Jakarta (Antara Bali) - Ketua Dewan Pembina Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia
(KNTI) M Rizal Damanik mengatakan pemerintahan Indonesia yang baru akan
menghadapi setidaknya tiga tantangan kelautan.
"Pertama adalah tantangan untuk melakukan koordinasi anggaran APBN untuk kelautan dengan memikirkan kesejahteraan nelayan maupun kedaulatan ekonomi kelautan," ujar Rizal dalam diskusi dialog kebangsaan Kelautan Pasca Pilpres di Jakarta, Kamis (17/7).
Menurut Riza, program-program perikanan dan kelautan yang sudah ada tidak berjalan sebagaimana mustinya karena terhalang oleh kepentingan politik praktis.
"Program penyelenggaraan seribu kapal Inka Mina berbobot kurang dari 30 GT itu salah sasaran, minapolitan jalan di tempat, impor ikan masih terus meningkat, revitalisasi tambak pantura tidak menunjukkan hasil," papar Rizal.
Sementara itu, tantangan kedua, berupa sektoralisme pengelolaan sumber daya alam, dinyatakan Rizal menjadi penyebab kerugikan di sektor kelautan dan perikanan yang baru mendapat perhatian. Secara sistematik peran dan fungsi sektor kelautan hanya dihitung pada besaran kontribusi ekonomi dan luas daratan sebagai indikator mobilisasi sumber daya negara.
"Ini yang jadi penyebab kesejahteraan nelayan, petambak, dan masyarakat pesisir pada umumnya belum menjadi perhatian," ujar Rizal.
Ia juga menjelaskan bahwa tantangan yang terakhir adalah masih lemahnya partisipasi organisasi nelayan, petambak, dan masyarakat pesisir pada umumnya dalam penyusunan kebijakan publik.
"Akhirnya produk kebijakan publik lebih menjadi ancaman daripada peluang untuk melindungi kepentingan keselamatan nelayan maupun sumber daya alam kepulauan Indonesia," pungkas Riza. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Pertama adalah tantangan untuk melakukan koordinasi anggaran APBN untuk kelautan dengan memikirkan kesejahteraan nelayan maupun kedaulatan ekonomi kelautan," ujar Rizal dalam diskusi dialog kebangsaan Kelautan Pasca Pilpres di Jakarta, Kamis (17/7).
Menurut Riza, program-program perikanan dan kelautan yang sudah ada tidak berjalan sebagaimana mustinya karena terhalang oleh kepentingan politik praktis.
"Program penyelenggaraan seribu kapal Inka Mina berbobot kurang dari 30 GT itu salah sasaran, minapolitan jalan di tempat, impor ikan masih terus meningkat, revitalisasi tambak pantura tidak menunjukkan hasil," papar Rizal.
Sementara itu, tantangan kedua, berupa sektoralisme pengelolaan sumber daya alam, dinyatakan Rizal menjadi penyebab kerugikan di sektor kelautan dan perikanan yang baru mendapat perhatian. Secara sistematik peran dan fungsi sektor kelautan hanya dihitung pada besaran kontribusi ekonomi dan luas daratan sebagai indikator mobilisasi sumber daya negara.
"Ini yang jadi penyebab kesejahteraan nelayan, petambak, dan masyarakat pesisir pada umumnya belum menjadi perhatian," ujar Rizal.
Ia juga menjelaskan bahwa tantangan yang terakhir adalah masih lemahnya partisipasi organisasi nelayan, petambak, dan masyarakat pesisir pada umumnya dalam penyusunan kebijakan publik.
"Akhirnya produk kebijakan publik lebih menjadi ancaman daripada peluang untuk melindungi kepentingan keselamatan nelayan maupun sumber daya alam kepulauan Indonesia," pungkas Riza. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014