Sosok pria sederhana yang tampak masih sehat di usianya yang hampir 80 tahun itu, kehidupannya sangat akrab dengan seni dan budaya yang berkembang dalam lingkungan desa sekitarnya.
Aktivitas kesehatiannya tidak bisa dipisahkan dari seni, keadaan itu mengantarkan I Wayan Marya menjadi seniman serba bisa, aktif menciptakan kreasi-kreasi baru bidang tabuh, musik dan tari Bali. Paling menonjol adalah pelatih tari joged (tari pergaulan) dan membuat rindik, alat musik tradisional Bali yang terbuat dari bahan bambu.
Pria kelahiran Banjar Dinas Sente, Desa Pikat, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung itu mempunyai keahlian khusus membuat rindik, perangkat musik tradisional Bali yang biasa digunakan untuk mengiringi tari Joged, sejenis tari pergaulan untuk muda-mudi.
Di usianya yang baru menginjak 14 tahun pada tahun 1950, I Wayan Marya yang enerjik itu menddirikan sanggar (sekaa) Joged Bumbung untuk memberikan hiburan kepada masyarakat setempat.
Pria yang tidak mempunyai latar belakang pendidikan formal itu menciptakan karya baru bermutu, yakni membuat berbagai jenis rindik, yang memiliki suara merdu sanggup untuk mengiringi berbagai jenis tari pergaulan, tutur Wayan Marya, seniman andal yang diusulkan Pemkab Klungkung ikut dalam seleksi seniman berprestasi bersama utusan dari delapan kabupaten dan satu kota di Bali untuk mendapat penghargaan pengabdi seni.
Pemerintah Provinsi Bali kembali melakukan seleksi terhadap seniman berprestasi dari delapan kabupaten dan satu kota di Bali untuk mendapat penghargaan pengabdi seni bertepatan dengan pelaksanaan Pesta Kesenian Bali (PKB) XXXVI tahun 2014.
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Ketut Suastika yang juga Ketua Panitia PKB menjelaskan, tim yang melakukan seleksi tersebut beranggotakan utusan dari instansi terkait dalam bidang seni dan budaya.
Masing-masing pemerintah kabupaten/kota di Bali mengusulkan sejumlah senimannya yang dinilai mempunyai prestasi dan pengabdian dalam bidang seni dan budaya yang menonjol pada masanya.
Tim tingkat provinsi menyeleksi mana-nama yang dikirim oleh masing-masing kabupaten/kota, didasarkan atas prestasi, dedikasi, dan pengalaman dalam bidang memajukan seni budaya di Bali, khususnya di daerah masing-masing.
Dalam aktivitas seni tahunan kali ini akan memberikan penghargaan kepada seniman tua, atau masing-masing satu orang dari seluruh kabupaten/kota di daerah ini.
Pemerintah Provinsi Bali menyediakan sejumlah dana untuk seniman pengabdi seni sebagai penghargaan atas jasa dan dedikasinya mamajukan seni dan budaya di Pulau Dewata.
Sosok Wayan Marya meskipun usianya masih relatif muda tahun 1950 itu, namun sudah bertindak sebagai pelatih dalam sanggarnya berkat bimbingan dari ayah dan ibunya yang juga seorang seniman serba bisa.
Berkat prestasinya yang cukup menonjol sekaa kesenian yang didirikan langsung dipimpinnya yang mendapat kesempatan pentas ke sejumlah desa di Kabupaten Klungkung daerah sekitarnya.
Berkat kepopulerannya itu sebagai seniman I Wayan Marya mendapat permintaan dari sejumlah sekaa joged di Bali sebagai pelatih dan itupun dilakoninya dengan senang hati dan tulus iklas.
"Sebagai pelatih kesenian pada era tahun 1960-an harus mengorbankan diri, yakni berjalan kaki ke tempat tujuan setelah melatih kembali ke rumah tanpa imbalan apa-apa," kenangnya.
Namun hal itu tidak menghalangi niatnya untuk melatih penari sekaa joged dari satu desa ke desa lainnya di Klungkung maupun kabupaten/kota lainnya di Bali.
Sempat meriahkan PKB
Joged bumbung Banjar Dinas Sente Desa Pikat sempat mengalami masa kejayaan dan ikut memeriahkan pada awal pelaksanaan Pesta Kesenian Bali (PKB). Selain itu pentas ke sejumlah desa, ikut kegiatan parade joged bahkan pernah pentas ke sejumlah hotel di kawasan Kuta, Sanur dan Nusa Dua.
