Denpasar (Antara Bali) - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan partai koalisi sebagai pengusung Calon Presiden dan Wakil Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla terus melakukan persiapan yang mantang menghadapi Pilpres 9 Juli 2014.
"Kami harus melakukan dan menyusun strategi politik, dan khusus di PDIP memang benar-benar belajar dari dua kali kekalahan pahit saat Pemilihan kepala Daerah Bali dan Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Klungkung," kata Koordinator Bidang Saksi Tim Kampanye Jokowi-JK Provinsi Bali Wayan Sutena di Denpasar, Kamis.
Ia mengatakan PDIP dan partai koalisinya merancang strategi khusus untuk mengantisipasi kecurangan dan mengamankan suara Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) agar tidak "dicuri" pihak lawan. Bahkan sejumlah daerah mendapat perhatian dan pengamanan khusus, seperti Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung dan Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem.
"Untuk di Nusa Penida dan Kubu kami ada strategi khusus untuk mencegah kecurangan dan mengamankan suara Jokowi-JK, sebab dua daerah ini sangat rawan. Para saksi juga kami minta bekerja ekstra dan lebih cermat," katanya.
Sutena menjelaskan dari pengalaman saat Pilkada Bali dan Pilkada Klungkung di Nusa Penida banyak terjadi indikasi pelanggaran, mulai dari mobilisasi pemilih dan pecoblosan, memilih diwakilkan, suara dialihkan ke pihak lawan karena saksi takut mengawal, saksi tidak terlalu militan mengawal suara dari tingkat tempat pemungutan suara (TPS) hingga KPU dan permasalahan lainnya.
"Semua kondisi itu membuat banyak suara hilang sehingga hal ini perlu perhatian khusus, jangan sampai terulang. Sebab Nusa Penida daerah rawan dimana suara Jokowi-JK bisa hilang. Jadi perlu pengamanan khusus dan perlu relawan yang mau bekerja untuk itu," kata politisi PDIP asal Klungkung itu.
Ditanya bagaimana strategi dan pola pengamanan suara di Nusa Penida, Sutena tidak mau membeberkannya.
"Itu rahasia, tidak perlu kami sampaikan kepada publik. Yang jelas kami susun strategi agar tidak dibobol lawan," katanya.
Sutena lebih lanjut mengatakan untuk penambahan saksi di masing-masing TPS hal itu tidak mungkin. Sebab di satu TPS sesuai aturan hanya boleh ada satu orang saksi yang sah. "Kalau menambah saksi tidak bisa. Yang perlu mungkin memantau pelaksanaan pemungutan suara dan agar saksi kita jujur serta tidak memihak," katanya.
Agar para saksi ini militan dan bekerja penuh mengawal suara Jokowi-JK mulai dari TPS hingga jenjang selanjutnya, kata dia, pihak tim kampanye Jokowi-JK akan menggembleng dan membekali para saksi ini secara khusus. Pembekalan saksi diadakan Jumat (20/6) dan berjenjang hingga ke tingkat kabupaten/kota, kecamatan dan desa.
Sutena juga mengkritisi adanya isu dan dugaan mobilisasi dan intimidasi PNS di Klungkung untuk mendukung salah satu pasangan yang dilakukan pihak-pihak yang punya akses untuk melakukan hal tersebut.
"Isu yang berkembang soal mobilisasi PNS untuk memilih salah satu pasangan calon itu harus diklarifikasi oleh yang berkompeten. Perlu ada perhatian khusus PNS dan aparat keamanan Klungkung agar bersikap netral," katanya.
Pemilihan umum presiden dan wakil presiden pada 9 Juli 2014 diikuti dua pasang kandidat, yakni Prabowo Subianto dengan nomor urut satu dan Joko Widodo-Jusuf Kalla nomor urut dua. (WRA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Kami harus melakukan dan menyusun strategi politik, dan khusus di PDIP memang benar-benar belajar dari dua kali kekalahan pahit saat Pemilihan kepala Daerah Bali dan Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Klungkung," kata Koordinator Bidang Saksi Tim Kampanye Jokowi-JK Provinsi Bali Wayan Sutena di Denpasar, Kamis.
Ia mengatakan PDIP dan partai koalisinya merancang strategi khusus untuk mengantisipasi kecurangan dan mengamankan suara Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) agar tidak "dicuri" pihak lawan. Bahkan sejumlah daerah mendapat perhatian dan pengamanan khusus, seperti Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung dan Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem.
"Untuk di Nusa Penida dan Kubu kami ada strategi khusus untuk mencegah kecurangan dan mengamankan suara Jokowi-JK, sebab dua daerah ini sangat rawan. Para saksi juga kami minta bekerja ekstra dan lebih cermat," katanya.
Sutena menjelaskan dari pengalaman saat Pilkada Bali dan Pilkada Klungkung di Nusa Penida banyak terjadi indikasi pelanggaran, mulai dari mobilisasi pemilih dan pecoblosan, memilih diwakilkan, suara dialihkan ke pihak lawan karena saksi takut mengawal, saksi tidak terlalu militan mengawal suara dari tingkat tempat pemungutan suara (TPS) hingga KPU dan permasalahan lainnya.
"Semua kondisi itu membuat banyak suara hilang sehingga hal ini perlu perhatian khusus, jangan sampai terulang. Sebab Nusa Penida daerah rawan dimana suara Jokowi-JK bisa hilang. Jadi perlu pengamanan khusus dan perlu relawan yang mau bekerja untuk itu," kata politisi PDIP asal Klungkung itu.
Ditanya bagaimana strategi dan pola pengamanan suara di Nusa Penida, Sutena tidak mau membeberkannya.
"Itu rahasia, tidak perlu kami sampaikan kepada publik. Yang jelas kami susun strategi agar tidak dibobol lawan," katanya.
Sutena lebih lanjut mengatakan untuk penambahan saksi di masing-masing TPS hal itu tidak mungkin. Sebab di satu TPS sesuai aturan hanya boleh ada satu orang saksi yang sah. "Kalau menambah saksi tidak bisa. Yang perlu mungkin memantau pelaksanaan pemungutan suara dan agar saksi kita jujur serta tidak memihak," katanya.
Agar para saksi ini militan dan bekerja penuh mengawal suara Jokowi-JK mulai dari TPS hingga jenjang selanjutnya, kata dia, pihak tim kampanye Jokowi-JK akan menggembleng dan membekali para saksi ini secara khusus. Pembekalan saksi diadakan Jumat (20/6) dan berjenjang hingga ke tingkat kabupaten/kota, kecamatan dan desa.
Sutena juga mengkritisi adanya isu dan dugaan mobilisasi dan intimidasi PNS di Klungkung untuk mendukung salah satu pasangan yang dilakukan pihak-pihak yang punya akses untuk melakukan hal tersebut.
"Isu yang berkembang soal mobilisasi PNS untuk memilih salah satu pasangan calon itu harus diklarifikasi oleh yang berkompeten. Perlu ada perhatian khusus PNS dan aparat keamanan Klungkung agar bersikap netral," katanya.
Pemilihan umum presiden dan wakil presiden pada 9 Juli 2014 diikuti dua pasang kandidat, yakni Prabowo Subianto dengan nomor urut satu dan Joko Widodo-Jusuf Kalla nomor urut dua. (WRA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014