tenaga luar dengan segala kompetensinya ke Indonesia untuk merebut peluang kerja di tanah air.
Sedangkan tenaga kerja Indonesia masih menghadapi berbagai persoalan dalam mendapatkan sertifikat kompetensi untuk bekerja di dalam negeri, apalagi akan merebut peluang kerja di wilayah ASEAN, ujar Darma Putra. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Lokakarya yang menampilkan lima pembicara itu diharapkan mampu merumuskan pokok-pokok pikiran sebagai dasar bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan dan langkah strategis menghadapi MEA," kata Kepala Program Studi Magister (S-2) Kajian Pariwisata Unud, Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, MLitt, di Denpasar, Selasa.
Selaku Ketua panitia kegiatan itu, dia menyatakan bahwa lokakarya sehari tersebut juga diharapkan mampu mengidentifikasi kendala yang dihadapi industri pariwisata Indonesia menghadapi MEA.
Selain itu, katanya pula, dapat mengidentifikasi kondisi nyata serta potensi yang dimiliki industri pariwisata Indonesia dalam menghadapi MEA, sekaligus merumuskan jalan keluar (solusi) yang dapat dijadikan landasan bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan dan langkah-langkah efektif bagi industri pariwisata Indonesia.
Lima pembicara yang siap dihadirkan adalah Prof Dr I Gde Pitana MSc dengan kertas kerja "Kemparekraf, Kebijakan dan Kesiapan Pemerintah Secara Nasional Menghadapi MEA", Dr. Ir. Cokorda Oka Artha Ardhana Sukawati., M.Si dengan makalah "PHRI Bali Kendala dan Langkah-langkah Persiapan Industri Perhotelan Menghadapi MEA".
Selain itu, juga Sangtu Subaya dari Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Bali dengan makalah "Langkah-langkah Tenaga Kerja Profesional Pemandu Wisata di Bali Menghadapi MEA", Drs I Ketut Putra Suarthana MM dari Lembaga Sertifikasi Profesi tampil dengan makalah "Proses dan Kendala Sertifikasi Tenaga Kerja Pariwisata dalam Menghadapi MEA", dan Dr AAP Agung Suryawan Wiranatha MSc tentang "Konsorsium Riset Pariwisata".
Peserta lokakarya ini melibatkan komponen pariwisata, berbagai pihak terkait, instansi pemerintah dan kalangan perguruan tinggi.
Darma Putra menjelaskan, tahun 2015 adalah tahun maha penting bagi ASEAN, karena saat itu akan akan diwujudkan visi ASEAN untuk membangun "The ASEAN Community" (AC).
Komitmen tersebut sebenarnya sudah lama muncul, namun realisasi AC akan terjadi mulai 2015.
Dia menjelaskan, dalam beberapa hal, pembentukan AC mirip dengan EC (European Community) yang sudah terjadi sebelumnya.
AC meliputi tiga bidang utama, yakni masyarakat politik ASEAN (ASEAN Political-Security Community), masyarakat sosial budaya ASEAN (ASEAN Socio-Culture Community), dan masyarakat ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community).
Cetak biru (blueprint) untuk bidang-bidang tersebut sudah disusun sebagai pegangan bagi tiap-tiap negara anggota ASEAN.
"Dari tiga pilar itu, lokakarya kali ini memfokuskan diri pada pilar ketiga, yakni pembentukan ASEAN Economic Community atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)," ujar Darma Putra.
Dia mengingatkan, meskipun zaman kian global, agenda integrasi ekonomi regional ASEAN telah menimbulkan banyak kekhawatiran, buktinya banyak wacana yang melihat agenda baru itu sebagai fenomena yang memberikan banyak tantangan dan ancaman daripada peluang.
Dalam industri pariwisata, ujarnya pula, sudah dibayangkan akan mengalir tenaga luar dengan segala kompetensinya ke Indonesia untuk merebut peluang kerja di tanah air.
Sedangkan tenaga kerja Indonesia masih menghadapi berbagai persoalan dalam mendapatkan sertifikat kompetensi untuk bekerja di dalam negeri, apalagi akan merebut peluang kerja di wilayah ASEAN, ujar Darma Putra. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014