Mengalami masa kejayaan yang bertahan cukup lama, berkat masyarakat menggemari gerakan penari joged yang lincah dengan alunan musik pengiring yang merdu dan menarik.
Gerakan tari joged sente masih tetap teguh mempertahankan pakem-pakem tari Bali, puncak kejayaan sekaa tari joged Banjar Dinas Sente Desa Pikat Kabupaten Klungkung sampai sekitar tahun 1980 an.
Setelah itu mulai menurun karena munculnya sekaa joged bumbung yang mempertontonkan penari joged yang gerakannya erotis dan porno. Penari tidak menggoyong pinggulnya ke samping seperti penari joged biasanya, tapi ngegol dengan gerakan ke belakang dan kedepan.
Masyarakat justru bersemangat mendapatkan tontotan erotis dan porno dari penari joged generasi terbaru, namun hal itu malahan menjatuhkan citra, harkat dan martabat penari joged secara keseluruhan.
"Dengan demikian sekaa joged Banjar Dinas Sente, Desa Pikat mengalami jatuh bangun dan akhirnya tahun 1990-an tidak lagi pentas," ujar suami dari almarhum Ni Wayan Sukra.
Ayah seorang putra yakni I Kadek Sukarta mengaku, penari joged di banjarnya tidak mau pengikuti perkembangan tari joged yang erotis dan prno yang marak berkembang belakangan ini.
Menurutnya penari joged bumbung harus tetap mempertahankan nilai-nilai seni dan martabat, bukan sekedar menari mengikuti zaman dan keinginan penonton. Menari joged bumbung harus tetap mempertahankan nilai-nilai seni warisan leluhur.
Pihaknya terus berusaha membangkitkan kesenian joged bumbung yang selama ini dinilai negatif oleh masyarakat. Untuk itu melatih dan membina anak-anak sejak usia dini dengan harapan nantinya tertarik menarikan tari joged khas Banjar Dinas Sente, Desa Pikat, Kecamatan Dewan, Kabupaten Klungkung.
"Dengan cara itu saya sudah tua renta merasakan kembali semangat hidup baru, perasaan bahagia mendengarkan alunan musik rindik dan menyaksikan gerakan penari yang lincah dan gemulai," ujar Wayan Murya. (WRA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
Aktivitas kesehatiannya tidak bisa dipisahkan dari seni, keadaan itu mengantarkan I Wayan Marya menjadi seniman serba bisa, aktif menciptakan kreasi-kreasi baru bidang tabuh, musik dan tari Bali. Paling menonjol adalah pelatih tari joged (tari pergaulan) dan membuat rindik, alat musik tradisional Bali yang terbuat dari bahan bambu.
Pria kelahiran Banjar Dinas Sente, Desa Pikat, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung itu mempunyai keahlian khusus membuat rindik, perangkat musik tradisional Bali yang biasa digunakan untuk mengiringi tari Joged, sejenis tari pergaulan untuk muda-mudi.
Di usianya yang baru menginjak 14 tahun pada tahun 1950, I Wayan Marya yang enerjik itu menddirikan sanggar (sekaa) Joged Bumbung untuk memberikan hiburan kepada masyarakat setempat.
Pria yang tidak mempunyai latar belakang pendidikan formal itu menciptakan karya baru bermutu, yakni membuat berbagai jenis rindik, yang memiliki suara merdu sanggup untuk mengiringi berbagai jenis tari pergaulan, tutur Wayan Marya, seniman andal yang diusulkan Pemkab Klungkung ikut dalam seleksi seniman berprestasi bersama utusan dari delapan kabupaten dan satu kota di Bali untuk mendapat penghargaan pengabdi seni.
Pemerintah Provinsi Bali kembali melakukan seleksi terhadap seniman berprestasi dari delapan kabupaten dan satu kota di Bali untuk mendapat penghargaan pengabdi seni bertepatan dengan pelaksanaan Pesta Kesenian Bali (PKB) XXXVI tahun 2014.
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Ketut Suastika yang juga Ketua Panitia PKB menjelaskan, tim yang melakukan seleksi tersebut beranggotakan utusan dari instansi terkait dalam bidang seni dan budaya.
Masing-masing pemerintah kabupaten/kota di Bali mengusulkan sejumlah senimannya yang dinilai mempunyai prestasi dan pengabdian dalam bidang seni dan budaya yang menonjol pada masanya.
Tim tingkat provinsi menyeleksi mana-nama yang dikirim oleh masing-masing kabupaten/kota, didasarkan atas prestasi, dedikasi, dan pengalaman dalam bidang memajukan seni budaya di Bali, khususnya di daerah masing-masing.
Dalam aktivitas seni tahunan kali ini akan memberikan penghargaan kepada seniman tua, atau masing-masing satu orang dari seluruh kabupaten/kota di daerah ini.
Pemerintah Provinsi Bali menyediakan sejumlah dana untuk seniman pengabdi seni sebagai penghargaan atas jasa dan dedikasinya mamajukan seni dan budaya di Pulau Dewata.
Sosok Wayan Marya meskipun usianya masih relatif muda tahun 1950 itu, namun sudah bertindak sebagai pelatih dalam sanggarnya berkat bimbingan dari ayah dan ibunya yang juga seorang seniman serba bisa.
Berkat prestasinya yang cukup menonjol sekaa kesenian yang didirikan langsung dipimpinnya yang mendapat kesempatan pentas ke sejumlah desa di Kabupaten Klungkung daerah sekitarnya.
Berkat kepopulerannya itu sebagai seniman I Wayan Marya mendapat permintaan dari sejumlah sekaa joged di Bali sebagai pelatih dan itupun dilakoninya dengan senang hati dan tulus iklas.
"Sebagai pelatih kesenian pada era tahun 1960-an harus mengorbankan diri, yakni berjalan kaki ke tempat tujuan setelah melatih kembali ke rumah tanpa imbalan apa-apa," kenangnya.
Namun hal itu tidak menghalangi niatnya untuk melatih penari sekaa joged dari satu desa ke desa lainnya di Klungkung maupun kabupaten/kota lainnya di Bali.
Sempat meriahkan PKB
Joged bumbung Banjar Dinas Sente Desa Pikat sempat mengalami masa kejayaan dan ikut memeriahkan pada awal pelaksanaan Pesta Kesenian Bali (PKB). Selain itu pentas ke sejumlah desa, ikut kegiatan parade joged bahkan pernah pentas ke sejumlah hotel di kawasan Kuta, Sanur dan Nusa Dua.
Mengalami masa kejayaan yang bertahan cukup lama, berkat masyarakat menggemari gerakan penari joged yang lincah dengan alunan musik pengiring yang merdu dan menarik.
Gerakan tari joged sente masih tetap teguh mempertahankan pakem-pakem tari Bali, puncak kejayaan sekaa tari joged Banjar Dinas Sente Desa Pikat Kabupaten Klungkung sampai sekitar tahun 1980 an.
Setelah itu mulai menurun karena munculnya sekaa joged bumbung yang mempertontonkan penari joged yang gerakannya erotis dan porno. Penari tidak menggoyong pinggulnya ke samping seperti penari joged biasanya, tapi ngegol dengan gerakan ke belakang dan kedepan.
Masyarakat justru bersemangat mendapatkan tontotan erotis dan porno dari penari joged generasi terbaru, namun hal itu malahan menjatuhkan citra, harkat dan martabat penari joged secara keseluruhan.
"Dengan demikian sekaa joged Banjar Dinas Sente, Desa Pikat mengalami jatuh bangun dan akhirnya tahun 1990-an tidak lagi pentas," ujar suami dari almarhum Ni Wayan Sukra.
Ayah seorang putra yakni I Kadek Sukarta mengaku, penari joged di banjarnya tidak mau pengikuti perkembangan tari joged yang erotis dan prno yang marak berkembang belakangan ini.
Menurutnya penari joged bumbung harus tetap mempertahankan nilai-nilai seni dan martabat, bukan sekedar menari mengikuti zaman dan keinginan penonton. Menari joged bumbung harus tetap mempertahankan nilai-nilai seni warisan leluhur.
Pihaknya terus berusaha membangkitkan kesenian joged bumbung yang selama ini dinilai negatif oleh masyarakat. Untuk itu melatih dan membina anak-anak sejak usia dini dengan harapan nantinya tertarik menarikan tari joged khas Banjar Dinas Sente, Desa Pikat, Kecamatan Dewan, Kabupaten Klungkung.
"Dengan cara itu saya sudah tua renta merasakan kembali semangat hidup baru, perasaan bahagia mendengarkan alunan musik rindik dan menyaksikan gerakan penari yang lincah dan gemulai," ujar Wayan Murya. (WRA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014